Mohon tunggu...
Muhamad Saudi
Muhamad Saudi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kopi hitam

Penikmat kopi hitam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Politik dan Luka Warga

4 Juni 2019   01:18 Diperbarui: 4 Juni 2019   01:20 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak cuma itu. Ini yang miris, mereka satu sama lain sudah ada yang saling menjatuhkan calon lawan. Dan caranyapun beraneka ragam. Ada yang lucu buat penulis, dari ketiga calon kades yang sudah bener-bener siap bertanding di desa penulis, ketiganya sudah mendatangi penulis dan meminta agar penulis bila ada niatan mencalon kades mohon dengan sangat agar periode ini jangan dulu naik. Alasanya beragam. Whatt!?!?

Mereka dapat berita darimana kalau penulis mau ikut pilkades??? Padahal saya belum pernah mengeluarkan pernyataan ini baik di khalayak ramai maupun bicara pribadi ke pribadi???  Tapi biarlah.. mungkin ini berawal dari dulu ada sebagian warga yang meminta penulis agar ikut kontestasi kades yang belum penulis iyakan permintaanya, yang akhirnya tanpa sengaja berita itu makin tersebar luas dari kampung ke kampung.

Tapi terlepas dari tidaknya penulis mau mencalon di pilkades periode ini, itu tak jadi masalah. Yang jadi pertanyaan penulis? Kenapa nama penulis ramai di jual oleh para calon yang sedang kampanye? Apakah mereka menjadikan penulis sebagai lawan kuat? Menghitung kekuatan suara penulis?  Kenapa juga  mereka mencoba membendung hak politik seseorang? seperti halnya para kandidat yang meminta penulis jangan dulu naik bila ada niatan. Pada ujungnya penulis merasa besar kepala dan punya asumsi sepertinya jika memang penulis mencalonkan diri periode ini bisa jadi menang dengan mudah.haha..

Lalu pertanyaan terbesar penulis Ada apa di dalam jabatan kades sehingga mereka "berjuang" sampai segitunya? Oke biarkan tanya itu terjawab dengan seiringnya waktu.

Lupakan tentang penulis yang kata para "calon kandidat" mau ikut kontes pilkades.

Ramai lagi... warga. Ada yang sudah memiliki pilihan, ada yang sudah bulat dukunganya ke calon anu, ada juga yang baru mau mengusung calon. Dan yang tak pernah ketinggalan... sang pendengar setia si heem dan si iya penikmat rokok dan kopi gratis disetiap perkumpulan warga

Mulai lagi gesekan-gesekan kecil di masyarakat karna beda akan calon pilihanya. Yang tadinya biasa biasa saja sudah mulai saling curiga, yang sudah kelihatan arah dukunganya sudah dijauhi,  gerak tak bebas diam serba salah.

Kita rajin gotong royong, bagi yang pro katanya bagus untuk menarik hati pemilih, bagi yang kontra ada maunya baru turun ke masyarakat.
Kita rutin ikut pengajian di desa dan kecamatan, kata yang mengusung mantap itu, calon kades yang religius. bagi yang kontra halah.. pencitraan.

Sibuk saja dengan pekerjaan di kantor dan berdiam diri di rumah sepulang kerja, kata yang pro ayolah... kita mulai dari sekarang mengenalkan diri, bagi yang kontra calon kades kok kuper, gimana mau ngurus warga

Rumit memang menjadi masyarakat, apalagi ketika dihadapkan dalam hal politik. Emosi dimainkan hatinya terluka.
Tidak bisakah politik membuat sistem tetap berjalan sesuai porosnya, dan masyarakat tetap dalam guyub dan kerukunanya.
Salam Penulis baru yang masih perlu banyak bimbingan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun