Sekian hari yang telah kita lewati bersama produk impor luar negeri. 270jutaan masyarakat tertipu daya soal branded barang impor menjadi suatu produk bergengsi. Memiliki produk impor lebih memberikan prestise menarik bila dipandang mata masyarakat. Meninjau dari Islam sendiri menyebut nya dengan penyakit Riya.
Produk impor semakin merajalela dengan tawaran produk nya yang murah dan kualitas nya yang menarik. Bahkan mungkin saja saat ini adalah apa yang digunakan pada kita merupakan produk impor. Bayangkan bila satu produk impor kita hargai Rp. 1000,- dan masing masing dari kita membeli satu produk nya tiap bulan sekiranya berapa banyak uang rupiah mengalir ke luar negeri dengan jumlah penduduk kita anggap saja 250 juta? Kita sadari bersama bahwa dalam menjalani hidup sehari hari secara tidak sadar kita mungkin telah candu membeli produk impor lebih dari satu, anggap saja satu dalam sehari itu dihargai Rp.100,- dalam sehari apa lagi sebulan?
Bayangkan bila sejak era 2014 produk impor secara besar besaran melakukan penjajakan ekonomi dengan sistem di atas, sudah seberapa banyak kita mensedekahkan keuntungan kita untuk negara lain?
Andai masih bingung menghitungnya, mari saya bantu. Sederhana rumusnya dari 2014 hingga 2018 ini, kita telah melewati bulan sebanyak 48 bulan. Lalu kita tiap hari melakukan transaksi membeli produk import dengan keuntungan yang kita sedekahkan sebanyak Rp. 100,- perhari atau Rp. 3.000,- perbulan. Dari Rp. 3.000,- itu kita akumulasi dari 48 bulan atau asumsinya bulan dari 2014 - 2018. Berapa? Rp. 144.000,-! Bayangkan dari sekian juta penduduk kita, 250jutanya melakukan hal tersebut, sudah berapa banyak rupiah yang kita sedekah kan?
Ini adalah logika sederhana memandang masalah saja yang lebih besar. Muslim saat ini masih berteriak soal akidah yang mana dibuat jelas untuk menghindari dari sesuatu yang banyak mudaratnya. Kita yang mengakui diri beriman, sayangnya kurang paham akan konsep ilmu (perspektif Islam menuju rahmatan lil alamin). Hingga akhirnya kita berseteru akan perbedaan akidah, menyebabkan stagnasi pemikiran, yang dilakukan adalah taqlit buta.
Permasalahan ini terjadi dikarenakan adanya gerakan gerakan  pembodohan atas nama menjaga iman. Bicara iman adalah hal personalitas, bahkan sejarah Islam yang dibangun Rasulullah SAW adalah  pembangunan kesadaran diri secara akhlak (ruhaniah) dan intelektual yang rasional (batiniah). Disadari bersama kedua konsep diatas dijadikan terbalik hingga saat ini mulai dampaknya hilang arah dalam menjalani hidup semestinya.