Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humor

Menghukum Artikel di Kompasiana [Edisi Revisi]

1 Juni 2015   12:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:24 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

Sabtu minggu lalu (31/5/2015) saya menayangkan artikel ringan dengan judul serupa, “Menghukum Artikel di Kompasiana”.Saya periksa pagi ini, pukul 10.00 WIB, artikel itu masih ada di daftar sel “Tulisan Terbaru” di Kanal Media.

Oh ya, artikel itu dijebloskan Admin Kompasiana (K) ke sel “Tulisan Terbaru”, karena isinya ringan-ringan saja.Alias gak penting!

Tapi syukurlah, kendati dijebloskan ke dalam sel, artikel itu masih dapat kunjungan lumayan untuk kategori “Tulisan Terbaru” di Kanal Media.Jumlah hitnya 52 hit.Jumlah komentar 18 komentar, termasuk komentar saya sendiri: “Ora HL Ora TA ora problem. Problem kalau artikel dihukum mati” (Ha ha ha, gak lucu!).Jumlah votenya 12 vote: 3 aktual, 1 inspiratif, 3 bermanfaat, dan 5 menarik (termasuk vote saya sendiri).

Mengapa saya bersyukur?Karena dibanding artikel-artikel Kanal Media yang naik panggung TA pada pukul 10.00 WIB itu, jumlah 52 hit tadi hanya kalah oleh perolehan hit artikel Kompasianer Muthiah Alhasany, Christian Kelvianto, dan Niken Satyawati yang sukses naik ke panggung “Trending Article”.

Karena di akhir minggu saya sibuk anjangsana ke rumah sesama petani, maka 17 komentar rekan-rekan Kompasianer tak sempat saya balas.Ketika mau membalas pagi ini, setelah membaca komentar-komentar itu, saya tiba-tiba terpikir memberi balasan kepada mereka dalam bentuk artikel revisi.

Alasannya, komentar-komentar mereka memberi informasi baru pada saya tentang variasi hukuman yang mungkin terjadi di Kompasiana.Juga cara kita untuk menghadapi hukuman-hukuman itu.Saya pikir, bagus juga kalau artikel itu dibuatkan edisi revisinya, berdasar masukan dari rekan-rekan tersebut.Maka jadilah artikel ini.

Tertawalah JikaArtikel Anda Dihukum

Mungkin ada yang bertanya kenapa artikel ini saya tayangkan sekarang di Sub-kanal Humor dalam Kanal Hiburan.

Alasannya, semata-mata karena terinspirasi komentar rekan M. Edy Sunarto ini:“…Sudah ada banyak bukti empiris hukuman mati dilaksanakan dengan riang gembira sentosa tanpa lepas dari tawa lantaran gelak canda tanpa putus-putusnya. … Pelaksana Tugas Algojo hukuman mati memang hanya dua pihak: pemilik RSB Kompasiana dan Orang Tua biologisnya. Bekerja sendiri-sendiri tanpa pernah ada persekongkolan jahat antarkeduanya.”

Jadi, tak perlu tegang jika artikel Anda dijatuhi hukuman mati.Baik oleh Admin K, maupun oleh Anda sendiri sebagai penulis artikel.Pada kesempatan pertama artikel Anda dihukum, tertawalah saja, maka dunia akan teralami lebih baik.

Percayalah, setelah itu kreativitas Anda akan mekar. Sepertikomentar rekan Johanis Malingkas” “Menulislah…tetap menulis walaupun pernah dihukum … yang utama (kita) perlu ikuti ketentuan yang berlaku di (K)ompasiana…”

Oh ya, perlu diketahui hukuman untuk artikel di Kompasiana tidak harus hukuman mati.Ada juga bentuk-bentuk hukuman lain yang sering “menggelikan”.Mari kita buat daftar berbagai hukuman itu.

Inilah Bentuk-bentuk Hukuman Itu

Dalam artikel versi pertama, saya sudah sebutkan artikel ternyata bisa dihukum seperti manusia atau organisasi.Bentuk hukumannya juga mirip-mirip.Berdasarkan pengalaman pribadi, dan juga pengalaman rekan-rekan pemberi komentar, inilah bentuk-bentuk hukuman untuk artikel di Kompasiana,

Hukuman Mati oleh Admin K

Bunyi vonisnya: "This content has been removed for violating Kompasiana Terms and Conditions."

Jika Anda membaca vonis itu sesaaat setelah mengklik satu judul artikel, itu tandanya artikel itu telah dijatuhi hukuman mati oleh Admin K.

Hukuman mati lazimnya dijatuhkan Admin K karena artikel itu melakukan pelanggaran berat terhadap UUD (TaC) Kompasiana, khususnya pasal-pasal dalam Bab Ketentuan Konten.

Misalnya, artikel tersebut menghina satu suku, agama, ras, gender, profesi, institusi, pribadi, dan lain-lain.  Atau menyebarluaskan fitnah, kebohongan, atau pornografi.

Hukuman Mati oleh Penulisnya

Bunyi vonisnya:"This article has been deleted".

Jika pembaca K mengklik judul satu artikel, lalu terbaca vonis itu, berarti artikel tersebut baru saja dihukum mati oleh penulisnya sendiri.

Kasus hukuman mati oleh penulis bisa terjadi oleh berbagai sebab. Misalnya karena menyulut perbantahan hebat antara penulis dan pembaca, disusul dengan polemik "tak sehat".  Lalu pihak-pihak yang berbantah sepakat damai, dengan syarat artikel-artikel mereka dihukum mati.

Kemungkinan lain, setelah menayangkannya, penulis berpikir artikelnya tak laik tayang. Alasannya,karena mutunya jelek, terbukti dijebloskan ke sel “Tulisan Terbaru” terus.Atau karena dinilai berpotensi melanggar UUD Kompasiana. Lalu penulis membunuh sendiri artikelnya.

Oh ya, satu lagi, penulis artikel mungkin mendapat pesan di inbox agar menghapus artikelnya, karena alasan "ini dan itu" yang sifatnya sensitif. Lalu penulisnya manut dan menghukum mati artikelnya.

Hukuman DilarangTayang

Ini jenis hukuman yang diterima karena penulisnya memang sungguh sangat kebangetan sekali.

Vonisnya datang dari Admin di Inbox: “Artikel Anda tak dapat ditayangkan karena kurang dari 70 kata.”

Rekan Adhieyasa Adhieyasa, menurut pengakuannya, sering mendapat hukuman ini.Komentarnya:“Tulisan saya sering dihukum mati (A)dmin hanya karena terlalu pendek (P)ak. (P)adahal bukanlah panjang pendek itu gak masalah y(an)g penting foreplaynya.”

Saya kira, rekan Adhieyasa lupa, UUD Kompasiana gak pernah mempertimbangkan foreplay, tapi kualitas eksekusi yang sesungguhnya.Saya jadi teringat seorang rekan yang “dihukum” Dosen Pembimbing meringkas “Kata Pengantar” skripsinya, tersebab panjang “Kata Pengantar” itu seperempat jumlah halaman isi skripsi.

Hukuman Mutasi oleh Admin K

Ini bentuk hukuman dari Admin K bagi artikel yang (dinilai) salah tempat.Misalnya, saya pernah menayangkan artikel di Sub-kanal Filsafat dalam Kanal Humaniora. Eh, tiba-tiba artikel itu raib.Selidik punya selidik, Admin K ternyata diam-diam telah menjatuhkan hukuman mutasi, dengan memindahkan artikel itu ke Sub-Kanal Hobby dalam Kanal Lifestyle.

Pernah ada rekan Kompasianer yang marah-marah karena artikelnya dihukum mutasi Admin. Katanya, kira-kira, Admin K jangan sok tahu.Hanya penulisnya yang tahu artikelnya masuk kanal mana.

Hukuman Skorsing oleh Penulisnya

Jenis hukuman ini dijatuhkan oleh penulis artikel sendiri.Artikelnya sudah sempat tayang, tapi karena dinilai kurang bagus, terbukti tak masuk panggung HLt/HL/TA, lalu ditarik oleh penulisnya sendiri dari layar Kompasiana.

Oleh penulisnya, artikel itu kemudian “dibina”, supaya menjadi “lebih baik”.Setelah “karekternya membaik”, barulah ditayangkan kembali.Mungkin di kanal yang sama, atau di kanal lain.

Rekan Andi Kurniawan pernah mengalaminya.Komentarnya:“Satu lagi model dihukum diri sendiri adalah: didelete kemudian dipindah ke kanal lain atau dibuat dengan judul lain karena yakin sebenarnya bagus tapi masuk Highlight aja tidak, sering dalam uji coba kedua malah bisa HL wkwkwk, pengalaman pribadi soalnya …”

Nah, skorsing lalu pembinaan, hasilnya malah promosi artikel ke panggung HL/TA.Bagus juga hukuman ini. (Jadi ingat PSSI yang disuspend oleh FIFA, siapa tahu malah jadi lebih baik, bukan?)

Hukuman “Salah Bunuh”

Ini bentuk hukuman yang “tak sengaja”, dan rada aneh sebenarnya.Untuk memahami bentuknya, saya kutipkan pengalaman rekan Stephanus Jakaria:“Saya pernah menulis artikel yang setelah dipublish ternyata artikelnya dobel. Salah satu artikel kemudian saya delete. Di (K)ompasiana versi mobile ternyata kedua artikel masih muncul sedangkan pada versi web, artikel yang didelete sudah tidak tampak lagi. Begitu juga dengan (K)ompasiana versi beta. Ternyata (K)ompasiana versi mobile, web, dan beta tidak sinkron.”

Saya juga pernah mendapat hukuman aneh ini.Salah satu artikel humor saya mendadak muncul double.Lalu Admin K menghapus salah satunya.Akibatnya, dan ini aneh, artikel itu hilang dari file saya di akun.Solusinya?Ya, tulis ulang dan tayang ulang lagi(setelah upaya banding dan kasasi ke Admin tak menghasilkan putusan solutif).

Hukuman “Pengurangan Nilai”

Ini bentuk hukuman yang paling gak jelas alasan dan penyebabnya.Admin K sendiri tak pernah menjelaskannya secara gamblang.Kendati sudah banyak Kompasianer yang protes, karena artikel mereka menjadi “korban tak bersalah”.

Pengurangan nilai yang dimaksud adalah anjloknya jumlah hit (pembaca), komentar, dan vote secara mendadak.Pengalaman rekan Rizal Amri bisa sebagai contoh kasus:“…banyak pula artikel y(an)g mengalami hukuman amputasi, yakni jumlah hit tiba-(tiba) anjlok, sehingga seharusnya TA akhirnya layu sebelum berkembang. Adapula y(an)g dikebiri, jumlah hit mentok, padahal k(a)l(au) diamati banyak y(an)g share ke FB, dll. K(a)l(au) y(an)g begini dosanya apa Pak. Tulisan s(a)y(a) d(en)g(an) hit terburuk, t(i)d(a)k sampai 50 adalah saat mengkritik (K)ompas.com y(an)g bikin b(e)rita hoax, penghematan Petral 250 M/hari..”

Hukuman “Dibon”

Pernah dengar kasus tahanan suatu instansi hukum dibon atau “dipinjam” oleh instansi hukum lain, tanpa prosedur resmi?Itu bisa terjadi juga pada artikel di Kompasiana.

Misalnya, saya baru-baru ini menulis artikel “PSSI Mendukung Presiden Para Koruptor?”.Artikel itu masuk ruang HLt, bersama dengan beberapa artikel tentang topik senada, susul-menyusul jumlah perolehan hit.Tapi tiba-tiba artikel saya hilang dari ruang HLt, dibon entah oleh siapa (?).Setelah saya kirim surat somasi ke Admin K, barulah artikel itu muncul kembali di ruang HLt. (Ha ha ha, ketawa aja).

Reaksi Kita Jika Artikel Dihukum Admin K

Reaksi pertama, yang terbaik, jika artikel kita dihukum Admin K adalah tertawa.Setelah itu, segalanya akan menjadi lebih mudah.

Setelah tertawa, jika merasa benar, bolehlah mengajukan somasi, banding, atau kasasi ke Admin K.Kita harus memperjuangkan nasib artikel kita, bukan?Bagaimanapun juga, seperti kata rekan Copy Paste:“… segala sikap, respon dan keputusan dari seseorang, kelompok maupun pihak tertentu tidak lepas dari faktor/unsur kepentingan …”Jadi, kita harus memperjuangkan kepentingan kita terhadap kepentingan Admin K.

Jika ternyata “kalah”, ya, jangan mutung, ikhlas saja. Seperti nasihat rekan Tasch Taufan: “He he he he ikhlas lah wahai manusia.”Atau respon rekan Venusgazer: “Pernah didelete..lalu dikirim pesan k(a)r(e)n(a)langgar TaC…(e)ntah aturan yg mana…k(a)r(e)n s(a)y(a) termasuk y(an)g hati-(hati)..t(a)p(i) ya ikhlas..wong cuma numpang..hehehe.”

Tertawa tanda ikhlas.Setelah itu pacu lagi kreativitas, jangan menyerah. Seperti pengalaman Pak Axtea99: “(A)ku 24 kali dihukum mati Admin K tuh mas Felix…. malunya itu loh… hehe ..”. Kita tahu, rekan Axtea99 tetap gigih menulis, dan kini menjadi salah seorang pemeran utama di panggung TA.Asal tahu saja, rekan Axtea99 itu sudah tergolong anggota kelompok “Wulan” (Warga Usia Lanjut).Tapi, semangatnya, jangan tanya!

Atau seperti pengalaman senior kita, Pak Tjiptadinata Efendi: “... artikel ini (maksudnya artikel saya, FT) aktual dan terjadi, nyata… bermanfaat, sungguh…saya sudah alami semuanya… salam sukses selalu.”Saya mau tanya: “Siapakah Kompasianer yang lebih produktif dari Pak Tjip?”

Jadi, jangan pernah kapok.“Semua bisa jadi tersangka” (Guntur Cahyono), dan “kalau salah memang harus dihukum” (Mbah Mupeang).Seperti kata rekan Eddy Mesakh: “… sesekali kita perlu bikin artikel sarat kontroversi. Biasanya mampu menarik banyak pembaca karena penasaran… Jangan buru-buru dihukum mati… “Ya, tidak semua yang kontroversial itu melanggat UUD Kompasiana, bukan?

Tapi, kalau tak mau dihukum Admin K, atau tak sudi “konflik” dengan Admin K, boleh jugalah mengambil sikap ugahari seperti rekan Suyono Apol ini: “Buat saya, tidak punya musuh saja (termasuk Admin), saya sudah bersyukur. Terlalu banyak yang saya bisa nikmati di Kompasiana ini.”

Baiklah kalau begitu.Intinya, sepertisudah saya katakan, seanarkis apapun kita, sebaiknya tetaplah logis-etis-estetis dalam menulis.Sebab kalau tidak, artikel kita bisa saja terkena hukuman mati.

Awal minggu menulis yang ringan-ringan lagi.  Oh Happy Monday!*)

*)Selain nama-nama Kompasianer yang dikutip dalam artikel, artikel versi pertama juga mendapat komentar ari rekan Aldy M. Aripin dan Hts S.Terimakasih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun