Mohon tunggu...
Muhammad Bahrudin Yusuf
Muhammad Bahrudin Yusuf Mohon Tunggu... Mahasiswa - 101180084 HKI G

Mahasiswa IAIN Ponorogo.Fakultas Syariah. Jurusan Hukum Keluarga Islam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Yurisprudensi Bertentangan dengan Perundang-undangan

16 Mei 2021   22:57 Diperbarui: 16 Mei 2021   23:10 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Yurisprudensi Bertentangan Dengan PerUndang-undangan.

  Dalam bernegara khususnya dalam hukum atau peraturan, sangat mungkin  jika terjadi sengketa antara Yurisprudensi dengan hukum yang diatur dalam perundang-undangan. Suatu perundang-undangan jika bertentangan dengan yurisprudensi dan pada suatu kasus terjadi pertentangan antara common law dengan yurisprudensi, dianut prinsip:Conflict between common law and statute law, statute law prevails. Dari prinsip tersebut dalam sistem comman law, mempunyai dasar yaitu yurisprudensi mengalah kepada undang-undang apabila terjadi pertentangan dalam suatu peraturan. Undang-undang menghilangkan yurisprudensi atau statute law prevails karena keunggulan undang-undang melebihi asas preseden. Walaupun kaidah hukum yang berlaku dalam sistem comman law menunjukkan bahwa posisi putusan pengadilan yang telah diakui sebagai yurisprudensi merupakan hukum yang tidak bisa diganggu gugat. Putusan pengadilan yang telah diangkat menjadi yurisprudensi mutlak akan diikuti oleh putusan peradilan dimasa yang akan datang karena tidak ada pilihan alternatif  lainnya selain mengikuti yurisprudensi sesuai dengan sistem yang dianut dalam common law system. Subekti berpandangan dalam menilai sebuah yurisprudensi, yaitu putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap dan dibenarkan oleh Mahkamah Agung yang sudah berkekuatan hukum tetap, maka bisa dikatakan ada hukum yang diciptakan melalui yurisprudensi. Menurut Subekti tidak semua putusan hakim tingkat pertama atau tingkat banding dapat dikatakan sebagai yurisprudensi. Putusan hakim baru dapat dikategorikan sebagai yurisprudensi apabila telah melalui proses eksaminasi dan anotasi.

Prinsip dalam statute law prevails dalam conflict between Comman Law and Statute Law, didasarkan atas alasan otoritas legislative power sebagai pencipta hukum formil dalam kehidupan bernegara. Sehingga terkadang prinsip ini kemungkinan lebih cenderung kepada alasan politik dan hukum tata negara dari pada alsan keadilan dan pembaharuan hukum. Akan tetapi kita percaya, prinsip tersebut tidak dipegang secara mutlak, prinsip itu hanya dijadikan patokan umum dan landasan ketertiban umum, namun secara kasuistik hakim dapat menyimpang dalam prinsip yang mengunggulkan undang-undang, apabila pasal perundang-undangan  bersangkutan tersebut  mengancam kepentingan dan ketertiban umum.

Kaidah Undang-undang mutlak diunggulkan dalam common law system dan berlaku prinsip law is prevails, yakni undang-undang yang menag dan diutamakan dibandingkan dengan yurisprudensi. Prinsip itu secara teoritis lebih kuat dalam statute law system. Dalam statute law system, hukum tata negara sudah menetapkan legislatif power, satu-satunya yang memiliki wewenag menciptakan hukum secara formil dan alat kekuasaan negara yang lain tidak memiliki kewenagan yang sama.

Negara yang menganut status law system, secara teoritis, tidak akan lahir dan diakui dalam yurisprudensi, karen hakikatnya tidak ada ruang bagi pengadilan sebagai Judge Made Law. Mekanisme Statute Law System yang mutlak memberikan kewenagan penciptaan hukum dalam bentuk perundang-undangan kepada legislatif power, telah menempatkan fungsi hakim dan kewenagannya pada tataran:

1.Hakim hanya sebagai penyampaian peraturan dalam undang-undang dan juga juru bicara

2 Hanya menjalankan kewenagan fungsi kehakiman tidak berhak dan tidak ada wewenag dalam menafsirkan undang-undang

3.Adil dan tidak adil suatu ketentuan perundang-undangan harus diterapkan, walaupun tidak sesuai dengan hati nurani dan keyakinan hakim, karena yang menilai adil tidaknya sepenuhnya tangung jawab legislative power.

Maka dari itu hakim tidak punya wewenag menafsirkan dan juga mencari asas-asas hukum, karena ruang gerak atau wewenag hakim hanya terbatas mengucapkan dan menerapkan rumusan dalam undang-undang saja. Akan tetapi keadaan ini sudah berubah dan berkembang kearah pelepasan batasan wewenag hakim karena pada saat ini tidak ditemukan Statute law system yang mutlak, karena sekarang hakim dapat melakukan interprestasi dan mencari asas-asas hukum yang sesuai dengan perkembangan kesadaran masyarakat. Negara yang menganut Statute Law System jika terdapat pertentangan antara yurisprudensi dengan perundang-undangan, sebisa mungkin menganut kaidah: Yurisprudensi menundukkan diri kepada undang-undang yang berlaku. Karena dalam negara yang menganut Statute Law System hanya perundang-undangan yang memiliki legitimasi formil berdasarkan dalam bertatanegara. Walaupun dalam kenyataan praktiknya diakui peran dan kewenagan badan-badan peradilan untuk bertindak sebagai Judge Made Law yang menciptakan lahirnya  yurisprudensi sebagai salah satu sumber hukum, namun kedudukan formilnya tetap di bawah hukum perundang-undangan.
Namun dalam "Kaidah Hukum Kasus", yurisprudensi di unggulkan atau diutamakan, mekanisme yang dilakukan oleh hakim dalam memenangkan yurisprudensi terhadap pasal perundang-undangan dilakukan dengan pendekatan:
Berdasarkan pada kepatutan dan kepentingan umum
Walaupun yurisprudensi lebih tepat dan lebih unggul nilai hukum dan keadilannya dari pada peraturan pasal perundang-undang hakim juga harus tetap menguji secara cermat dan berpengalaman dalam bidangnya sehingga dalam proses menilai dan mencermati nilai yang terkandung dalam yurisprudensi ini terdapat nilai-nilai yang lebih potensial bobot kepatutannya dan melindungi kepentingan umum dan ketentraman umum.
Mengunggulkan yurisprudensi dengan "Contra Legem"
Bisa dilihat dari antisipasinya, MA dalam putusannya tanggal 15 Desember 1983 No.275K/Pidana/1983 melakukan contra legem terhadap pasal 244 KUHAP. Tindakan ini berdasarkan pada alasan ketentuan yang menutup pintu upaya hukum terhadap putusan yang bebas yang dianggap bertentangan dengan perlindungan ketertiban umum. Perundang-undangan juga dianggap tidak bisa menjadi penyelamat kepentingan perlindungan ketertiban umum karena bisa dilihat dari ditutupnya upaya banding dan kasasi dalam pasal 67 dan pasal 244 KUHAP. Satu-satunya jalan yang efektif untuk memperkecil dampak atau nilai negatif tersebut dengan mempertahankan yurisprudensi lama dengan cara  "Contra Legem".
Kaidah hukum yurisprudensi dipertahankan dengan melenturkan ketentuan Undang-undang
Dalam hal ini menggunakan cara mempertahankan nilai hukum yang terkandung dalam yurisprudensi. Menurut Paulus, ketentuan pasal undang-undang yang bersangkutan diperlunak dari sifat imperatif menjadi sifat fakultatif. Perbedaan  dengan Contra Lagem jika dalam Contra lagem pasal yang bersangkutan disingkirkan penuh atau tidak dipakai. Lain dengan cara mempertahankan yurisprudensi, yang dibarengi dengan memperlunak pasal perundang-undangan dalam hal ini hanya diperlunak dari sifat imperatif menjadi fakultatif.
Penelitian BPHN Tahun 1995 menyimpulkan bahwa suatu putusan hakim dapat disebut sebagai yurisprudensi, apabila putusan hakim memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
1).Putusan suatu peristiwa hukum yang belum jelas dalam pengaturan perundang-undang
2).Putusan harus berkekuatan hukum tetap
3).Putusan telah memenuhi rasa keadilan
4).Putusan telah dibenarkan oleh Mahkamah Agung

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun