Invasi Rusia ke Ukraina telah memicu pergerakan pengungsi terbesar di Eropa sejak Perang Dunia Kedua. Setelah lebih dari sepekan, dilaporkan hampir dua juta orang telah meninggalkan Ukraina.
UNHCR atau Komisari Tinggi PBB untuk urusan Pengungsi awalnya memperkirakan akan ada empat juta orang akan mengungsi, namun sekarang mereka mengatakan sekitar 10 juta orang pada akhirnya akan mengungsi.
Di sisi lain, Uni Eropa (UE) menyebutnya sebagai krisis kemanusiaan terbesar yang telah disaksikan Eropa dalam beberapa tahun kebelakang.
Penting untuk diingat, belum lama ini, benua Eropa telah menghadapi tantangan kemanusiaan kritis lainnya, yaitu terjangan gelombang pengungsi 2015 yang dipicu konflik di Suriah.
Menariknya, tanggapan Eropa sangat jauh berbeda terhadap dua situasi krisis ini.Â
Sikap perbedaan ini turut membantu menjelaskan mengapa beberapa dari mereka yang melarikan diri dari Ukraina, khususnya warga negara Afrika, Asia, maupun Timur Tengah, tidak menerima perlakuan yang sama seperti warga Ukraina.
Polandia beserta Slovakia telah mengizinkan warga Ukraina untuk memasuki negara mereka tanpa paspor atau dokumen perjalanan lainnya yang sah.
Negara EU lainnya, Irlandia, juga telah mengumumkan pencabutan persayaratan visa bagi orang-orang yang datang dari Ukraina.
Dalam skema ini, para pengungsi dari Ukraina akan ditawarkan perlindungan sementara hingga tiga tahun di negara-negara Eropa tanpa harus mengajukan permohonan suaka. Artinya, mereka ini akan mendapatkan hak izin tempat tinggal dan akses ke pendidikan, perumahan, dan tawaran pekerjaan.
Lebih dahsyat lagi, EU juga mengusulkan penyederhanaan kontrol perbatasan bagi para pengungsi dari Ukraina. Pengungsi Ukraina dapat melakukan perjalanan selama 90 hari bebas visa di seluruh negara Uni Eropa.