Meskipun tidak setiap hari, minimal sebulan sekali orang ini hadir di shaf terdepan jamaah sholat Ashar di masjid kantor. Orang ini bukan pegawai di kantor saya, namun datang dari luar. Seperti kemarin sore, segera setelah imam mengucapkan salam yang merupakan pertanda sholat Ashar selesai dia langsung meraih microphone yang sudah disiapkan pengurus DKM sembari duduk menghadap ke arah jamaah.
Lelaki itu kemudian membuka Al Qur'an Braille yang memang dibawanya. Andi Irawan, nama lelaki tuna netra tersebut kemudian menyampaikan sebuah ayat Al Quran beserta artinya. Tak lupa dia memberikan tausiyah singkat tak lebih dari 10 menit berkaitan dengan ayat Al Qur'an yang disampaikannya.
Kesungguhan lelaki tersebut dalam berdakwah tentu membuat malu diri saya. Sudah beberapa kali saya mendengarkan tausiyahnya yang selalu konsisten disampaikan persis selepas sholat Ashar. Kekurangan fisiknya (tuna netra) tidak menjadikan halangan, justru inspirasi bagi orang-orang yang dianugerahi kesempurnaan tubuh dan panca indera.
Tentu bagi kita yang normal, membayangkan seorang tuna netra jauh-jauh berjalan menuju masjid hanya untuk menyampaikan satu ayat pasti membutuhkan usaha yang luar biasa. Beda halnya jika dia bisa melihat tentu tidak akan serepot itu usahanya.Â
Namun demi menyampaikan satu ayat, mengajak orang kepada kebaikan dia rela bersusah-susah menjalaninya. Semoga pahalanya mengalir selama orang-orang yang diserukan pada jalan kebaikan mengikuti nasehat-nasehatnya.
Seringkali kekurangan fisik menyebabkan orang berfokus pada hal-hal yang mendekatkan hidupnya pada hal-hal yang berguna, dekat dengan Tuhannya, jauh dari hingar bingar kilau dunia yang melenakan. Orang-orang dengan kesempurnaan fisik malah sering tidak fokus untuk mengejar dan mendalami ilmu agama atau akhirat, lebih berat pada urusan dunia dan mengejar kekayaan.
Semisal lelaki pemberi tausiyah tersebut tidak buta, bisa jadi ribuan kitab, buku, telah dibacanya sebagai modal dia berdakwah meskipun belum tentu hal tersebut akan terjadi juga.Â
Bisa jadi ketika dia tidak buta, maka hidupnya seperti manusia-manusia lain yang mati-matian mengejar dunia. Ah tapi hidup ini bukan permisalan belaka, namun berjalan ke depan sembari mengambil pelajaran dari kejadian yang ada.
Lelaki buta tersebut secara tidak langsung mengajarkan kita agar lebih baik dari dia yang dibatasi kekurangan fisik. Semestinya kita yang normal harus punya usaha yang lebih, kemauan untuk membaca buku-buku, dan keberanian menyampaikan ilmu pada orang lain.Â
Berbekal ilmu, kita bisa mengajak orang lain pada jalan kebaikan dan mencegahnya dari berbuat keburukan. Ilmu bisa diperoleh dari belajar pada orang lain yang lebih pintar, alim ulama, ustad, bisa juga dari banyak membaca buku-buku literatur, kitab, dan lainnya.
Jangan kemudian kesempurnaan fisik membuat hidup kita jauh dari ilmu akhirat dan kewajiban menyampaikan kebenaran pada orang lain. Â Kita tidak perlu menjadi buta terlebih dahulu untuk bisa fokus mempelajari ilmu-ilmu akhirat, ajaran-ajaran agama.Â