Reformasi birokrasi telah lama menjadi cita-cita besar bangsa, namun di banyak daerah implementasinya masih jalan di tempat. Kabupaten Mamasa, sebagai salah satu daerah di Sulawesi Barat, menghadapi tantangan yang tidak ringan: keterbatasan sumber daya manusia aparatur, defisit anggaran, rendahnya kinerja pelayanan publik, yang menghambat percepatan pembangunan. Dalam konteks ini, gagasan radikal break dalam reorganisasi pemerintahan daerah menjadi penting untuk diwujudkan, bukan sekadar kosmetik perubahan, melainkan lompatan yang berani.
Mengapa Perlu Radikal Break?
Reorganisasi birokrasi sering kali hanya sebatas restrukturisasi kelembagaan, perubahan nomenklatur, atau rotasi jabatan. Padahal masalah utama justru terletak pada budaya kerja, mentalitas aparatur, serta cara pandang terhadap pelayanan publik. Radikal break berarti berani memutus kebiasaan lama yang birokratis, lamban, dan penuh kepentingan sempit. Ia menuntut keberanian Pemda Mamasa untuk menegakkan merit systemÂ
Reorganisasi sebagai Jalan Asta Cita
Dalam bingkai Asta Cita yang diusung sebagai arah pembangunan nasional, terdapat nilai-nilai penting seperti peningkatan kualitas pelayanan publik, penguatan tata kelola pemerintahan, keadilan sosial, serta pemerataan pembangunan. Mamasa harus memandang reorganisasi birokrasi bukan sebagai beban, tetapi sebagai strategi pencapaian Asta Cita di tingkat daerah.
Mamasa di Persimpangan
Kabupaten Mamasa saat ini berada di persimpangan penting. Jika hanya berjalan dengan pola lama, Mamasa berisiko semakin tertinggal dari daerah lain yang lebih progresif. Namun jika berani melakukan radikal break reorganisasi, Mamasa berpotensi menjadi contoh daerah yang berhasil memanfaatkan reformasi birokrasi sebagai mesin kemajuan.
Reorganisasi bukan sekadar merombak struktur, melainkan menciptakan budaya baru: birokrasi yang profesional, transparan, melayani, dan berpihak pada rakyat. Dengan begitu, Asta Cita bukan hanya jargon di atas kertas, melainkan nyata di Mamasa
Radikal break reorganisasi adalah sebuah keharusan, bukan pilihan. Kabupaten Mamasa harus berani menanggalkan kebiasaan lama dan melahirkan tata kelola pemerintahan yang modern serta responsif. Hanya dengan cara itu, cita-cita besar bangsa melalui Asta Cita bisa benar-benar hidup di bumi Mamasa.
Mamasa tidak bisa lagi menutup mata. Saatnya pemimpin daerah berani memutus rantai birokrasi busuk dan membuka ruang bagi birokrasi baru yang profesional, transparan, dan melayani.Rakyat juga tidak boleh diam. Pengawasan publik harus lebih aktif, agar reorganisasi tidak berhenti pada formalitas.Mamasa butuh keberanian untuk radikal break. Tanpa itu, Asta Cita hanya akan menjadi jargon hampa, sementara birokrasi terus melahirkan koruptor baru.
Penulis:Â Muh.Diki