Saat Sidang ke-8 Â UNESCO Global Geoparks Council (4-5 September 2023) menjatuhkan "kartu kuning" untuk Geopark Kaldera Toba (GKT), masalah isi (content) dan bahasa dalam website dan dokumen geopark tersebut termasuk salah satu kelemahan yang disorot.
Pihak UNESCO menilai isi website dan dokumen GKT sangat kurang update. Dalam arti tidak menambahkan informasi baru terkait diversitas geologis, hayati, dan budaya kaldera.
Bahasa, atau secara spesifik pilihan kata dan struktur kalimat, juga dinilai kurang komunikatif. Â Tidak mudah dipahami oleh kebanyakan pengunjung website dan geosite Kaldera Toba. Â
Secara khusus di sini saya hanya akan menyoroti website GKT (calderatobageopark.org). Mengingat website adalah jendela bagi pengunjung untuk melongok isi GKT di dunia maya.Â
Jika website itu komunikatif, dalam arti isinya informatif sekaligus memikat dan bahasanya sederhana sehingga mudah dimengerti, maka orang akan tertarik berkunjung ke Kaldera Toba. Jika sebaliknya, maka orang akan malas datang ke sana.
Senada dengan amatan UNESCO, dengan menempatkan diri sebagai pengunjung (viewer), Â saya juga menemukan sejumlah masalah terkait isi dan bahasa yang menyebabkan website GKT kurang komunikatif.
Bahasa Indonesia yang Takbaik dan Takbenar
Saya mulai dari bahasa pengantar isi website GKT. Sebab melalui bahasalah fakta mengenai Kaldera Toba disampaikan kepada khalayak.
Baik dan benar bahasa, baik dan benar pula fakta yang tersampaikan. Sebaliknya buruk dan salah bahasa, buruk dan salah pula fakta yang tersampaikan.
Sayangnya, hal terakhir inilah yang terjadi pada website GKT. Saya akan tunjukkan beberapa contoh saja.
Begitu membuka beranda website, sebuah kesalahan langsung tersaji pada tagline "Memuliakan Warisan Bumi, Mensejahterakan Masyarakat." (garis bawah dari saya) Kata "mensejahterakan", menurut EYD/KBBI, mestinya ditulis "menyejahterakan".