Mohon tunggu...
Muhammad Ichsan
Muhammad Ichsan Mohon Tunggu... Freelancer - Menyukai seni sastra, sosial dan budaya

http://ichsannotes.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kebiasaan - kebiasaan Menentukan Keberhasilan

7 Februari 2016   18:22 Diperbarui: 7 Februari 2016   19:17 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Meningkatnya kualitas hidup seseorang tidaklah didapat secara mudah. Butuh komitmen untuk mengubah pelbagai kebiasaan buruk yang menjadi faktor penentu rendahnya mutu hidup yang dijalani individu. Ini berarti sejumlah kebiasaan-kebiasaan lama yang rutin dilakukan seseorang cenderung memberikan ganjaran-ganjaran negatif. Ia tak menyadari bahwa akumulasi dari itu semua suatu saat akan menjadi krisis besar yang membuatnya terpuruk.

Biasanya ada sesal muncul ketika seorang individu melihat dirinya gagal, namun secara naluriah ia berusaha bangkit dengan melihat lebih dalam berbagai penyebab kegagalannya. Selanjutnya, ia memutuskan akan mengubah atau bahkan menghilangkannya supaya kelak jangan sampai terjerumus masuk ke dalam lubang kehidupannya yang berkualitas buruk tanpa masa depan yang jelas. Inilah yang disebut sikap reflektif rasional dan kritis, yang mana bisa digunakan untuk menciptakan kebiasaan baru yang memberikan imbalan positif demi meningkatkan kualitas kehidupan pribadi seseorang.

Sikap ini biasanya muncul secara naluriah karena sebenarnya manusia menyadari hidup dan dirinya sebagai kebenaran eksistensial. Ia berinteraksi dengan lingkungannya melalui pengambilan keputusan yang dibiasakan. Oleh sebab itu, kita pun bisa memutuskan untuk hidup dalam kenyamanan, melalui sebuah fokus baru yakni konsisten melaksanakan kebiasaan-kebiasaan baik menuju sukses. Berikut ini beberapa cara praktis untuk mengubah kebiasaan-kebiasaan buruk:

1.Lakukan introspeksi diri

Kenali semua kebiasaan-kebiasaan buruk yang membuat diri sendiri menjadi tidak produktif. Misalnya, suka menunda pekerjaan, atau meremehkan hal penting karena menganggap bisa dilakukan lain waktu. Contoh lainnya adalah cenderung menghabiskan waktu hanya untuk mengobrol dengan kolega entah itu dilakukan di ruang kenyataan sebenarnya atau melalui media sosial, hanya demi merawat pandangan umum bahwa perkawanan itu dibangun dengan keramah-tamahan (mitsein).


2.Meminta umpan balik (feedback)

Adakalanya kita bisa mengenali kebiasaan-kebiasaan buruk justru bukan dengan sikap reflektif pribadi, namun melalui ungkapan tulus orang yang kita kenal baik, kagumi dan percayai. Sediakan waktu yang cukup agar dapat bersamanya. Cobalah berbicara dengannya dari hati ke hati. Tapi, tentunya kita harus jujur dan tidak malu mengungkapkan keburukan kita. Biasanya, jika ada konsistensi dari beberapa orang terpilih yang kita ajak bicara secara terang mengatakan hal yang sama tentang keburukan kita, maka itulah kebiasaan-kebiasaan yang menyebabkan kita telah jungkir-balik masuk ke dalam lubang derita kegagalan. Terimalah nasehat mereka dan lakukanlah sesegera mungkin perubahan.

3.Buang sikap berandai-andai

Sungguh kepedihan yang amat getir itu adalah penyesalan. Kita sering merasa sangat menyesal ketika merefleksi diri sendiri akibat lalai melakukan sesuatu hal yang penting, sehingga kita menemukan kegagalan kita adalah sebagai kebodohan yang disengaja. Selanjutnya dengan nada begitu syahdu berkata: “Seandainya hidupku dulu tidak begitu boros, tentu saja aku tidak dililit hutang-piutang kini. Aku bisa membeli sebuah rumah, dan hidup nyaman sampai hari tua nanti.”
Melihat ke belakang itu boleh. Akan tetapi, sebuah gambaran masa lalu yang bagaikan seorang guru brutal tentu tak perlu menjadi beban baru bagi kita. Yang terpenting adalah menetapkan pilihan baru menuju keberhasilan, konsisten melaksanakan tahap-tahapnya sebagai serangkaian kebiasaan rutin hingga menuai keberhasilan.

4.Seleksi ulang orang-orang yang masuk dalam lingkaran persahabatan

Sebenarnya diri kita banyak dipengaruhi oleh sistem-sistem kepercayaan yang dihasilkan produk lingkungan sosial. Kalau kita terbiasa bergaul akrab dengan ”gerombolan pengeluh,” yang suka melihat segala sesuatu amat buruk tidak sesuai dengan keinginannya, pada akhirnya kita pun menciptakan kebiasaan untuk mengeluhkan apapun yang bertolak belakang dengan hasrat pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun