Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Revolusi Terselubung Dimensi Pendidikan di Balik Kelamnya Pandemi

30 September 2020   20:59 Diperbarui: 2 Oktober 2020   11:45 779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah pelajar belajar daring memanfaatkan jaringan internet gratis di kolong rel kereta api Mangga Besar, Jakarta, Rabu (26/8/2020). Fasilitas internet gratis menggunakan modem WiFi yang disediakan oleh warga setempat yang lebih mampu itu bertujuan untuk membantu kelancaran proses belajar daring siswa yang tidak mampu membeli paket kuota internet selama pandemi COVID-19.(ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI)

Siapa yang tahu bahwa dunia akan menjadi seambyar ini? Tidak ada, karena bisa jadi, ini yang membuat dunia tetap menarik untuk dijalani. Jika ingin semuanya berjalan menyenangkan, Tuhan tentu saja akan menempatkan kita di surga, tanpa harus repot-repot mengirimkan kita ke bumi. Jelas kita tidak tahu apa-apa.

Dan ini pertama kalinya sepanjang hidup saya, bahwa saya merasa hidup dalam sebuah film. Mungkin seperti ini rasanya berperan dalam sebuah reality show.

Siapa yang akan menyangkal bahwa pandemi sudah bukan tentang ancaman virus lagi? Ya, bung! Pandemi sudah membuat segala dimensi kehidupan terlihat begitu ambyar. Kesehatan, ekonomi, politik, pendidikan, semua terlihat begitu kacau.

Karena nyatanya, ancaman datang bukan hanya dari si makhluk mikroskopik itu. Kita sedang dilanda krisis kesehatan, krisis ekonomi, dan krisis pembelajaran. Dan hal yang kemudian kita sadari adalah, pandemi telah membuat mayoritas orang mengalami krisis harapan.

Satu generasi telah dirugikan. Untuk apa berdebat atas hal itu?

Dan tentu saja, generasi muda Indonesia, harapan masa depan bangsa, tidak terhindar atas kerugian pandemi ini.

Berbicara tentang generasi muda kita, belum ada habisnya untuk membicarakan perihal Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). 

Bagaimana pun, metode PJJ ini tidak bisa dinilai efektif atau sekadar membantu. Metode PJJ sangat tidak diinginkan, tidak ideal, apalagi optimal. Siapa juga yang akan menyangkal hal tersebut?

Sangatlah logis bahwa metode PJJ dinilai tidak efektif dalam memberikan pembelajaran, karena ini merupakan metode baru. Setidaknya kita membutuhkan adaptasi beberapa tahun untuk dapat merasa nyaman dan mengambil manfaat dari metode PJJ ini.

Ibarat Anda terbiasa menyelam di kolam kecil dengan kedalaman 1 meter, tiba-tiba dipaksa untuk mengarungi samudera yang luas dan dalam, juga entah ada apa di dalamnya. 

Kita terbiasa belajar secara normal, tatap muka secara langsung, dan tertawa bersama dengan teman-teman. Sekarang dalam waktu yang sungguh singkat, tanpa persiapan atau perencanaan apapun, kita dipaksa untuk belajar menggunakan teknologi, di mana mayoritas pelajar dan pengajar masih gagap teknologi, tidak ada tertawa bersama, hanya isak tangis yang terdengar. Dan kita ingin semuanya berjalan dengan ideal? Ya susah!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun