Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

3 Buku yang Mengubah Kebiasaan Menulis Saya di Tahun 2022

31 Desember 2022   17:18 Diperbarui: 1 Januari 2023   13:46 783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa buku mengubah gaya tulisan saya, sebagiannya mengubah kebiasaan menulis saya | Ilustrasi oleh Nino Care via Pixabay

Pada dasarnya, setiap buku dapat memengaruhi atau mengubah kebiasaan seseorang dalam menulis. Dia yang suka menulis tema-tema how-to, secara mengejutkan, mungkin akan mendapati perubahan dalam tulisannya setelah membaca buku-buku memasak.

Jadi, buku-buku yang dimaksud tak harus terbatas pada tema-tema "how to write". Gaya tulisan akademik saya, umpamanya, cukup terpengaruh oleh Bertrand Russell, dan gaya fiksi saya sangat terpengaruh oleh Albert Camus dan Franz Kafka.

Dalam artikel ini, saya tak akan membicarakan buku-buku yang mengubah gaya tulisan saya, melainkan kebiasaan menulis saya. Dan memang, tiga buku berikut, kecuali satu, tak secara langsung membahas tentang dunia kepenulisan.

Daftar ini jelas sangat subjektif, tapi orang mungkin akan terinspirasi sama banyaknya seperti saya kalau ikut membaca buku-buku ini.

Rip It Up oleh Richard Wiseman

Tampilan sampul depan buku Rip It Up via Panmacmillan.com
Tampilan sampul depan buku Rip It Up via Panmacmillan.com

Saya menulis beberapa artikel self-help dan Tuhan tahu saya tak suka, kalau bukan benci, membaca buku-buku self-help (karenanya saya tak suka menyebut artikel-artikel saya sebagai self-help).

Buku Wiseman ini agaknya mendapat reputasi sebagai buku self-help, tapi saya cenderung menganggapnya sebagai buku psikologi. Ini bukan karena saya menyukai buku ini dan lalu menilainya sebagai bukan self-help.

Rip It Up menawarkan tesis sederhana dengan segudang bukti ilmiah yang mendukungnya. Ini bertumpu pada proposisi kontroversial William James: "If you want a quality, act as if you already have it". Wiseman meneruskannya sebagai prinsip "As If", prinsip "Seolah-olah".

Prinsip "Seolah-olah" kurang lebih hendak mengatakan bahwa, bukan perasaan kita yang memandu tindakan kita (saya senang maka saya tertawa), melainkan tindakan kita yang memandu perasaan kita (saya tertawa maka saya senang).

Contoh dari James agaknya dapat menjelaskan: "Anda tidak lari dari beruang karena Anda takut padanya, tapi jadi takut pada beruang karena Anda lari darinya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun