Mohon tunggu...
Izza Alvarez
Izza Alvarez Mohon Tunggu... Sejarawan - Pelajar

Selagi kita mau berusaha dan berkarya untuk menentukan masa depan kita, tidak akan ada kata "Tidak bisa"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

KH M Martain Karim Bertutur tentang KH Hamid Chasbullah

3 Desember 2019   11:00 Diperbarui: 3 Desember 2019   11:03 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saat acara haul KH. Abdul Hamid Chasbullah Tambakberas pada tanggal 12 MEI 2018 di GOR Bahrul Ulum, didatangkan salah satu santri KH. Abdul Hamid, yakni KH. M. Martain Karim (75), pengasuh pesantren Al Hidayah di Batu, Malang, sekaligus pengurus jam'iyyah Ahlit Thariqah al-Mu'tabarah an-Nahdliyyah sebagai rois idaroh wustho Jawa Timur. Kiai Martain yang mondok di Tambakberas sejak tahun 1955 hingga 1961 ini bercerita bahwa Mbah Hamid adalah sosok Kiai yang alim, aris, tawadlu', istiqomah dan wirai.

Begitu alimnya beliau, sehingga sering menjadi mitra diskusi kakak kandungnya, Kiai Abdul Wahab Chasbullah tentang hukum fiqih. Dalam menanggapi pertanyaan Mbah Kiai Hamid menjawab diluar kepala, "Kang, jawabane iku nang kitab iki, shohifah sakmene" (Mas, jawabannya itu ada di akitab ini,halaman in). Begitu kitab yang dirujuk Mbah Hamid dibuka oleh Mbah Wahab, ternyata ta'bir kitab persis seperti yang dicari Mbah Wahab, dan yang dikatakan Mbah Hamid.

Kiai yang pernah disuapi langsung oleh Mbah Hamid dari sisa daharannya Mbah Hamid ini mempunyai pengalaman lain tentang Mbah Hamid yang saat difoto seringkali hanya kelihatan klompennya (sandalnya) saja. Tidak hanya sulit difoto, Mbah Hamid juga terkenal ahli menghentikan hujan. Kalau pawing hujan sekarang biasanya merapalkan doanya beberapa hari sebelum hari H suatu acara. Namun bagi Mbah Hamid seketika itu juga. Kiai Martain yang setelah dari Tambakberas melanjutkan mondok ke Lase mini menyaksikam sendiri saat imtihan (haflah), hujan deras luar biasa sdi pondok Tambakberas. Dalam kondisi demikian, Mbah Hamid naik podium sambal membawa pisang raja satu biji. Pisang dikelupas dan dimakan. Begitu pisang tadi ditelan, hujan berhenti. Sayangnya beliau tidak tahu doa apa yang dibaca Mbah Hamid.

Di luar tentang karomah diatas, Mbah Hamid merupakan Kiai penggemar kopi. Beliau jika belum minum kopi, biasanya akan mengantuk dan tertidur saat mengajar santri ba'da subuh. Hal ini begitu dipahami oleh Bu Nyai Khodijah (Mbah Den), sehingga kopi akan selalu tersedia di pagi hari sebelum beliau memulai rutinan mengaji, bahkan tiap ngaji selalu tersansding kopi di sisi meja ngaji Mbah Hamid.

Begitu pahamnya a Mbah Nyai Khodijah akan kebiasaan Mbah Hamid, terkadang mbah Nyai Khodijah "menggoda" Mbah Hamid dengan kebiasaannya itu. Kalau setiap pagi sewaktu Mbah Hamid akan mengaji selalu tersedia kopi. Tetapi setelah pulang dari Sambong (ke ndalem Bu Nyai Mukminah), terkadang kopi tidak disediakan sehingga Mbah Hamid mengantuk dan tertidur di depan santri yang hendak mengaji.

Tidak hanya bercerita tentang Mbah Hamid, Kiai Martain yang kawan akrab Kiai Masduki (kakak KH. Miftahul Akhyar) saat mondok di Tambakberas ini juga bercerita tentang Mbah Wahab . Gus Latif Malik dapat cerita bahwa sepulang dari mondok di Lasem Kiai Martain mendirikan pesantren di Surabaya. Sebagai santri, beliau sowan ke Kiai Wahab untuk meminta restu.

Ternyata saat itu di ruang tamu Mbah Wahab ada Kiaidari pesantren Al Ittihad Poncokusumo, Malang yang membutuhkan ustadz. Begitu Kiai Martain mengucap salam, Mbah Wahab langsung berkata, "wes iki ae" (sudah, ini saja yang menjadi ustadz). Akhirnya Kiai Martaintidak jadi minta restu, sebagai santri yang baik, beliau ikut dawuh Mbah Wahab dengan meninggalkan pesantren yang baru dibangun , dan mengajar di pesantren Al Ittihad

Akhirnya pesantren Al Ittihad berkembang pesat dengan ribuan santri berkat petunjuk Mbah Wahab tersebut. Setelah itu, baru Kiai Martain mendirikan pesantren sendiri di Batu, Malang.

Tidak hanya bertutur tentang manakib Mbah Hamid, alhamdulillah kami diberi ijazah Al Fatihah dari Kiai Martain yang diajarkan oleh Mbah Hamid. Kaifiyah-nya agar sesering mungkin, kapan pun, dan dimana pun membaca Fatihah. Ijazah Al Fatihah ini sama seperti yang diajarkan oleh santri Mbah Hamid yang lain, yakni Kiai Ma'shum dari Kedunggudel, Ngawi. Namun hanya beda waktu membacanya yaitu 7 kali selesai sholat lima waktu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun