Mohon tunggu...
M Saekan Muchith
M Saekan Muchith Mohon Tunggu... Ilmuwan - Dosen UIN Walisongo Semarang dan Peneliti Pada Yayasan Tasamuh Indonesia Mengabdi

Pemerhati Masalah Pendidikan, Sosial Agama dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengkritisi Surat Edaran Bupati Demak Jateng

11 Januari 2020   16:55 Diperbarui: 11 Januari 2020   16:58 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bupati Demak mengeluarkan Surat Edaran (SE) nomor 450/1 tahun 2020  tentang Larangan Bertamu diwaktu menjelang maghrib sampai dengan isya' yang ditanda tangani tanggal 2 januari 2020.

Dalam surat edaran tersebut dijelaskan bahwa dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt serta mendukung visi pemerintah kabupaten Demak dalam mewujudkan Gerakan Maghrib Matikan TV agar mengaji maka dikeluarkan dua himbauan ;

Pertama, tidak menerima tamu/ kunjungan atau bertamu/ berkunjung pada saat menjelang waktu maghrib sampai isya tiba ( pukul 17.00 - 19.00 wib) agar masyarakat dan keluarga dapat memanfaatkan waktu dengan melakukan aktivitas mengaji atau belajar agama atau pengetahuan umum.
Kedua, tidak melakukan aktivitas perayaan/kegiatan tanpa memiliki izin dan bertentangan dengan peraturan yang berlaku.

Himbauan tersebut dikecualikan dalam tiga hal yaitu; besuk orang sakit baik dirumah sakit maupun dirumah si sakit, ta'ziyah dan acara pernikahan, khitanan, pengajian dan kegiatan keagamaan lainya.

Secara umum, menurut saya Surat Edaran ini tidak tepat sasaran. Mengapa? Sasaran utama Surat Edaran untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan dan mengharap agar masyarakat Demak ada waktu untuk ngaji atau bajar agama. Tetapi mengapa yang dihimbau itu melarang bertamu atau menerima tamu di waktu maghrib sampai isya? Seakan akan, masyarakat Demak tidak ngaji/belajar itu karena bertamu atau menerima tamu di waktu menjelang maghrib sampai isya. Selama ini  orang jawa sudah paham betul tentang etika bertamu kalau bertamu itu berusaha tidak menjelang maghrib dengan alasan sedang khawatir mengganggu ibadah.

Justru masyarakat pada waktu menjelang maghrib sampai isya belum atau tidak ada dirumah bersama keluarga disebabkan karena urusan ekonomi. Mereka masih bekerja di sektor formal seperti karyawan Bank, petugas keamanan Polisi atau Satpam kantor atau perusahaan. Para pekerja sektor informasi seperti pejaga toko moderen, toko tradisional, petugas pertamina (Pom), dan para pedagang kaki lima (PKL) justru jam tersebut baru mulai bekerja. Apa Bupati mau melarang mereka bekerja dengan alasan supaya mereka ngaji atau belajar agama di rumah? Inilah kejanggalan utama dari SE Bupati.

Secara rinci atau khusus ada beberapa hal yang perlu dicermati;
Pertama, dari aspek substansi,  Surat Edaran Bupati dapat dikatakan terlalu jauh intervensi  dalam urusan pribadi. Belajar agama atau ngaji itu urusan dan tanggung jawab masing masing pribadi. Apa lagi harus "dipaksa" ngaji di waktu maghrib sampai isya. Masyarakat punya hak dan pilihan waktu sendiri sendiri untuk ngaji atau belajar agama. Bahkan tidak ngajipun tidak bisa di paksa atau diancam dengan apapun. Inilah kejanggalan secara substantif.

Kedua, dari aspek kebijakan, Surat Edaran Bupati dapat dikatakan tidak tepat. Kalau Bupati memiliki visi meningkatkan keimanan dan ketaqwaan masyarakat Demak, maka yang dilakukan bukan membuat kebijakan melarang bertamu atau menerima tamu di waktu maghrib menjelang isya tapi membuat regulasi (Perda atau Perbup) tentang pemberdayaan pendidikan Islam. Misalnya Perda atau Perbup tentang Pemberdayaan Masjid/ musholla, pesantren, TPQ, Madin, majelis ta'lim, pengelolaan zakat profesi, pengelolaan wisata religi dll. Dengan kebijakan yang seperti ini akan lebih mengena atau tepat sasaran dalam upaya meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan masyarakat Demak yang dikenal sebagai kota wali. Inilah kejanggalan secara manajerial atau kebijakan.

Ketiga, dari aspek pengaruh atau dampak, Surat Edaran Bupati tidak akan berpengaruh bagi rakyat Demak. Karena Surat Edaran apa lagi  isinya hanya himbauan tidak memiliki daya ikat atau daya paksa. Artinya masyarakat yang melanggar SE tersebut tidak akan diberi sanksi apapun. Saya memprediksi Surat Edaran tersebut hanya ada di dalam dokumen atau tulisan tidak akan bisa diimplementasikan. Secara ekstrem ini kebijakan yang sia sia atau mubazir. Inilah  kejanggalan berikutnya dari SE ini.

Surat Edaran Bupati Demak ini perlu dijadikan bahan pelajaran bagi  daerah lain, dalam membuat kebijakan harus dipikirkan secara matang dari berbagai aspek agar semua kebijakan yang dikeluarkan benar benar bermanfaat bagi rakyat. Tidak asal buat kebijakan yang ujung ujungnya patut di curigai hanya sebagai pencitraan semata, karena dibuat untuk dilanggar. Artinya kebijakan hanya ada di tulisan tapi tidak bisa di implementasikan.

Dr. M. Saekan Muchith, S.Ag, M.Pd Pengamat Pendidikan dan Sosial Politik Keagamaan IAIN Kudus.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun