Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gara-gara Corona, Tiba-Tiba Ingat Kematian

20 Maret 2020   10:04 Diperbarui: 20 Maret 2020   10:24 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak muncul pertama kali di Wuhan, China penghujung tahun 2019, virus Corona telah menjalar ke seluruh dunia. Hari ini tidak ada satu negara pun yang dengan gagah menyatakan negaranya pasti bebas dari Corona. Indonesia yang beberapa bulan lalu terlihat akan bebas Corona pun akhirnya terpapar juga.

Semua orang panik, semua tidak ingin terjangkiti virus yang berukuran sangat kecil ini. Darurat Corona diterapkan, negara-negara yang diduga memiliki resiko penularan tinggi tidak boleh dikunjungi atau sebaliknya tidak menerima kunjugan dari negara-negara tersebut untuk sementara waktu. Hand sanitizer dan masker menjadi barang yang sangat diburu orang sebagai langkah pencegahan virus sehingga harganya melambung berpuluh kali lipat.

Sekolah-sekolah diliburkan, sementara waktu anak-anak sekolah belajar jarak jauh atau e-learning. Perusahaan-perusahaan memberlakukan work from home atau bekerja dari rumah buat karyawan-karyawannya. Pengaturan siapa yang harus masuk diatur agar aktifitas perusahaan tidak berhenti. Supermarket banyak diserbu orang-orang untuk menyiapkan cadangan bahan pokok apabila keadaan memburuk dan pemerintah menjalankan opsi lockdown.

Semua orang mendadak mengingat kematian, berbicara takdir, tawakal dan ikhtiar. Saat orang kembali mengingat Tuhannya, ternyata ada saran agar kegiatan yang melibatkan orang banyak seperti sholat jamaah, sholat jum'at, dan aktivitas keagamaan lainnya sementara waktu dilakukan sendiri-sendiri di rumah masing-masing hingga keadaan membaik. 

Sekalinya ingin dekat dengan Tuhan sembari berdoa dengan memohon kesehatan serta dijauhkan dari Corona, rumah-rumah ibadah "menutup diri". Bukan hal yang mengenakkan, namun semakin menakutkan bagi mereka yang membutuhkan ketenangan saat ancaman akan datangnya kematian semakin mendekat.

Riuh resahnya masyarakat hingga semua merasa panik dan was-was ternyata mungkin hanya dialami oleh sebagian orang saja. Buktinya kalau kita lihat aktivitas rakyat di jalanan, para pedagang kaki lima, para pedagang tradisional di jalanan, tukang sapu, nasi goreng, tukang galian dan rakyat kecil lainnya tetap berjalan normal dan Corona tidak berhasil menghadirkan ketakutan pada mereka. 

Masyarakat kecil kategori ini kebanyakan bekerja di sektor informal, yang penghasilannya tergantung seberapa banyak jasa atau produk yang mereka hasilkan. Jika mereka tidak bekerja hari itu, anak, istri dan mereka tidak bisa makan, tidak bisa membayar keperluan sekolah. Ketakutan mereka bukan pada Corona namun pada kelaparan dan tidak adanya penghasilan hari itu.

Panic buying gegara Corona juga telah menyulitkan kehidupan masyrakat kecil ini. Dengan penghasilan yang tidak meningkat, mereka harus menghadapi kenyataan naiknya harga-harga akibat kepanikan terhadap virus Corona. Data menunjukkan tiap sepuluh detik ada seorang manusia yang meninggal dunia karena kelaparan atau sekitar tiga juta setiap tahunnya. 

Jadi bagi masyarakat kecil yang kesehariannya bergulat dengan tidak pastinya penghasilan maka kelaparan akibat kemiskinan adalah hal yang biasa dihadapi. Mereka sadar bahwa kematian akibat kelaparan adalah teman terdekat sehingga tidak menjadi tergagap dan ketakutan ketika menghadapi Corona.

Corona mengajarkan kita untuk mengingat kematian dan mempersiapkan diri ketika malaikat maut datang. Bukan berarti kita harus cuek dan menganggap remeh akan penyakit ini, namun kita harus tetap waspada dan berikhtiar mencegah penularan wabah meluas dan mencari obatnya. Sayyidina Umar bin Khattab saja tidak jadi mendatangi negeri Syam saat negeri itu sedang dilanda wabah penyakit tha'un. 

Ketika ada sahabat yang bertanya apakah berarti ini lari dari takdir Allah, maka Umar pun menjawab "Benar, ini lari atau berpaling dari takdir Allah ke takdir Allah yang lain". Semoga ada pelajaran besar yang kita peroleh dari hadirnya Corona ke muka bumi ini.

MRR, Jkt-20/03/2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun