Mohon tunggu...
M Saekan Muchith
M Saekan Muchith Mohon Tunggu... Ilmuwan - Dosen UIN Walisongo Semarang dan Peneliti Pada Yayasan Tasamuh Indonesia Mengabdi

Pemerhati Masalah Pendidikan, Sosial Agama dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Muhasabah Kebangsaan, Menghadapi Tiga Penyakit Bangsa

20 Mei 2018   12:35 Diperbarui: 20 Mei 2018   13:09 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) bangsa Indonesia yang di gagasa oleh dr. Soetomo dengan mendirikan organisasi sosial bernama Boedi Oetomo (BO) sudah mencapai usia 110 tahun. Rentang waktu yang dapat dikatakan relatif lama untuk memperjuangkan sebuah cita cita luhur yaitu ingin memiliki suatu bangsa yang berbudaya atau beradab dalam konteks nasional maupun internasional. Walaupun sudah mencapai usia satu abat lebih, bangsa Indonesia belum sepenuhnya mampu meraih cita cita luhur seperti yang diinginkan para pendahulu bangsa khususnya dr Soetomo.

Terdapat  tiga hambatan yang dialami oleh bangsa Indoensia mulai dari tingkat akar rumput, sampai tingtkat elit yang saya sebut penyakit kebangsaan. Setidaknya ada tiga macam penyaakit kebangsaan yang menghambat tercapainya cita cita luhur bangsa Indoensia.

Pertama penyakit pada level elit. Para elit bangsa belum sepenuhnya bisa dijadikan panutan ( uswah) bagi rakyat kecil. Para wakil rakyat ( DPR) yang notabenenya memperjuangkan rakyat ternyata belum mendapat kepercayaan dari rakyat. Hasil survey penulis di Yayasan Tasamuh Indonesia Mengabdi ( TIME) Pada desember 2017, kepuasan mahasiswa terhadap kinerja DPR hanya mencapai 11 %.

Sedang sisanya 89% menyatakan tidak puas terhadap kinerja DPR. Di tahun 2012 penulis bersama pusat penelitian STAIN Kudus juga melakukan survey tentang persepsi masyarakat terhadap Partai Politik ( Parpol). Hasilnya sangat mengejutkan, hanya 2 % yang menyatakan bahwa parpol berjuang untuk aspirasi rakyat. Sebesar 62% mengatakan parpol berjuang hanya untuk dirinya sendiri. Sedangkan yang 31% menyatakan parpol sering berjanji tapi tidak ditepati. Sisanya 5 % menyatakan tidak tau. 

Dari perspektif sosiologis, faktor penyebab rendahnya kepercayaan terhadap elit bangsa lebih disebabkan tidak konsisten antara apa yang di ucapkan dengan perilaku. Para tokoh bangsa belum banyak yang memiliki kesantunan dalam berbicara. Masih banyak kita jumpai para elit bangsa lebih mengedepankan emosional dari pada rasional dalam mensikapi persoalan bangsa ini.

 Kedua, penyakit kebangsaan pada level konstitusi. Bangsa yang sudah merdeka selama 73 tahun ternyata masih ada sebagian elemen yang belum bisa menerima pancasila sebagai dasar negara. Berlindung dibalik alasan berdakwah mereka mengajak untuk mendirikan sistem negara Islam ( khilafah) yang secara otomatis tidak menerima pancasila sebagai dasar negara.

Untungnya pemerintah dengan cepat dan tegas melarang ormas yang nyata nyata tidak setuju dengan pancasila sebagai dasar negara. Pelarangan ormas tersebut dikuatkan oleh putusan Pengadilan Tata Usaha Negara tanggal 7 mei 2018. Terlepas dari pro dan kontra, apapun alasanya jika ingin menjadi bangsa yang besar dan bermartabat maka diskursus tentang dasar negara harus dianggap final ( selesai).

Artinya ruang untuk mendiskusikan mengganti dasar negara harus ditiadakan. Sedikit aja dibuka ruang untuk mendiskusukan tentang kemungkinan mengganti dasar negara berarti sudah membuka pintu gerbang untuk memulai suatu perpecahan antar suku, etnis, agama dan golongan.  Implikasi lain dari penyakit kebangsaan pada level konstitusi adalah maraknya gerakan atau aksi terorisme. Mereka berkeyakinan bahwa negara bersama aparaturnya yang menjaga pancasila dan NKRI dianggap kafir sehingga wajib di perangi.

Bukti nyata ganasnya aksi terorisme dapat dirasakan dalam kerusuhan di mako brimob tanggal 9 mei 2018 yang menelan 5 korban dari polisi dan 1 orang dari napi terorisme. Serangan bom bunuh diri  oleh terorisme di tiga gereja di Surabaya pada hari minggu pagi jam 06.45 -- 07.30 wib tanggal  13 mei 2018 yang mengakibatkan 10 orang meninggal dan 40 korban luka luka. Ledakan bom teroris berlanjut di Rrusunawa Sidoarjo Jawa Timur  hari mingu malam jam 21.00 wib yang menewaskan 4 orang pelaku teroris.

Sehari berikutnya yaitu hari senin 14 mei 2018, terjadi lagi serangan aksi bom bunuh diri di depan Mapolresta Surabaya yang mengakibatkan 4 orang meninggal dan 6 korban luka luka. Aksi teroris masih terus berlanjut, pada hari rabu tanggal 16 mei 2018 pukul 09.15 wib  Markas Polda Riau di Jalan Gajah Mada Pekanbaru diserang 8 orang terduga teroris yang mengakibatkan 1 polisi gugur, 4 teroris tewas dana 4 orang lainya tewas.

 Ketiga, penyakit kebangsaan pada level akar rumput (grassroot). Terkoyaknya sendi sendi kebangsaan di sebabkan oleh konflik horisontal. Masih sering terjadi konflik atau tawuran antar kelompok, antar desa, antar pelajar serta antar organisasi yang ternyata disebabkan hal yang ringan, kecil dan sepele. Ikatan persaudaraan antar sesama manusia sudah mulai luntur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun