Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Meneliti Itu Gampang #05: Mulailah dari Pertanyaan Sederhana

23 Oktober 2014   14:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:01 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Meneliti? “Susah memulainya,” komentar seorang rekan Kompasioner.Benarkah?

Benar, kalau kita terpaku pada isi buku teks metodologi penelitian yang rumit dan kaku. Atau pada perkataan dosen yang gemar berpikir njlimet, agar mahasiswanya puyeng gak mudheng, lalu terlihat bodoh.

Sejenak, lupakanlah buku teks dan Pak Dosen.Mulailah dari intuisi dasar manusia, sebagaimana telah dirumuskan sebagai pepatah klasik, “Malu bertanya sesat di jalan”.

Jelasnya, mulailah dari sebuah pertanyaan sederhana.Sesederhana pertanyaan “Rumah Pak Kades di mana ya, Mas?” yang diajukan seorang pendatang yang hendak bertamu ke rumah Kepala Desa.

Pertanyaan sederhana, adalah kunci, untuk kita menaklukkan dunia penelitian.Setelah itu, seperti ajakan Nidji dalam Laskar Pelangi, “Berlarilah tanpa lelah, sampai engkau meraihnya.”

Bisa Dijawab dan Perlu

Tapi, membuat pertanyaan penelitian ada syaratnya.Tidak hanya sekadar sederhana.Tapi harus logis dalam arti “dapat dijawab” dan etis dalam arti “perlu dijawab” demi kebaikan.

Jangan menanyakan hal yang Anda sendiritak dapat menjawabnya.Atau, tak tahu bagaimana harusmenjawabnya.Misalnya, “Apa gunanya usus buntu?”

Juga, jangan menyanyakan hal yang tak perlu dijawab.Misalnya, “Mengapa tidak ada cangkok usus buntu?”Atau ini, kepada seorang nenek renta, “Mengapa wajah nenek penuh kerut-merut?” (Gak perlu dan gak sopan itu)

Jangan pula menanyakan hal yang dapat dijawab tapi tidak perlu, karena jawabannya sudah tersedia. Misalnya “Mengapa pelangi berwarna mejikuhibiniu?”Jawaban adalah “Karena pelukisnya Agung.”(Siapa gerangan?)

Jadi, buatlah pertanyaan sederhana, serta dapat dan perlu dijawab.Misalnya, “Apakah orang Indonesia lebih suka ngomong politik ketimbang teknologi?”

Pertanyaan itu dapat dijawab.Caranya, masuklah ke “Universitas Kompasiana”.Ambil data jumlah artikel politik dan teknologi, jumlah pembacanya, dan jumlah penanggapnya, misalnya selama satu hari yang lalu.

Lalu hitung total artikel, jumlah rata-rata pembaca, dan jumlah rata-rata tanggapan per artikel.Bandingkan, lebih besar mana angkanya, politik atau teknologi?Lalu analisis dan simpulkan.Selesai. Benar kata Jokowi ‘kan? “Gampang sekali itu.”

Perlukah menjawab pertanyaan itu?Nah, Anda sendiri yang harus menjelaskan ini.Setidaknya, mungkin, perlu untuk memuaskan rasa ingin tahu pribadi.

Atau, mungkin, Anda mau menunjukkan mengapa perkembangan teknologi kita tertinggal dibanding tetangga.Lalu, setelah meneliti, Anda tiba pada kesimpulan, “Oh, pantas teknologi kita tertinggal.Soalnya, waktu, pikiran, dan tenagakita lebih banyak tersita untuk ngobrol politik tanpa ujung-pangkal, ketimbang membicarakan inovasi teknologi.”

Sederhana itu Indah

Pernah dengar frase “kecil itu indah” (small is beautiful) dari ekonom Inggris, E.F. Schumacher, penulis buku Small Is Beatiful (1973), satu dari 100 buku paling berpengaruh sejak Perang Dunia II?Intinya, kata Schumacher, teknologi “kecil” atau sederhana lebih tepat untuk memberdayakan masyarakat ketimbang teknologi “besar” ataucanggih.

Jadi, kalau Schumacher bilang “kecil itu indah”, maka kitapun bisa bilang “sederhana itu indah”.Indah karena membuat kita jadi paham, bisa menjawabnya, dan jadi cerdas.Sebaliknya, rumit itu tidak indah, karena membuat kepala kita pening, jadi bodoh.Sama-sama benang, tapi bukankah sehelai benang lepas lebih indah ketimbang segumpal benang kusut?

Demikian pula dengan pertanyaan penelitian.Pertanyaan sederhana adalah pertanyaan yang indah.Bukankah bertanya “Mengapa daun gugur ke tanah?” lebih indah, dan lebih puitis,ketimbang bertanya“Apa jenis dan berapa besar gaya yang bekerja saat sehelai daun lepas dari tangkainya sehingga menyebabkan daun itu jatuh ke tanah?”(Saraftengkuk Anda pasti langsung kejang membaca pertanyaan ini, bukan?).

Jadi, rekan-rekan sesama mahasiswa “Universitas Kompasiana”, mari kita meneliti, dan mulailah dari sebuah pertanyaan sederhana.Semakin sederhana, maka semakin indah, dan semakin mungkin untuk menjawabnya.

Jangan pernah mengajukan pertanyaan penelitian yang sedemikian rumit dan sulitnya, sehingga Anda sendiri tidak bisa dan bahkan ogah untuk menjawabnya.Hasil terbaikberawal dari pertanyaan paling sederhana.(*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun