Mohon tunggu...
Muhamad Saudi
Muhamad Saudi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kopi hitam

Penikmat kopi hitam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pak Tani dan Kekasihnya

9 Juni 2019   00:18 Diperbarui: 9 Juni 2019   01:02 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pak Tani.. biasa bekerja di sawah setiap harinya mulai jam 6 pagi dengan cangkul yang mata pisaunya hanya tinggal sebelah. Dibilang nyaman memakai cangkul bekas, tidak juga. karna untuk membeli cangkul yang baru harganya Rp.85.000,-, itu artinya Pak Tani harus kehilangan 22,5kg gabah(harga gabah 3700/kg), Jadi ya pakai saja cangkul yang ada. Kecuali kalau satu-satunya cangkul itu sudah hancur-hancur amat kena batu dan sebagainya baru Pak Tani terpaksa membeli, itupun setengah harian adu tawar di toko cangkul, berharap ada pengurangan harga dan uangnya bisa dipakai buat yang lainya.

Untuk mencangkul sawah satu petak (sawah di kami bentuknya petakan) Pak Tani harus menghabiskan waktu 2 hari, itupun tak sampai halus hasil cangkulanya karna masih harus diulang satu balikan lagi. Buang waktu tidak secepat di bajak dengan traktor. Ya sangat buang waktu. Tapi mau di apa lagi, untuk mengupah membajak ke orang yang punya traktor paling tidak ukuran 20x50m petakan sawah Pak Tani harus membayar dengan mahar Rp.100.000,- ditambah makan kopi kue dan rokoknya Rp.50.000,- Jadilah Rp.150.000,- (Setara dengan 40,5kg gabah).

Satu minggu tanah Persemaian telah jadi, bibit telah tumbuh, Lagi lagi Pak Tani tak mampu membeli bibit yang dianjurkan pemerintah yang katanya unggul dan tahan hama, karna harganya sama dengan sebilah mata cangkul Rp.85.000,-/5kg benih (seharga dengan 22,5kg gabah). Akhirnya bibit yang Pak Tani pakai dari sisa panen musim tadi, bila ingin berganti jenis padi Pak Tani saling bertukar benih dengan petani lainya.

18 hari semai sudah siap ditanam, Pak Tani menanam dengan anak isterinya demi mengurangi biaya, karena jika diupahkan paling tidak memakai 2 orang pegawai yang upahnya masing-masing Rp.35.000,-/setengah hari. Ditambah makan kopi dan kue. Jadilah Rp.100.000,-/2 orang.(sama dengan 27kg gabah).

5 hari sesudah di tanam Pak Tani hanya mampu membeli pupuk urea bersubsidi sebanyak 5kg, atau paling banyak seada duit dikantong Rp.20.000,-(seharga gabah 6kg).
Bukan Pak Tani tidak tahu urea yang bagus untuk padinya, bukan Pak Tani tidak kenal dengan pupuk phonska, NPK dan mutiara,  bukan juga Pak Tani tidak mau bagus hasil panennya, tapi Pak Tani tak mampu membeli dan seitulah kekuatan Pak Tani dalam menggarap sawahnya.

Selang berapa lama Pak Tani harus mulai merumput, menambal padi yang telah dimakan hama keong mas, (bukan tidak dibersihi itu keong mas tapi karena saking banyaknya, ada lagi ada lagi). Bisa saja diracun keong mas itu, tapi biarlah... daripada uang yang ada dipakai untuk meracun keong mas lebih baik dipakai buat kepentingan lain.

Pak Tani merumput sama seperti bertanan dibantu oleh istri dan anaknya. Karena kalau harus diupahkan yaitu tadi harus ada biaya sebanyak Rp.100.000,-(setara gabah 27kg).
Masa buah telah muncul.. Pak Tani mulai bingung memikirkan kemana mencari uang untuk membeli obat pengusir hama kungkang dan kawan-kawanya. Sangat Murah padahal harganya cuma Rp.35.000,- (seharga gabah 9kg) tapi lagi-lagi karna himpitan ekonomi dengan berbagai macam kebutuhan yang harus dipenuhi dan nasib sebagai petani kecil akhirnya tak terbeli.

Sekalinya obat hama terbeli, buah padi sudah hampir rata, Pak Tani harus pinjam tangki semprotan sana-sini. Kebetulan alat yang mau dipinjam ada yang sedang dipakai, ada yang rusak, dll. Yang pada akhirnya Pak Tani mengakalinya dengan semprotan pipa kecil. Bahkan masih ada yang menggunakan daun pisang yang disuir-disuir.

Bukan Pak Tani tidak tahu jika bertani itu modal penting setelah cangkul adalah alat semprotan. Tapi mau diapa lagi harga semprotan di toko Rp.600.000,- (setara dengan 162kg gabah). Dan tak pernah terbeli.. sekalinya terbeli petani sudah baru saja menggadaikan sawahnya ke tetangga.

Tiba waktunya masa panen, bekas hama tikus hama wereng hama kungkang dan teman-temanya, Pak Tani Tak mau ambil pusing yang penting panen. Yang habis dimakan oleh hama anggap saja sebagai sedekah ke hewan. Kata Pak Tani saya  hanya percaya jika sudah rejeki pasti hasilnya berkah.

Hanya mengandalkan alat dari drum plastik Pak Tani memanen Padinya, dipotongnya padi dipukulkan ke drum begitu sterusnya. Dalam satu petak garapanya Pak Tani dapat 4 karung gabah. Rata-rata perkarung hasil gabah 50kg berarti 200kg. Itu jika dikerjakan sendiri oleh Pak Tani, lain cerita jika diupahkan ke orang lain. Karna jika diupahkan.. per 10kg gabah Pak Tani harus membayar 1,5kg gabah ke yang mengerjakanya. Otomatis 30kg gabah akan hilang jadi upah, (ditambah memberi makan, kopi,kue dan rokok) jika dikonversikan ke gabah habislah 13kg gabah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun