[caption id="attachment_342606" align="aligncenter" width="448" caption="Inilah spanduk ucapan selamat untuk tetangga saya sebagai pendonor darah 100x"][/caption]
Oleh MUCH. KHOIRI
Di pintu masuk-keluar gang tempat tinggal saya, wilayah Perumnas Kota Baru Driyorejo (KBD) Gresik, terpasang spanduk berwarna dasar kuning cerah, berlogo PMI alias Palang Merah Indonesia. Bunyinya: “Seluruh warga RT 03 RW XV mengucapkan Selamat dan Sukses kepada ‘Bpk. Sih Harijanto’ atas penghargaan donor darah sukarela 100x yang diterima dari Bpk. Presiden di Jakarta.”
Sekilas spanduk itu biasa-biasa saja, toh begitu banyak spanduk yang terpasang melintang di jalan-jalan, termasuk di wilayah perumnas ini. Namun, saat dicermati seksama, bukan spanduknya yang bermakna, melainkan pesannya, bahwa ada tetangga saya yang telah menerima penghargaan presiden berkat donor darah sukarela 100x. So kereen, tau nggak sih.
Ya, luar biasa. Inilah yang saya kagumi dari Pak Puh—sapaan kami untuk warga senior (orang Amerika menyebutnya senior citizen) di wilayah ke-RT-an kami, Pak Sih Harijanto. Beliau tidak pernah memberitahukan atau pamer sebelumnya bahwa telah rutin melakukan donor darah. Beliau hanya melakukannya begitu saja, dengan rutin, hingga 100x lebih, bayangkan. Beliau ingin melakukannya dengan ikhlas, karena itu tidak pernah berbagi dengan warga lain. Ibaratnya, tangan kiri tak tahu apa yang dilakukannya tangan kanan, begitu sebaliknya.
Selain saya, ternyata banyak tetangga lain yang tidak tahu bahwa Pak Puh sudah sangat terbiasa menyumbangkan darahnya. Entah berapa tahun beliau melakukan perbuatan mulian ini. Padahal kami terbiasa mengobrol atau cangkrukan bersama beliau—terutama di akhir pekan, setidaknya saat pertemuan warga per bulan sekali. Apapun pernah kami obrolkan, apapun yang menyangkut masalah sosial kemasyarakatan—eh, ternyata, tentang kebiasaan berdonor itu, lepas dari tangkapan kami.
Mengetahui spanduk itu, tak ayal, bahagia dan banggalah saya. Juga warga masyarakat di lingkungan kami, saya kira. Ternyata, ada seseorang dari lingkungan kami yang pantas disepuhkan, dijadikan teladan, dalam hal berdonor darah. Berdonor darah tentulah sebuah amalan yang sangat mulia, sesuatu yang bermakna bagi para pasien yang kekurangan darah. Kemulianlah yang berhak diterima Pak Puh dan pendonor lain.
Pak Puh menjadi sumber inspirasi, tentu. Pak Puh selalu tampak sehat dan segar-bugar di usianya yang menjelang 80 tahun. Sebelum subuh atau setelahnya beliau selalu menyirami tetanaman atau jalan agar lebih segar. Setelah itu beliau selalu menempuh jalan sehat (pulang) dengan kaki telanjang—berpapasan saya ketika saya baru berangkat jalan sehat. Kemudian, tatkala gelap sudah sirna dan mentari mulai terbit, beliau sudah tiba di rumahnya—lalu membersihkan lingkungan depan rumah atau menata dagangan toko kebutuhan sehari-harinya.
Kegiatan-kegiatan rutin yang menyehatkan itu ternyata ditunjang kebiasaannya menjadi pendonor darah. Itulah rahasia penting kesehatan beliau. Karena itu, ini inspirasi penting yang perlu segera diterapkan. Untuk menjadi sehat dan segar-bugar, olahraga adalah wajib—plus menjadi pendonor darah, itu sunnahnya. Tidak udah banyak argumen, Pak Puh telah membuktikannya.
Mudah-mudahan inspirasi ini segera bisa saya jalankan. Bukan untuk meraih penghargaan dari presiden di Jakarta sana! Lebih dari itu, saya ingin bergaya hidup sehat dan mendaftarkan diri sebagai pendonor darah. Saya kira, masih banyak orang yang membutuhkan bantuan darah. Di sanalah donor darah akan menemukan maknanya. Selamat untuk Pak Puh yang telah menginspirasi saya.***
Gresik, 22/12/2014
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI