Mohon tunggu...
Mudayat Haqi
Mudayat Haqi Mohon Tunggu... Dosen - BERKARYA DAN BERMANFAAT

Dosen Tetap Stiamak Yayasan Barunawati Biru Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Drakor dari Riset, Ikatan Cinta Meski Diriset

28 Januari 2021   08:58 Diperbarui: 28 Januari 2021   10:34 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya sangat terinspirasi dan tergelitik salah satu tulisan yang dimuat di Kompasiana tanggal 27 Januari 2021 yang  dituangankan oleh  Ketua STIAMAK, Dr. Nugroho Dwi Priyohadi, M.Sc., dengan tajuk "Bahkan Drakor Dibuat Berdasarkan Riset". Drakor yang digemari banyak lapisan penggemar kelas dunia. Seketika itu pikiran saya melesat ingin meresponnya, dengan membuat tulisan  dan  mengambil quote kata pada judul itu. Sehingga, judul tulisan saya  "Drakor Dari Riset, Ikatan Cinta Meski Diriset".  

Ikatan cinta seperti judul sinetron aja...yang lagi digandrungi massa. Yang saya maksudkan ikatan cinta di sini adalah ikatan cinta guru,ortu, dan anakku saat pembelajaran melalui daring tiap harinya. Ihwal ini adalah sebuah ikatan cinta antara guru, ortu, dan anakku dalam "kemesraan belajar". 

Betapa tidak? Tiap hari terjadi interaksi "yang indah" dari ketiga pihak yang memberikan penguatan dan merekatkan sinergi keterlibatan langsung antara pendidikan formal( sekolah), informal(keluarga), termasuk nonformal(masyarakat). Ini sangat indah. Setiap hari terjadi interaksi "mesra" saling berkomunikasi dalam proses pembelajaran tersebut. Seperti halnya yang kami alami saat ini pada anak keempat kami yang masih duduk di SD.

Ceritanya,tiap pagi anak saya bergegas bangun, langsung mandi, dan siap-siap menunggu unggahan dari Bu Guru. Jadi, telepon dari  guru sekolah malah ditunggu-tunggu, karena kalau zaman dulu ortu merasa takut jika dapat telepon dari guru sekolah, kalau tidak anaknya nakal...ya belum bayar SPP. Itu dulu, sekarang tidak. 

Kebiasaan dialogis yang positif sekarang ini, akhirnya menjadi kebiasaan yang melahirkan sebuah siklus peradapan baru "membangun simpul kanal merdeka komunikasi" dalam adaptasi situasi kondisi masa pandemi. 

Orang tua dan anak tidak lagi merasa takut "nerves" lagi. Bahkan, ada sebagian mahasiswa sudah "keranjingan belajar" melalui daring,Tapi jangan disalahgunakan menjadi stigma negative.  Maka, perlu adannya pendekatan kiat jitu keranjingan belajar melalui daring. Seperti  literasi yang pernah saya baca dulu "Keranjingan belajar" yang ditulis salah satu motivator & konsultan pendidikan Suhadi Fadjaray.

Saya masih ingat awal-awal pembelajaran melalui daring ini menjadi beban psikologis tersendiri bagi orang tua karena harus ikut belajar lagi. Tapi, lama kelamaan menjadi sebuah aktivitas yang produktif positif dalam hal pendampingan kepada anak sendiri. Dan, orang tua(Bunda) menjadi layak  disebut pendidik pertama bagi anak-anaknya(seperti dalam syair: Al Ummu madrosatul 'ulaa).

Ikatan cinta berupa "kemesraan belajar mengajar" antara guru, ortu, dan anak menjadi fenomena yang sangat menarik untuk dicermati lebih lanjut.Hal tersebut bisa jadi dibuat riset bagi dunia kampus. Sekali lagi "Kemesraan merdeka belajar juga merdeka komunikasi" antara guru, ortu, dan anak meski diriset agar melahirkan formula efektif. Dan, harapannya berkorelasi dengan program Mas Menteri, Nadiem Makarim, Mendikbud RI, Merdeka belajar kampus merdeka. Semoga masa pandemi ini makin banyak arti.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun