Mohon tunggu...
Muhamad Saudi
Muhamad Saudi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kopi hitam

Penikmat kopi hitam

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hakikat Lebaran

8 Juni 2019   02:10 Diperbarui: 8 Juni 2019   02:17 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kita sebagai Anak cucu Nabi Adam dan makhluk sosial, pasti pernah dan masih punya salah kepada orang tua, isteri mertua, anak, ipar, keluarga, saudara, guru-guru, sahabat, tetangga, rekan kerja relasi bisnis, dll. sudah sepatutnya kita meminta maaf dan meminta kehalalannya atas kesalahan-kesalahan dan dosa kita terhadap mereka. Sebab dosa yang terjadi antar sesama manusia (haqqul adami) hanya akan diampuni oleh Allah Subhaanahu wata'ala bila orang yang kita zalimi itu memaafkan kita. Lain halnya dengan dosa kita kepada Tuhan.

Allah akan mencurahkan rahmat-Nya kepada seseorang yang mau mengakui kesalahanya kepada sesama manusia dan meminta maaf akan kesalahannya itu.

Rasulullah saw. bersabda:
"Allah merahmati seorang hamba yang pernah berbuat zalim terhadap harta dan kehormatan saudaranya, lalu ia mau datang kepada saudara yang dizaliminya itu untuk minta kehalalannya sebelum ajal menjemput ... (HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah)

Setiap orang sudah bisa dipastikan punya salah. Setiap orang hampir pasti pernah berbuat dosa dan maksiat. Rosululloh sendiri menyatakan demikian. Bahwa semua Anak Adam banyak berbuat dosa dan maksiat. Dan sebaik-baik pendosa dan yang suka bermaksiat adalah orang yang banyak -banyak bertaubat.

Allah berfirman, "Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang banyak bertaubat."

Bila kita mengakui kesalahan dihadapan orang lain dan memohon maaf itu bukanlah aib apalagi dosa, Bukan pula kita telah  merendahkan dan menjatuhkan martabat diri bila kita mengaku khilaf pada sesama. Bahkan semua itu akan melahirkan cinta-Nya kepada kita.

Manusia memang tinggal di satu tempat yang sangat tinggi kedudukanya yaitu martabat. Tidak mau dinistakan sekalipun nista dan tidak mau dihinakan sekalipun hina dina.

Tapi Apalah artinya mempertahankan diri bergelut dengan ego, bertengkar dengan hati hingga tak mau datang meminta maaf. Apalah artinya mengurung diri dalam malu gengsi enggan hingga sungkan mengaku khilaf.

Untuk apa menunda-nunda dan melambat-lambatkan langkah guna meminta maaf? Bukankah menunda-nunda satu hal kebaikan sama saja dengan mundur seribu langkah dalam hal ibadah? Bukankah cinta dan rahmat Allah jauh lebih mulia ketimbang ego, harga diri, dan rasa malu ini? Maka marilah kita datang lebih dulu Mengaku salah Mengetuk pintu rumah saudara kita. Hingga terketuk pula hatinya untuk memaafkan kita.

"Laa tuj'alu ilal goddi maa yumkinuka 'an tu'allimahul yaum" Jangan menunda apa yang kamu bisa kerjakan hari ini". Karna waktu tidak akan terulang, karena kita tidak pernah ada yang tahu apakah esok kita masih bisa bernafas sebelum kita minta kehalalan atas kesalahan kita. Kita mulai dengan bersalaman saja dulu.

Saudaraku, jangan sampai tumpukan dosa itu kita bawa mati. Sebab harga bayarnya akan ditanggung dari tabungan amal kita. Masih bagus jika tabungan amal kita tersisa, jika amal baik kita sudah habis tanpa sisa? maka sebagai ganti kejahatan kita di dunia yang belum kita minta kehalalannya, dosa orang yang kita jahati akan dialihkan menjadi tanggungan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun