Mohon tunggu...
Muhammad TaufanZulmi
Muhammad TaufanZulmi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Anak baik

Tidak suka menunggu

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pandangan Moral, Etika Kedokteran dan Persepektif Hukum Islam

7 Desember 2021   11:03 Diperbarui: 7 Desember 2021   11:18 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

A. Pendahuluan

Perkembangan Sains dan IPTEK zaman ini sangat pesat khususnya di dalam bidang kedokteran. Hal itu ditandai dengan berbagai tindakan yang makin canggih dan berkualitas bagi pasien. Seiring berkembangnya hal tersebut, lahir suatu praktik di dalam kedokteran yang disebut Planned death. Munculnya praktik ini berdasarkan adanya Konsep tentang kematian. Sains membagi kematian jadi tiga kategori berdasarkan langkah terjadinya, yaitu kematian wajar (orthothanasia), kematian tidak wajar (dysthanasia) dan kematian terencana (Planned death). Dalam praktik Planned death di dunia kedokteran diakui jadi perihal positif sebab memiliki tujuan meringankan penderitaan pasien. Tetapi, tak sedikit pula yang menimbulkan berbagai perspektif negatif dikalangan masyarakat yang menyaksikan praktik Planned death dari sudut pandang yang berbeda. Misalnya terdapat seorang penderita kanker ganas yang merasakan sakit luar biasa, di dalam perihal ini, dokter memiliki keyakinan bahwa dukungan obat bersama dengan dosis tinggi akan menghentikan sakitnya sekaligus menghilangkan nyawanya. Sehingga hilanglah penderitaan pasien tersebut. Tetapi perihal itu akan menimbulkan suatu problem atau perbedaan pendapat kalau dilihat dari kesesuain bersama dengan moral kemanusiaan, ataupun dari segi perspektif hukum Islam.

B. Pembahasan

1.Euthanasia Dalam Etika Kedokteran

Euthanasia sanggup diartikan "a great passing" atau mati dengan tenang. Hal itu sanggup diwujudkan atas permohonan pasien atau keluarganya sebab penderitaan yang benar-benar hebat dan tiada akhir, atau juga membiarkan seseorang yang tengah sakit tanpa beri tambahan pengobatan atau pertolongan. Kode etik kedokteran Indonesia, mengartikan Euthanasia dalam tiga arti yaitu berpindahnya ke alam baka yang tenang dan aman, waktu sakaratul maut penderitaan si sakit diringankan bersama dengan beri tambahan obat penenang, mengakhiri penderitaan sekaligus kehidupan seseorang yang sakit dengan sengaja atas permohonan pasien sendiri atau keluaganya.

Dilihat dari segi tindakan yang dikerjakan oleh pelaku (Dokter),

Euthanasia dibagi dua yaitu Euthanasia indirect (pasif) atau Taisr al-Maut al-Munfa'al, merupakan Planned death yang dikerjakan tanpa memberi tambahan perawatan ataupun dengan cara menghentikan pengobatan yang berpotensi memperpanjang hidup pasien. Contohnya, petugas medis tidak memberi tambahan penanganan, semisal menempatkan alat bantu pernapasan pada penderita kanker yang telah kritis, pasien yang menderita penyakit pada otak dan tidak ada harapan untuk sembuh.

Perkembangan Sains dan IPTEK zaman ini sangat pesat khususnya di dalam bidang kedokteran. Hal itu ditandai dengan berbagai tindakan yang makin canggih dan berkualitas bagi pasien. Seiring berkembangnya hal tersebut, lahir suatu praktik di dalam kedokteran yang disebut Planned death. Munculnya praktik ini berdasarkan adanya Konsep tentang kematian. Sains membagi kematian jadi tiga kategori berdasarkan langkah terjadinya, yaitu kematian wajar (orthothanasia), kematian tidak wajar (dysthanasia) dan kematian terencana (Planned death). Dalam praktik Planned death di dunia kedokteran diakui jadi perihal positif sebab memiliki tujuan meringankan penderitaan pasien. Tetapi, tak sedikit pula yang menimbulkan berbagai perspektif negatif dikalangan masyarakat yang menyaksikan praktik Planned death dari sudut pandang yang berbeda. Misalnya terdapat seorang penderita kanker ganas yang merasakan sakit luar biasa, di dalam perihal ini, dokter memiliki keyakinan bahwa dukungan obat bersama dengan dosis tinggi akan menghentikan sakitnya sekaligus menghilangkan nyawanya. Sehingga hilanglah penderitaan pasien tersebut. Tetapi perihal itu akan menimbulkan suatu problem atau perbedaan pendapat kalau dilihat dari kesesuain bersama dengan moral kemanusiaan, ataupun dari segi perspektif hukum Islam.

2.Euthanasia Dalam Etika Kedokteran

Euthanasia sanggup diartikan "a great passing" atau mati dengan tenang. Hal itu sanggup diwujudkan atas permohonan pasien atau keluarganya sebab penderitaan yang benar-benar hebat dan tiada akhir, atau juga membiarkan seseorang yang tengah sakit tanpa beri tambahan pengobatan atau pertolongan. Kode etik kedokteran Indonesia, mengartikan Euthanasia dalam tiga arti yaitu berpindahnya ke alam baka yang tenang dan aman, waktu sakaratul maut penderitaan si sakit diringankan bersama dengan beri tambahan obat penenang, mengakhiri penderitaan sekaligus kehidupan seseorang yang sakit dengan sengaja atas permohonan pasien sendiri atau keluaganya.

Dilihat dari segi tindakan yang dikerjakan oleh pelaku (Dokter), Euthanasia dibagi dua yaitu Euthanasia indirect (pasif) atau Taisr al-Maut al-Munfa'al, merupakan Planned death yang dikerjakan tanpa memberi tambahan perawatan ataupun dengan cara menghentikan pengobatan yang berpotensi memperpanjang hidup pasien. Contohnya, petugas medis tidak memberi tambahan penanganan, semisal menempatkan alat bantu pernapasan pada penderita kanker yang telah kritis, pasien yang menderita penyakit pada otak dan tidak ada harapan untuk sembuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun