Mohon tunggu...
MUHAMMAD ALAMULHUDA
MUHAMMAD ALAMULHUDA Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

MAHASISWA UIN MAULANA MALIK IBROHIM MALANG FAKULTAS EKONOMI PRODI PERBANKAN SYARI'AH

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pantaskah Kita Disebut Santri?

21 Oktober 2021   09:30 Diperbarui: 21 Oktober 2021   13:10 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

MUHAMMAD 'ALAMUL HUDA

210503110045

KELAS PBS A

Jika kalian mendengar kata santri , apa yang muncul dibenak anda, Mungkin mayoritas akan membayang kan figur anak muda mengenakan sarung, kemeja dan peci di kepala yang di tarik sedikit kebelakang hingga sebagian terlihat jidat. Anda tidak sepenuhnya keliru. Memang mayoritas tampil seperti itu.Terutama di pondok-pondok tradisional .

Sebenernya, sebutan santri tidak hanya dikenakan kepada mereka yang sedang menambah ilmu dipesantren. Santri lebi bermakna sebagai siapapun yang belajar dan mengikuti pemikiran seseorang kyai atau pemimpin keagamaan.

Kebanyakan orang yang tidak pernah menjadi santri mereka beranggap bahwa kenapa kita harus menjadi santri dan  buat apa kita menempatkan anak-anak kita dipondok pesantren, Santri tidak mempunyai tujuan hidup yang jelas, kesuksesan mereka masih mengambah tanpa ada bukti kongkrit. Para santri sering ketinggalan zaman, Rata-rata mereka gagap teknologi. Kemanfaatan mereka belum jelas apa lagi mereka mondok dipondok salaf bukan dipondok moderent.

Seperti itu lah anggapan orang awam pada santri. Tapi kenyataannya banyak orang yang ndak tau tidak pencapaiam para santri dikaca internasional. Seperti Gus dur yang menjadi Presiden Indonesia ke empat, Gus Qoyyim yang menjadi Bupati, Dan Kyai saya sendiri KH. KHOIRUL ATHO’ HUSNAN (pengasuh ponpes Ushulul Hikmah Al-Ibrohimi Manyar)yang mencalon diri menjadi Gubernur Jawa Timur. Dan banyak lulusan dari pondok yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Tidak lupa perintis Resolusi Jihad yaitu KH. Hasyim Asyari. Beliau yang telah menggerak hati para ulama’ dan santri untuk berjuang memperjuang kan Indonesia dari para penjajah. Dawuh beliau adalah “Cinta tanah air adalah sebagian dari keimanan” . Santri memunyai peran yang sangat besar dalam memertahankan kemerdekaan Indonesia. Baik itu secara terang-terangan dalam hati para santri selalu berdoa dan roja’ bahwa Indonesia menjadi negara yang maju, persatuan dan kesatuan yang telah dijalin tidak dapat dipecah oleh negara mana pun dan tidak dapat direbut oleh siapapun.

Yang telah saya sampaikan diatas gambaran santri secara rill dikarenakan saya sendiri pun adalah seorang santri. Nasab keilmuan saya adalah dari KH. Ahmad Husnan Abdullah (Usulul Hikmah Al-Ibrohimi Manyar), KH. Fathur Rohman Mufid (Darul Ulum Sidoarjo). Beliau mengajar kan bagaimana menjadi sosok santri yang sebenarnya santri harus mempunyai ilmu yang luas, kedalaman akhlak mulia, bisa menerima segala perubahan yang terjadi serta bisa bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa. Dan tak kalah penting menjadi santri santri yang selalu ingat akar budaya. Ingat tradisi keilmuan dan ingat untuk meneruskan iktiar ara pendahulunya.

Jangan lupa besok kita memperingati Hari Santri Nasional. Penetaan hari santri nasional dilakukan oleh Presiden Joko Widodo pada 2015 silam. Pemilihan 22 Oktober lantaran Jokowi  memandang pada tanggal tersebut munculnya Resolusi Jihad NU pada 22 Oktober 1945 yang menggerakkan para ulam’ dan santri melawan penjajah.

Bagi saya sendiri Hari Santri Nasional adalah hari untuk intropeksi sendiri bukan hari untuk membanggakan diri sendiri dengan mengaku bahwa dirinya adalah santri tapi tidak pernah melakukan mencontoh perilku para gurunya, belum pernah berkontribuksi terhadap pondok nya. Disini penulis mengajak para pembaca untuk mari untuk introeksi diri, mari kita tanya diri kita sendiri apakah kita sudah pantas menjadi santri? Apakah kita sudah pantas menjadi murid dari para guru kita? Sudah kah !!!

Mungkin kita mulai dulu sampai sekarang belum bisa apa-apa tapi setidaknya marilah kita berusaha memperbaiki diri kita, kita yang dulu belum tau apa-apa tapi kita sekarang sudah dewasa, sudah saat nya kita memimpin. Dalam kitab ‘Idhotun Nasyiin syekh Musthofa berkata   “Pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan” mari kita berkontribuksi kepada pondok kita, dan bangsa kita dengan segala skill yang kita miliki. Bagi yang mempunyai ilmu maka dengan mengajar ilmu yang dia miliki, bagi yang mempunyai harta berlebihan maka dengan menginfaq sebagian hartanya dan semua orang berhak berkontribuksi dengan cara apapun yang dia bisa dan berusaha tidak menghacurkan semua perjuangan yang dilakukan oleh para pendahulu kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun