Ekonomi Politik Oligarki di Indonesia: Antara Pertumbuhan dan Ketimpangan
Ekonomi politik adalah bidang kajian yang mempelajari hubungan timbal balik antara kekuasaan ekonomi dan kekuasaan politik dalam kehidupan masyarakat. Dalam ekonomi politik, kebijakan politik dapat memengaruhi struktur ekonomi, dan juga sebaliknya, kondisi ekonomi juga dapat menentukan arah kebijakan politik. Secara historis, pemikiran mengenai ekonomi politik mulai berkembang pada abad ke-18 melalui gagasan tokoh-tokoh seperti Adam Smith dan David Ricardo. Memasuki abad ke-20, studi ini bercabang menjadi dua aliran utama, yakni ekonomi politik kiri dan kanan. Ekonomi politik kiri dipengaruhi oleh gagasan Karl Marx yang menekankan kontrol sosial atas sumber daya ekonomi serta redistribusi kekayaan untuk menekan ketimpangan sosial. Sedangkan, ekonomi politik kanan berasal dari pemikiran liberal dan konservatif yang menekankan pentingnya pasar bebas, kebebasan individu dalam aktivitas ekonomi, serta peran pemerintah yang minimal.Di era globalisasi, peran ekonomi politik semakin krusial, terutama dalam menyusun kebijakan perdagangan dan investasi internasional. Selain itu, pendekatan ini juga berperan mendorong pembangunan berkelanjutan yang mengintegrasikan aspek ekonomi, politik, dan social (Adrian Kurnia Sobana Putra dkk., 2025).
Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena oligarki di Indonesia semakin mendapat sorotan, terutama dalam kaitannya dengan upaya mewujudkan demokrasi yang berkualitas. Menurut Jeffrey Winters, oligarki dipahami sebagai kepemilikan kekayaan material dalam skala yang sangat besar, yang hanya dapat dipertahankan melalui mekanisme untuk menjaga sekaligus menambah kekayaan tersebut. Sementara itu, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan oligarki sebagai bentuk pemerintahan yang dijalankan oleh segelintir orang dari kelompok tertentu yang berkuasa. Dalam praktiknya, dominasi oligarki di ranah politik dan ekonomi menjadi hambatan serius bagi prinsip demokrasi yang menekankan kedaulatan rakyat dan keadilan sosial. Kehadiran elit politik ekonomi yang memanfaatkan kekuasaan dan kekayaan mereka untuk memengaruhi kebijakan maupun proses legislasi menunjukkan betapa kuatnya konsentrasi kekuasaan ini. Dominasi ekonomi pada masa Orde Baru telah meninggalkan konsekuensi penting dalam proses demokratisasi, yaitu masuknya kelompok oligarki ke arena politik. Kondisi ini memberi keuntungan besar bagi mereka, sebab oligarki kini memegang peran ganda sebagai pengusaha sekaligus politisi. Dengan posisi tersebut, mereka dapat berfungsi sebagai penghubung antara dunia bisnis dan politik, sehingga memiliki ruang lebih luas untuk menjaga sekaligus memperbesar kekuasaan dan kekayaan yang dimiliki. Dengan demikian, oligarki menjadi salah satu tantangan utama dalam perjalanan demokrasi Indonesia kontemporer (Wibowo dkk., 2024).
Ketimpangan ekonomi di Indonesia adalah persoalan mendasar yang menghambat tercapainya pemerataan hasil pembangunan. Meskipun pertumbuhan ekonomi berjalan dengan cukup cepat, manfaatnya belum tersalurkan secara adil kepada seluruh lapisan masyarakat. Ketidaksetaraan ini terlihat jelas dari perbedaan tingkat pendapatan, keterbatasan akses terhadap pendidikan dan layanan kesehatan, hingga kesenjangan infrastruktur antarwilayah. Secara ideologis, Indonesia menganut sistem ekonomi Pancasila yang menekankan asas kekeluargaan, keadilan sosial, dan pemerataan. Tetapi, pada penerapannya masih jauh dari harapan, tercermin dari distribusi pembangunan yang timpang dan ketidakmerataan kesempatan ekonomi. Keadaan ini diperburuk oleh faktor-faktor lain seperti rendahnya upah, kebijakan publik yang kurang tepat sasaran, keterbatasan alokasi anggaran, juga maraknya praktik korupsi (Adrian Kurnia Sobana Putra dkk., 2025).
Ketimpangan ekonomi di Indonesia adalah persoalan klasik yang dari dulu hingga kini belum bisa terselesaikan. Setiap rezim pemerintahan memang telah berupaya menekan ketimpangan dan angka kemiskinan melalui berbagai kebijakan, namun hasilnya masih jauh dari kata sukses, bahkan lebih condong stagnan. Keadaan ini semakin mengkhawatirkan karena Indonesia di saat yang sama menghadapi tantangan ekonomi yang kompleks, mulai dari rendahnya daya beli masyarakat, ketimpangan antar pelaku ekonomi, hingga semakin terkonsentrasinya penguasaan sektor-sektor strategis. Penerimaan pajak yang terus menurun membuat ruang fiskal pemerintah semakin terbatas. Kondisi ini diperburuk dengan keterbatasan anggaran belanja negara serta lemahnya kontrol terhadap utang luar negeri yang kian membengkak. Ketimpangan ekonomi sebagai realitas sosial jelas memberi pengaruh terhadap jalannya pembangunan. Meski terdapat perbedaan pandangan di kalangan pakar dan pengamat sosial yang menilai persoalan sosial tidak selalu berkaitan langsung dengan kesenjangan pendapatan namun ketimpangan ekonomi dan sosial tidak bisa diabaikan begitu saja. Sebab, ketimpangan tersebut bisa memicu konflik akibat pembangunan yang tidak merata dan jurang ekonomi yang semakin melebar (Ibrahim, 2017).
Dalam membuat dan menjalankan kebijakan untuk mengatasi ketimpangan di Indonesia, ekonomi politik memiliki peran yang sangat penting. Peran tersebut dapat dilihat dari kontribusi lembaga-lembaga politik baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif yang berupaya menyusun strategi kebijakan guna mengurangi kesenjangan melalui berbagai program di bidang sosial, pendidikan, dan Kesehatan.Salah satu wujud nyata peran ekonomi politik ialah kebijakan redistribusi pendapatan. Melalui instrumen fiskal seperti penerapan pajak progresif dan transfer sosial, pemerintah berusaha menekan ketimpangan dengan mengalihkan sebagian sumber daya dari kelompok kaya ke kelompok yang kurang mampu. Selain itu, lewat kebijakan publik yang mendukung pengembangan usaha kecil dan menengah menyediakan pelatihan, serta mempermudah akses pembiayaan, pemerintah mendorong pemberdayaan ekonomi. Upaya ini ditujukan untuk memperluas kesempatan ekonomi yang lebih merata dan meningkatkan pendapatan masyarakat (Adrian Kurnia Sobana Putra dkk., 2025).
Kebijakan lain juga diarahkan pada pemenuhan kebutuhan dasar, termasuk pendidikan, layanan kesehatan, dan perumahan yang terjangkau, demi meningkatkan kualitas hidup kelompok miskin dan rentan. Seluruh langkah tersebut berada dalam kerangka kerja lembaga politik yang memiliki tanggung jawab untuk merancang, mengawasi, sekaligus memastikan implementasi kebijakan berjalan sesuai tujuan(Adrian Kurnia Sobana Putra dkk., 2025).
Ekonomi politik di Indonesia memperlihatkan bagaimana dominasi oligarki dalam ranah bisnis dan politik berkontribusi pada ketimpangan sosial-ekonomi, meskipun pertumbuhan ekonomi tetap berjalan stabil. Konsentrasi kekuasaan dan kekayaan pada segelintir elit membuat manfaat pembangunan tidak merata, tercermin dari kesenjangan pendapatan, akses pendidikan, kesehatan, hingga infrastruktur. Karena itu, peran ekonomi politik menjadi krusial dalam merancang kebijakan yang berpihak pada pemerataan, melalui redistribusi pendapatan, penguatan usaha kecil menengah, serta penyediaan layanan dasar yang adil, agar pembangunan benar-benar menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Daftar Pustaka
Adrian Kurnia Sobana Putra, Yusuf Vedi Velandi, & Rangga Rangga. (2025). Analisis Ekonomi Politik dalam Penanganan Ketimpangan Ekonomi di Indonesia. Presidensial: Jurnal Hukum, Administrasi Negara, dan Kebijakan Publik, 2(2), 19--25. https://doi.org/10.62383/presidensial.v2i2.682
Ibrahim, H. R. (2017). POTRET PERTUMBUHAN EKONOMI, KESENJANGAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA DALAM TINJAUAN EKONOMI POLITIK PEMBANGUNAN.