Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Manusia Penghancur Mimpi

16 Januari 2021   07:54 Diperbarui: 16 Januari 2021   07:56 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketika sebuah mimpi tak layak untuk dikejar | Ilustrasi oleh jplenio via Pixabay

Saya tak tertarik sama sekali dengan semua petuah itu. Saya malah mendapatkan kesimpulan yang lain: saya tak benar-benar menginginkannya.

Saya hampir tak pernah berusaha; kebosanan saat berlatih, tak menemukan teman untuk diajak berlatih, takut untuk bergabung dengan sebuah klub, sepatu yang jebol, kaus kaki yang tak dicuci dalam sebulan terakhir, malas berlari mengelilingi lapangan di siang bolong.

Saya pikir saya menginginkan sesuatu, tapi pada kenyataannya, tidak.

Saya menginginkan imbalan, bukannya jerih payah. Saya menginginkan hasil, bukan proses. Saya hanya jatuh cinta pada kemenangan dan bukan perjuangan.

Dan hidup tidak berjalan demikian.

Kesadaran itu membawa saya pada keinginan yang lain: menulis. Ya, saya ingin belajar menulis. Sejak kelas 11 SMA, saya mulai menulis. Diawali dengan membangun sebuah blog pribadi, kemudian menulis artikel-artikel seputar pembelajaran, dan membagikannya kepada teman-teman.

Respon di awal cukup baik. Itu mendorong saya untuk terus menulis. Satu tahun kemudian, saya mulai menulis sebuah buku dan menerbitkannya. Dirasa banyak kecacatan, saya menulis buku kedua. Penasaran dengan bidang baru, saya menulis sebuah novel pengembangan diri dan masih antre terbit sekarang ini.

Ini seperti mimpi yang terwujud bagi orang-orang sebaya saya. Menulis 3 buku untuk kalangan pelajar cukup fantastis, kata mereka. Saya pikir ini mengundang kebahagiaan.

Ketenaran di lingkungan teman, tabungan yang sedikit lebih besar dibanding mereka, pujian dari orang-orang sekitar. Tapi ternyata, secara paradoksal, saya adalah orang yang paling sengsara di antara mereka. Atau barangkali, saya lebih sengsara ketimbang orang-orang yang memulung sampah plastik minuman.

Realitas menampar saya! Ada tekanan dan rasa sakit yang tak pernah saya bayangkan. Pikiran selalu terbayang-bayang kejahatan. Karakter orang-orang di sekitar telah berubah. Hati bersikukuh ingin diperlakukan spesial, bahkan kritik sosial menusuk dari segala arah.

Saya merasa telah mencapai apa yang saya inginkan di usia 17 tahun ini. Dan itu juga yang menghancurkan saya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun