Sebagai pendidik, hal terbaik yang kita miliki adalah menghantarkan para siswa melewati pintu gerbang kelulusan, dan melihat senyum bangga yang terukir di wajah para wali murid. Bukanlah hal yang besar, malah terlalu biasa. Bukankah tanggung jawab seorang guru tidak lebih dari itu ? Bisa menyaksikan kesuksesan para peserta didik adalah salah satu anugerah terindah bagi orang tua kedua, idealnya.
Faktanya, selama mengajar lebih dari dua puluh tahun tidak pernah ada satu pun siswa yang datang padaku untuk mengucapkan terimakasih karena mereka telah sukses atau berhasil berkat bimbingan atau dukunganku. Hal ini menjadi pertanyaan dan sekaligus renungan untukku secara pribadi. Ataukah teman-teman serekan guruku juga mengalami hal yang sama ?
Terutama bagi kami, guru swasta. Tak banyak orang tua murid bahkan para alumni yang hadir walau hanya sekedar menyapa. Saat mereka lulus, maka hubungan antara guru dan murid pun usai. Apa kabar dengan rekan yang mengajar di sekolah negeri tingkat SMA atau sederajat ? Masih seringkah para alumni berkunjung ke rumah atau sekedar main di sekolah ?
Hal ini patut direnungkan dan bisa menjadi refleksi diri bagi para guru,khususnya saya. Bahwa selama ini, apakah perilaku saya sebagai seorang guru, belum menyentuh relung hati mereka yang paling dalam ? Sehingga mereka dengan cepat melupakan guru-gurunya ?
Atau mungkin, para alumni sedang sibuk berjuang mati-matian menggapai cita-cita mereka. Bisa jadi juga, malu untuk menunjukkan mukanya jika belum sukses.
Sedangkan, di sosmed yang tak sengaja saya intip. Mereka masih bisa berkumpul dengan teman-temannya tanpa guru-guru. Ini yang tiba-tiba merenggut kesadaran saya. Setiap tahun saya menyaksikan para siswa pergi dan siswa baru diterima. Siklus itu terjadi selama hampir 20 tahun.
Apa yang telah saya ajarkan selama dua puluh tahun ? Sehingga tak satu pun alumni saya temui dengan sengaja datang dan mengabarkan bahwa mereka telah sukses ataupun belum sukses. Kemana menghilangnya anak-anak ?