Ujaran orang Minang, "Alam takambang jadi guru," benar belaka. Sekali pun kamu orang Batak atau suku lainnya.
Ada bukti empirisnya. Aku ceritakan, ya.
Tadi pagi, Selasa 30 September 2025, aku berkunjung ke Jalaksana, Kuningan Jawa Barat. Ada pertemuan dengan rekan-rekan petani di sebuah kampung di kaki Ciremai itu.
Selepas pertemuan, aku blusukan ke kebun almarhum kakekku. Bagaimana aku, orang Toba, sampai punya kakek orang Kuningan yang punya kebun, itu soal lainlah.
Di kebun itu ada rumpun-rumpun pohon pisang. Salah satunya sedang berbuah setandan, lengkap dengan jantungnya.
Ikhwal jantung pisang itu yang hendak kuceritakan. Sebab dialah tokoh utama "alam takambang jadi guru" itu.
Posisi tandan pisang itu tidak lazim. Biasanya tandan pisang itu menyamping, seperti merunduk. Lalu tangkai jantungnya melengkung ke bawah, seperti air pancuran. Begitulah cara pisang normal berbuah.
Tapi lainlah pisang di kebun kakekku itu. Tandan buahnya tegak lurus ke bawah. Nah, menurut nalar manusia, sesuai hukum gravitasi Newton dan asas parsimoni, tangkai jantung pisang itu harusnya lurus menghunjam ke arah bawah, segaris dengan tandannya.
Tapi itu pikiran rasional manusia, ya. Logika sepohon pisang di kebun kakekku ternyata tak macam itu.
Bagi pisang itu, jantung jatuh menggantung lurus ke bawah rupanya dianggap tidak keren. Dianggap letoy, tak bergairah.