Kitab kuning merupakan elemen integral dari tradisi sebagian besar pesantren di Indonesia, sehingga keterkaitan antara kitab kuning dengan pesantren seringkali digambarkan sebagai dua sisi dari sebuah mata uang yang sama. Keberadaan pesantren meminjam konsrtuk teoritis fungsionalisme Weberian,menjadi blue print bagi komunitas pesantren secaa umum dan masyarakat disekitarnya pada umumnya yang memberi modal bagamana seorang muslim hidup dalam bingkai rambu-rambu yradisi keislaman yang sesuai dengan cara hidup para ulama terdahulu. Kitab kuning telah menyediakan pandangan dunia bagi sekelompok komunitas muslim tertentu yang dalam terminologi Geertzian disebut sebagai kaum 'santri' untuk mereplikasi secara kreatif perilaku-perilaku salih yang diconthkan oleh para ulama terdahulu.
Terutama bagi kalangan santri tradisionalis yang tidak terlalu bersemangat menganjurkan umat muslim untuk melakukan perujukan langsung kepada Al-Qur'an dan Hadist dalam proses perilaku kesalihan mereka kitab kuning yang ditulis oleh para pakar keagamaan pada periode  sejarah tertentu menjadi sangat krusial, terutama dalam memjembatani pemahaman keagamaan mereka dengan kedua sumber utama islam yang dimaksud. Berbeda dengan kalangan santri modernis yang sangat menganjurkan umat muslim untuk melakukan penggalian langsung terhadap Al-Qur'an dan hadist dalam setiap kali melakukan ijtihad atas persoalan-persoalan agama. Kalangan santri tradisonalis memperlakukan kitab kuning pada posisi yang teramat istimewa, sedemikian rupa sehingga perujukan langsung kepada kedua sumber suci tersebut cenderung dihindari sebelum mencari jawaban atas persoalan-persoalan keagamaan mutakhir dalam lembaran-lembaran kitab kuning.