Mohon tunggu...
HME Irmansyah
HME Irmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Ipoleksosbud

Institute for Studies and Development of Thought (ISDT)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Apa yang Salah? Sebuah Refleksi di 70 Tahun Kemerdekaan RI

17 Agustus 2015   08:58 Diperbarui: 15 Desember 2018   12:52 1058
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="70 Tahun NKRI"][/caption]

[/caption][caption caption="Lambang Kodok Chan-chu=Patung Keberuntungannya ECI"]

[/caption]    Pada pertengahan Juli 2015 yang lalu, dalam sebuah forum diskusi aktivis 77/78, yaitu aktivis dewan mahasiswa tahun 1977/1978 yang dulu ditangkap dan dipenjara karena melawan rejim SOEHARTO, ada sebuah pernyataan menarik dari Drs. H. Muhammad Hatta Taliwang, BSW. mantan anggota DPR-RI, dan aktivis mahasiswa tahun 1977/1978 yang kini juga menjadi Direktur Eksekutif Institut Ekonomi Politik Soekarno-Hatta, dan aktif dalam berbagai forum diskusi ekonomi dan politik.

Muhammad Hatta Taliwang dalam diskusi tersebut mengatakan,  "...... persoalan maju pesatnya etnis Cina bukan semata karena soal kehebatan budaya atau kemampuan pribadinya. Itu menyederhanakan persoalan. Kebijakan di era ORBA dan AKHIR ORBA khususnya BLBI misalnya, itu luar biasa menaikkan grafik ekonomi etnis Cina.      

Kita renungkan ucapan penulis BARAT dibawah ini: "Kemerosotan peranan perusahaan-perusahaan pribumi dianggap banyak kalangan akibat korban persekongkolan antara modal non-pribumi dengan asing yang mendapat perlindungan politik dari pejabat tinggi pemerintahan.   Kecaman terhadap strategi pembangunan menjurus kepada tuduhan bahwa strategi pembangunan ini mengkhianati kepentingan bangsa (Richard Robison/1985)".  

Selanjutnya Henry Veltemeyer: "Proses akumulasi kekayaan disatu sisi,  penghisapan serta pemiskinan disisi lain, bukan terjadi secara alamiah tetapi berdasarkan suatu desain kebijakan politik-ekonomi yang kini kita kenal sebagai Neo-Liberalisme dan Globalisasi Kapitalis".  

CATATAN: Artinya ada sistem dan kebijakan yang mendongkrak secara luar biasa sehingga etnis Cina menjadi dahsyat seperti sekarang. Jangan kita kira semata karena kehebatan individual mereka karena etos dan budaya unggul semata. Karena kalau begitu cara pandangnya kita akan menghina bangsa sendiri dengan  kata pemalas, bodoh dan bermental maling dan lain-lain. Padahal kebijakan yang diskriminatif itu telah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda dimana kaum pribumi cuma warga kelas 3 di negeri ini.

Tujuan Kemerdekaan itu menyitir ucapan BUNG HATTA, adalah untuk meningkatkan martabat kaum pribumi. Pikiran Bung Hatta malah sukses diterjemahkan oleh DR. Mahathir Mohamad di Malaysia.           

BUNG HATTA: "Tujuan utama revolusi nasional adalah mengangkat posisi ekonomi pribumi sehingga terbebas dari tekanan dan penghisapan" (hal 156, Dalam buku MENGENANG 100 TAHUN BUNG HATTA)

Prof Dr. Sumitro Djojohadikusumo: "....adalah merupakan penyimpangan dari cita-cita kemerdekaan jikalau kekuatan ekonomi pribumi tidak diprioritaskan untuk dikembangkan". (IDEM, hal 129)......".

Demikian disampaikan oleh Hatta Taliwang.

DR. Ir. Sri Bintang Pamungkas, pada tanggal 3 Agustus 2015 yang lalu memberikan sebuah buku kepada saya karena dalam buku yang setebal 730 halaman tersebut beliau menyebut nama saya. Di dalam bukunya yang berjudul "Ganti Rezim-Ganti Sistim, PERGULATAN MENGUASAI NUSANTARA" (Penerbit El Bisma, akhir 2014), Sri Bintang dalam kata sambutannya mengatakan: "....bahwa dengan Rezim Kekuasaan Partai ini, Indonesia terjebak dalam pemilihan pemimpin-pemimpin yang salah, dalam artian mereka yang terjaring dalam sistim politik kepartaian itu bukan pemimpin yang berkwalitas, yang mampu memegang amanat kerakyatan. Sebagai akibatnya, Indonesia terpuruk, sebagai negara yang kaya-raya akan sumber-sumber kekayaan alam, tetapi mayoritas rakyatnya jatuh miskin; sedang kekayaan tersebut kemudian menjadi jarahan rezim penguasa, pihak asing yang sejak awal memasuki abad 15 telah mulai mengincar kekayaan alam Indonesia, serta orang-orang ECI (ECI singkatan Etnis Cina di Indonesia, penulis.) yang berjiwa tamak, yang sudah juga mulai mengincar kekayaan alam Nusantara, bahkan sejak memasuki abad ke 5.".   Lebih lanjut Sri Bintang Pamungkas menulis, "Tulisan dalam buku ini pada hakekatnya sudah diterbitkan di media maya sejak Januari 2014 berupa naskah yang masih kasar. Tetapi sedikitnya ada 30 ribu orang yang membacanya.  Beberapa dari mereka yang membaca menuduh tulisan ini sebagai anti orang-orang Asing dan Cina Indonesia. Tentu tidak demikian, sebab apa yang tertulis juga sekaligus mempunyai rasa "anti" pula terhadap rezim bangsa sendiri yang berkuasa tetapi menjajah; bahkan rezim penguasa itu sendiri yang memberi kesempatan kepada pihak Asing dan orang-orang ECI untuk menjadi adikuasa dalam kehidupan sosial dan ekonomi di negeri ini. Tulisan ini bermaksud mewakili rakyat Indonesia yang mayoritas adalah "pemilik" sah dari Republik ini yang merasa diperlakukan tidak adil, bahkan merasa terjajah, di negeri tempat tumpah darahnya sendiri. Kami cinta kepada bangsa-bangsa di dunia, tetapi kami tidak ingin mereka menguasai kehidupan kami; bahkan bangsa sendiri, seperti rezim-rezim penguasa yang berkuasa sejak Soeharto, pun kami lawan karena mereka menguasai kehidupan rakyatnya sendiri, rakyat yang seharusnya memegang kedaulatan tertinggi di negeri-negeri mana pun di dunia ini...".   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun