Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membuat dan Menjalani Ujian, Berani?

2 Desember 2020   13:40 Diperbarui: 2 Desember 2020   13:44 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidur kembali sehabis menunaikan sholat subuh akan membuat kita malas. Oleh karenanya sebisa mungkin saya mencari aktivitas apa saja demi menghindari keinginan melanjutkan tidur sehabis subuh. Apalagi suasana pandemi seperti sekarang lebih banyak menuntut untuk beraktifitas kerja dari rumah. Pekerjaan kantor biasanya baru dimulai jam delapan pagi sementara sehabis subuh biasanya antara jam setengah lima hingga jam lima pagi. Ada waktu sekitar tiga jam yang bisa dimanfaatkan sebelum mulai bekerja.

Dua bulan yang lalu saya masih memilih aktivitas jalan kaki berkeliling kompleks perumahan selama hampir dua jam. Namun lantas kemudian beralih menjadi bersepeda. Hal ini semata-mata terjadi karena ketika membandingkan jumlah kalori yang terbakar antara jalan kaki dan bersepeda selama sama-sama dua jam ternyata lebih banyak bersepeda. Kalori yang terbakar untuk bersepeda dua kali lipat dari jalan kaki. Hal ini terlihat dari aplikasi endomodo dan strava yang saya gunakan.

Selanjutnya hampir setiap hari, waktu habis subuh saya manfaatkan untuk bersepeda dengan sepeda MTB yang ada di rumah. Rata-rata waktu yang dihabiskan adalah dua jam dengan jarak tempuh sekitar 40 km. Rute yang dipilih kebanyakan adalah aspal karena di kompleks perumahan saja. Sesekali memang keluar dari kompleks perumahan namun tetap ketemu dengan jalan aspal, terkadang beton.

Setelah beberapa waktu rutin bersepeda, saya mendapatkan flyer ajakan mengikuti perlombaan bersepeda oleh salah satu komunitas sepeda gravel di Indonesia. Tanpa pikir panjang saya pun mendaftarkan diri untuk mengikuti live ride sejauh 80 km dengan cut off time (COT) maksimal 10 jam dan rutenya campuran jalan raya, aspal, beton, tanah, gravel, makadam.

Target saya mengikuti perlombaan itu sederhana, bisa finish 80 km dan tidak kena COT. Paling tidak mencoba rute-rute baru yang belum pernah saya lalui, toh jalur perlombaan berada di sekitar Bekasi dan Bogor. Disamping hal tersebut, saya ingin menguji apakah selama ini aktivitas bersepeda yang telah dijalani ada pengaruhnya pada stamina, daya tahan, serta kesabaran. Mengikuti perlombaan adalah sarana yang tepat untuk menguji apakah latihan atau aktivitas kita sebelumnya sudah berada pada jalur yang benar atau belum.

Ternyata butuh waktu sekitar 9 jam bagi saya untuk untuk menyelesaikan rute sepanjang kurang lebih 80 km tersebut dan alhamdulillah masih di bawah COT. Saya juga bersyukur ternyata menempati peringkat ketiga dalam kategori solo live ride. Padahal saat sudah menempuh 70% rute, saya terpikir untuk balik kanan menggunakan ojek dikarenakan jalur yang menanjak panjang dan menguras tenaga. Fisik dan psikis tidak bisa kooperatif, memaksa saya berhenti, beristirahat sembari tidur-tiduran. Memang kesabaran sangat dibutuhkan dan terutama mengalahkan diri sendiri untuk tetap fokus sampai finish serta tidak mengambil opsi menyerah.

Paling tidak dengan mengikuti perlombaan live ride tersebut saya mengetahui bahwa latihan yang selama ini dijalani sudah benar sehingga bisa lolos. Dari perlombaan juga bisa saya evaluasi untuk menggunakan tipe sepeda yang lebih sesuai, bukan sepeda MTB yang kemarin digunakan. Ke depan mungkin saya akan menetapkan mengikuti kompetisi lainnya agar selalu tercipta target-target ujian selanjutnya.

Memang menurut saya ujian diperlukan oleh setiap orang untuk mengetahui sejauh mana batas kemampuan orang terhadap suatu hal. Oleh karenanya saya selalu mendukung diberlakukannya ujian akhir bagi siswa sekolah untuk menentukan kenaikan tingkat atau kelulusan. Melalui ujian maka akan kelihatan apakah yang selama ini diajarkan, dilatih, sudah memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan atau belum. Bagaimana bisa mengevaluasi proses yang dijalani tanpa melewati suatu ujian?

Tuhan saja menguji manusia dengan berbagai hal seperti sakit, kesusahan, kelaparan, kekayaan dan masih banyak lainnya untuk melihat apakah mereka masih mempunyai kesabaran, rasa syukur dan ketakwaan. Jadi tanpa disadari sebenarnya tiap detik yang kita jalani adalah suatu ujian. Sehingga menentukan ujian sendiri sebenarnya lebih enak dan mudah daripada ujian yang datang tiba-tiba tanpa persiapan.

Oleh karenanya jangan pernah alergi dengan ujian karena justru akan membuat kita lebih maju, berkembang, baik, daripada kondisi saat ini. Kalau perlu kita harus menetapkan ujian-ujian yang harus dilalui untuk mnegetahui sudah sejauh mana kualitas hidup kita. Melalui ujian kita akan menetapkan target-target yang harus dicapai, sudah tentu dengan segala daya dan upayanya agar berhasil bukan? Jadi kapan kita akan mengikuti ujian?

MRR, Jkt-02/12/2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun