Karena sifatnya menarik investasi, maka sudah pasti struktur interaksinya "kuat - lemah". Artinya antara pemilik modal dan pihak yang memerlukan modal investasi. Artinya, saya harus mampu meyakinkan calon investor untuk membelanjakan modalnya di Indonesia.
Di situ titik krusialnya. Sekalipun saya mewakili perusahaan yang butuh modal, sehingga berada di posisi "lemah", saya tak boleh merepresentasikan "kelemahan" atau "kemiskinan" modal. Pengusaha UEA itu punya banyak sekali uang. Tapi saya tidak boleh tampil selayaknya "pengemis."
Konteksnya adalah kerja sama investasi agribisnis antar perusahaan, bukan antar orang per orang. Dengan begitu saya tak melihat ras Arab yang kaya-raya, tapi melihat posisi yang sama antar perwakilan perusahan tadi dengan saya.
Persisnya, ini adalah interaksi yang sepenuhnya obyektif, karena bicara tentang kelayakan investasi.
Memang benar saya harus melayani kebutuhan perusahaan UEA itu akan informasi bisnis yang rinci. Sifat pengusaha Arab, ogah investasi kalau tak menghasilkan uang secara cepat dalam jumlah besar. Tapi itu dilakukan sesuai ketentuan dalam MoU dan NDA.
Sikap profesional, itu yang diperlukan di sini. Dengan begitu, pihak investor akan menaruh respek, lalu perilaku interaksi menjadi relatif egaliter. Kompetensi dan kapasitaslah yang berperan di situ.
Setidaknya begitulah yang saya alami. Pihak pengusaha dari UEA kemudian tidak menempatkan diri sebagai "patron" dan tidak menempatkan saya sebagai "klien". Sebab jika demikian halnya, pembicaraan akan mengarah pada upaya menjadikan perusahaan yang saya bantu menjadi subordinat.
 ***
Dengan dua pengalaman kecil di atas, saya hanya ingin menunjukkan bahwa dalam berinteraksi dengan WNA, kita sebagai WNI harus lihat ajang dan strukturnya. Pemahaman atas dua hal itu akan membantu kita memposisikan diri secara selayaknya terhadap WNA.
Jadi jangan karena lawan interaksi kita WNA, yang dipersepsikan lebih hebat, lalu langsung minder. Sehingga memposisikan WNA sebagai superordinat dan diri kita subordinat. Itu mental inlander yang dulu dicekokkan penjajah Belanda.
Penjajahan pemerintah kolonial Belanda sudah lama berakhir, Kawan. Kita, warga Indonesia, sekarang adalah warga bangsa merdeka, berdaulat, semartabat dengan warga bangsa-bangsa asing yang kita sebut WNA itu.(*)Â