Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kampanye Pilpres yang Membosankan (Saat Ini)

12 Oktober 2018   12:45 Diperbarui: 12 Oktober 2018   14:49 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setelah pengumuman 2 pasang calon presiden dan wakil presiden oleh KPU, maka pasangan Joko Widodo -- Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto -- Sandiaga Uno sekarang telah memasuki tahapan masa kampanye yang berlangsung dari 23 September 2018-13 April 2019. Akhir-akhir ini banyak stasiun televisi sudah mulai menyiarkan dan memfasilitasi debat para tim kampanye kedua pasangan. 

Oleh karenanya dalam waktu kurang lebih 6 bulan ke depan, rakyat Indonesia akan disuguhi oleh  tayangan seperti ini di layar kaca masing-masing. Tentu butuh kesabaran dan penggunaan akal sehat dalam mencerna program-program yang nanti akan di tawarkan masing-masing tim.

Bagi saya menonton dan mendengarkan acara debat dan kampanye pasangan Capres-Cawapres atau tim kampanyenya adalah hiburan tersendiri. Mengapa jadi hiburan? Karena tak ubahnya seperti menonton tukang obat jualan di pasar malam dengan segenap atraksi dan gimmicnya. Konsep jualan kan tetap "tidak ada kecap nomer dua, kecap kita selalu nomer satu". Semua masalah, semua penyakit, si Tukang obat punya solusinya, kira-kira begitu analoginya.

Miskin Substansi

Sejauh ini materi perdebatan kedua pasangan calon (paslon) baru berkutat pada hal-hal yang sifatnya elementer, bukan isu-isu substansial. Masalah kebohongan Ratna Sarumpaet, Penanganan bencana alam yang berlarut-larut, kasus penegakan hukup case by case, kepribadian dan keluarga masing-masing calon adalah isu-isu yang menjadi bahan perdebatan kampanye kedua paslon di televisi. Jarang yang kemudian mencoba menjabarkan visi dan misi yang telah dibuat oleh kedua paslon.

Mungkin saat ini kedua paslon belum siap dengan program-program yang akan ditawarkan dan menjadi janji politik untuk dilaksanakan lima tahun ke depan. Yang sudah ada baru visi dan misi dan bisa dilihat di website resmi KPU. Tentu seperti pada umumnya, kalimat-kalimat dalam visi dan misi adalah kalimat yang lebih mengangkasa daripada membumi dengan ukuran yang sangat kualitatif. Hal ini sangat sulit dicerna dan dikontrol parameter pencapaiannya kecuali diturunkan dalam rencana program/ janji politik dalam 5 tahun ke depan beserta target keberhasilannya.

Kalau melihat pernyataan para politikus pendukung kedua paslon, materi visi misi baru disusun sebulan atau mungkin beberapa minggu sebelum pendaftaran. Sebelum itu para parpol lebih sibuk memikirkan bagaimana membentuk koalisi untuk mengusung calon Presiden maupun wakilnya yang ternyata juga diputuskan di menit-menit akhir. Jadi wajar saja kalau kemudian visi & misi beserta segenap program turunannya bukan menjadi prioritas utama yang akan ditawarkan pada rakyat.

Jadi kalau yang muncul adalah perdebatan betapa sederhananya seorang Jokowi, setia kawannya seorang Prabowo, jasa Sandiaga Uno menampung ribuan karyawan lewat perusahaannya, atau konsistensi Ma'ruf Amin dalam menjaga moral rakyat, maka hal itu tidak mengherankan. Lha wong nyatanya sampai hari ini kedua paslon maupun tim kampanye belum pernah mengeluarkan secara resmi program-programnya. 

Belum dengar rasanya yang membahas tentang pendidikan, target pertumbuhan ekonomi, target pengurangan pengangguran, pembatasan TKA, anggaran pertahanan dan keamanan, pengangkatan guru honorer menjadi PNS, pengelolaan dan target pertumbuhan BUMN, swasembada beras, kebijakan impor dan masih banyak isu yang substantif serta layak untuk ditawarkan pada rakyat.

Ketakutan Berjanji

Kemewahan sebagai petahana adalah bisa membanggakan hasil kerjanya, terkadang malah mengiklannya, mereka punya alat, kuasa dan uang. Sebaliknya kemewahan yang bisa dinikmati oleh oposisi adalah melemparkan kritik sebanyak-banyaknya terhadap petahana yang sedang menjabat. Hal ini juga terjadi di Indonesia. 

Sebagai seorang Petahana, Jokowi bisa leluasa mensosialisasikan keberhasilannya terutama infrastruktur. Namun 4 tahun yang lalu saat masih menjadi calon presiden, beliau juga punya program-program yang telah ditawarkan pada saat kampanye dan janjinya untuk dijalankan. Antara janji dan realita pasti ada yang tidak tercapai, disinilah peluang oposisi untuk menyerangnya habis-habisan. Akan tetapi Jokowi juga bisa menjelaskan mengapa ada beberapa janji yang belum terealisasi, sepanjang penjelasannya masuk akal tentu hal itu bisa dimaklumi, toh bangsa kita mudah memaklumi sesuatu.

Begitu pula dengan tim Prabowo Subianto, saking asyiknya mengkritisi Jokowi sang petahana sehingga lupa menyusun program-program yang ditawarkan. Program-program yang ditawarkan harus menjadi antitesa dari program Jokowi yang gagal dilaksanakan. Semestinya oposisi bisa lebih baik dalam menyusun programnya, karena mereka tidak terbebani dengan kegagalan pelaksanaan dari janji politik sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun