Mohon tunggu...
M Saekan Muchith
M Saekan Muchith Mohon Tunggu... Ilmuwan - Dosen UIN Walisongo Semarang dan Peneliti Pada Yayasan Tasamuh Indonesia Mengabdi

Pemerhati Masalah Pendidikan, Sosial Agama dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Politik Uang Dianggap Wajar, Kiai Dilarang Berpolitik

23 Mei 2018   07:55 Diperbarui: 23 Mei 2018   07:58 804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) yang akan dilaksanakan serentak tanggal 27 Juni 2018 dan Pemilu Legeslatif (Pileg) dan Pemilu Presiden (Pilpres) yang akan dilaksanakan April 2019 akan menjadi sarana membangun sistem demokrasi bagi bangsa Indonesia agar terwujud masyarakat adil, makmur, bahagia dan sejahtera seperti yang diamanatkan Undang Undang Dasar (UUD) 1945. 

Seluruh elemen masyarakat diseluruh Indonesia harus ikut aktif (berpartisipasi) secara optimal dalam mensukseskan Pilkada serentak, Pileg dan Pilpres. Ada dua hal yang perlu mendapat perhatian semua pihak terkait dengan Pilkada serentak, Pileg dan Pilpres yaitu tentang politik uang (money politic) dan keterlibatan tokoh agama (Kiai/Ulama).

Lembaga riset lokal Jawa Tengah bernama  Tasamuh Indonesia Mengabdi (TIME) yang memiliki visi " Hadir Mencerahkan" dengan akte notaris nomor 36 tahun 2017 disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM RI nomor AHU-0016968.AH.0104 tahun 2017 melakukan jajak pendapat (polling) berjudul " Persepsi Masyarakat Jawa tengah Terhadap Money Politic dan Peran Kiai/Ulama dalam Pemilihan Umum". 

Survey dilakukan dengan metode random melalui jaringan Whatsapp (WA) yang dikirim ke 285 nomor Whatsapp (WA). Proses pengiriman ke nomor WA dilakukan pada hari Jum'at tanggal 15 s/d 21 Desember 2017 mulai jam 08.30- 16.00 wib. Dari sebanyak nomor yang dikirimi angket survey, ada 255  nomor yang memberikan respon jawaban/ pendapat (N=255).

 Terhadap pertanyaan " Bagaimaan Pendapat anda tentang Money Politic dalam pemilu ?. Yang menjawab pilihan (A). Akan saya terima uangnya, pilihan terserah saya, sebanyak 16 %. Yang menjawab pilihan (B) Money Politik tidak salah kalau untuk ganti uang transport, sebanyak  48 %, dan yang menjawab pilihan (C) Apapun alasanya, money politik tidak boleh sebanyak 36 %.

Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa masyarakat Jawa Tengah tidak memiliki kebencian terhadap praktik politik uang. Mayoritas masyarakat (48 %) memahami bahwa politik uang merupakan hal yang boleh (halal) jika itu diniatkan atau dipahami sebagai uang ganti transport menuju tempat pemungutan suara. 

Sebagian lagi memahami bahwa jika ada oknum yang melakukan praktik politik uang tetap diterima tidak akan dipersoalkan walaupun penerima uang tersebut menjatuhkan pilihannya tidak seperti pesan pemberi uang. Hanya 36 % masyarakat yang tegas mengatakan apapun alasanya politik uang adalah dilarang dan haram.

Dari perspektif sosial, telah terjadi anomali (penyimpangan), satu sisi bangsa Indonesia sedang giat giatnya upaya untuk memberantas korupsi, tetapi disisi lain masyarakat masih memiliki persepsi yang masif terhadap praktik politik uang dalam pemilu. Padahal Politik uang merupakan salah satu bentuk praktik korrupsi yang harus dibersihkan tanpa pandang bulu.

Setidaknya ada tiga faktor yang menyebabkan maraknya praktik politik uang, Pertama, faktor ekonomi (kemiskinan). Di tengah masyarakat yang tingkat perekonomiannya belum stabil, memberi peluang besar terjadinya praktik politik uang. Hal ini disebabkan karena masyarakat miskin secara materi selalu menginginkan materi untuk memeprtahankan nasib kehidupan sehari hari.

 Kedua, faktor akademis, yaitu ketidak tauhan atau ketidakpahaman masyarakat terhadap makna atau manfaat pemilu bagi kehidupan sosial. masih belum banyak masyarakat yang paham betul apa manfaat pemilu bagi kelangsungan demokrasi. Persepsi masyarakat yang menganggap pemilu adalah proses memberi dan menerima uang akan membuka peluang besar para oknum untuk melakukan praktik politik uang.  

 Ketiga, faktor budaya. Adanya anggapan seseorang yang rajin memberi sesuatu materi dianggap orang yang baik dan sukses secara kultur akan mendorong tumbuh suburnya praktik politik uang yang dikemas dengan berbagai istilah seperti, shodaqah politik, pengganti uang transport atau tanda ucapan terima kasih dan lain sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun