Mohon tunggu...
Pakde Amin
Pakde Amin Mohon Tunggu... Penulis - Perjalanan Dalam Mencari Harmonisasi Kehidupan Diri

Belajar menikmati dan memaknai kehidupan melalui kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Humor Sufi: Roda Pedati

22 Februari 2022   22:30 Diperbarui: 22 Februari 2022   22:36 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Aktivitas perjalanan manusia tidaklah berhenti dan jika ini terjadi maka tamatlah kehidupan di dunia ini.  Keyakinan diri bahwa esok masih ada harapan dapat dilihat dari usaha dan harapan untuk tetap memiliki optimisme  untuk menyongsong kehidupan yang lebih baik.  Hal ini terlihat dari usaha dan upaya yang dilakukan agar kehidupan esok hari lebih baik dibanding dengan hari ini.

Realita dalam mengamalkan semboyan "esok harus lebih baik dari hari ini" dilakukan dengan terobosan-terobosan keilmuwan yang semakin canggih yang memudahkan  "kerja" untuk membiayai atau menjalani kehidupan.  Namun hasil yang didapat dari pengembangan pengetahuan ternyata menghasilkan hasil yang tidak simetris.  Hal ini dibuktikan dengan kehidupan manusia yang mengalami ketidakseimbangan baik keseimbangan pribadi maupun keseimbangan alam semesta.

Fenomena musibah baik bencana alam dan wabah sebagai peristiwa luar biasa dan beruntun yang terjadi akhir-akhir ini menunjukkan hasil kerja manusia yang tidak seimbang. Memang di satu sisi ada yang diuntungkan dengan peristiwa tersebut karena hal itu memang disengaja atau tidak sengaja akibat "kerja" mereka.  Namun disisi lain banyak saudara ataupun diri kita sendiri berada di posisi yang selalu menjadi obyek yang dirugikan akibat terlalu sibuk dengan "diskusi" hal sepele dibandingkan mereka yang sibuk mengembangkan terobosan-terobosan ilmu yang baru.

Adanya dua sisi kehidupan manusia ada yang di atas sebagai bagian yang menikmati hidup dalam kondisi kebahagian dan sebagian lagi merupakan bagian yang berada dibawah dalam kondisi teraniaya.  Hal ini bagaikan roda pedati yang menggambarkan kondisi manusia dengan adanya fenomena-fenomena yang terjadi.  Kesadaran "manusia yang baik" haruslah muncul hidup adalah berputar bagaikan sebuah roda yang berjalan.

Keyakinan yang harus dimiliki diri manusia bahwa hidup adalah seperti pergiliran antara siang dan malam atau antara posisi di atas dan dibawah adalah hal yang wajib dipegang dalam kehidupan di dunia ini.  Memang bukan kata asing mendengar bahwa hidup bagaikan roda pedati, namun kesadaran diri hanya muncul ketika posisi kita di bawah dalam kondisi yang tertindas.  Apa penyebabnya ketika diri kita lupa dengan filosofi hidup itu manakala posisi di atas?  Jawabannya adalah manusia lupa atau lalai karena sifat yang umum dimilikinya namun itu bukan jawaban yang benar hanya sekedar pembenaran diri.

Kelupaan diri dengan Roda Pedati

Tubuh manusia adalah sempurna dengan diciptakan dalam dua unsur yaitu jasmani dan ruhani.  Kehidupan dua unsur ini akan dipenuhi dengan diri manusia yang memiliki nafsu dan amarah.  Seandainya manusia tidak memiliki nafsu makan maka mungkin diri kita tidak akan tertarik pada makanan dan menyebabkan diri lumpuh dan tidak dapat berkembang atau hidup di dunia ini.  Saat perut sudah kenyang maka berakibat hilangnya nafsu makan tersebut. Dan  asupan makan inilah yang diperlukan akibat perangkat nafsu yang diberikan oleh Sang Pencipta.

Sedangkan amarah dapat diartikan sebagai bentuk nafsu diri yang tidak terkontrol yang diakibatkan oleh kendali diri yang lemah.  Ketika nafsu makan tidak terkontrol maka itu dapat dikatakan sebagai amarah diri untuk selalu makan.  Hal ini pasti akan memunculkan sesuatu yang kurang benar dan berdampak pada diri sendiri maupun kepada orang lain karena bagian makannya diambil oleh diri yang tidak bisa mengendalikan amarahnya.  Maka diri yang berilmu pasti akan mampu untuk mengendalikannya tetapi orang yang tidak berilmu sama sekali tidak mengerti bagaimana mengarahkan nafsu pada jalan yang benar.

Kesadaran diri bahwa hidup bagaikan roda pedati ketika diri dalam kondisi lapar maka ibarat diri dalam posisi di bawah,  karena ada dorongan untuk makan maka diri akan naik.  Naiknya ini disesuaikan dengan kapasitas diri maka diibaratkan besarnya roda pedati pun akan berbeda beda.  Ketika kapasitas diri yang kecil namun memiliki keinginan agar bisa menjadi roda yang besar adalah bentuk amarah karena melebihi kapasitas nya.  

Diri yang tidak memiliki kesadaran biasanya lupa dengan filosofi roda pedati adalah terbujuk oleh amarah yang muncul akibat minimnya ilmu yang dimilikinya terlebih saat dirinya di atas.   Ilmu yang tidak dimiliki ini adalah hubungannya dengan keseimbangan kehidupan umat manusia atau diri mereka lalai akibat kenikmatan palsu.

Betapa banyak diri kita yang berfoya-foya dari uang yang dimilikinya untuk hal yang tidak berguna atau hanya untuk kebutuhan kepuasan diri (pretise).  Karena diri tidak sadar bahwa hidup adalah roda pedati dan saat diri kita diatas mungkin hal ini adalah hal yang wajar dan tidak merugikan orang lain.   Hidup yang demikian karena diri adalah pengejar kenikmatan duniawi yang tak pernah terpuaskan maka menjadi tujuan utama dalam kehidupannya.   Perilaku yang kenikmatan ini menjadi tujuan hidupnya maka derajat sebagai manusia turun serendah-rendahnya dibawah derajat hewani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun