Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ikuti Passionmu, Jalani Profesimu Sepenuh Hati

21 April 2018   16:09 Diperbarui: 21 April 2018   17:47 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semalam jam 21.30 WIB niat hati hendak naik sepeda motor muter-muter mengelilingi kompleks bersama anak laki-laki saya ketika tiba-tiba istri meminta untuk diantar ke tempat pak Aris. Pak Aris adalah tukang sate Madura langganan kami, disamping harganya terjangkau rasanya juga cukup aduhai. Istri rupanya mau pesan sate ayam buat acara arisan ibu-ibu komplek dinihari Minggu lusa, sekaligus mau mbungkus buat makan pagi esok paginya.

Berboncengan motor bertiga kami menembus malam menuju  lapak sate pak Aris. Sesampainya disana ternyata gerobak sate pak Aris sudah gelap. Bertanyalah kami pada penjual nasi goreng dimana pak Aris berada. Penjual nasi goreng mengatakan pak Aris barusan tutup, sekarang ada di lapak satunya yang dijaga anaknya sampai pagi. Lokasi lapak sate anaknya berada sekitar 500 meter dari lapak pak Aris.

Segera saya pacu motor ke lapak sate anaknya pak Aris. Saat baru sampai, terlihat pak Aris mau pergi dengan istrinya naik motor. Saat itu juga saya teriak namanya cukup keras. Berhentilah dia dari mau memacu motornya. Istri kemudian langsung menghampiri pak Aris dan menyelesaikan DP untuk urusan pesan memesan sate buat hari Minggu.

Kelar urusan pesanan sate dengan pak Aris, kamipun memesan 4 bungkus sate di lapak anaknya buat makan esok pagi. Lapak sate Madura ini semalam dijaga oleh 2 orang anak muda yang merupakan anak-anak pak Aris. Anak yang besar sebut saja Hamid sudah lulus SMK, sementara adiknya baru kelas 1 SMK. Anak-anak ini menjaga lapak satenya sampai Subuh. Selain di lapak ini si Hamid sorenya berjualan di lapak sate Madura satunya lagi di kampung sebelah lapak pak Aris, dan bergegas menuju lapaknya itu ketika jualannya di kampung sebelah habis. Jadi total saat ini pak Aris dan keluarganya punya 3 buah lapak sate.

Sembari menunggu si Hamid dan adiknya membakar, kamipun bercakap-cakap. Si Hamid saya tanya mengapa tidak melanjutkan kuliah. "Sudah malas mikir dan sekolah pak", begitu jawab Hamid. "Kuliah dan sekolah kan ujung-ujungnya nyari duit pak, saya malas kerja di PT PT disini" lanjut Hamid menjelaskan. "Iyalah, di PT kamu dapat UMR, jualan sate jauh lebih banyak dari UMR" kata saya padanya, si Hamid tersenyum simpul menanggapi. Wah bener pikir saya dalam hati, berjualan sate keuntungannya sangat jauh lebih besar dari UMR kabupaten Bekasi.

Dalam sehari, kata Hamid mereka menghabiskan 12 kg daging kambing dan 10 kg ayam. Saya hitung-hitung kalau harga daging kambing sekarang Rp. 110.000,- per kg sementara ayam Rp. 30.000,- per kg maka modal kotornya sekitar 1,7 juta rupiah. Jadi kalau minimal bisnis makanan seperti ini keuntungan bersih bisa 1 kali lipat dari modal maka rata-rata pak Aris dan anak-anaknya bisa mendapatkan 1,5 -1,7 juta  rupiah sebagai keuntungan perharinya. Kalau dibagi menjadi 3 lapak, maka satu lapak sate bisa menghasilkan 500 ribu rupiah keuntungan perharinya. Maka pendapatan dari si Hamid saya taksir bisa 10 juta dalam sebulan. Saya pikir alasannya untuk tidak mau melanjutkan kuliah dan bekerja di PT menjadi sangat logis dengan hitung-hitungan inI.

Melihat kisah hidup si Hamid, saya jadi ingat teman-teman saya waktu SMP atau SMA. Banyak dari mereka yang kebetulan keturunan Tionghoa, Arab maupun Jawa tidak mau atau tidak berbakat untuk sekolah dan kuliah alias prestasinya pas-pasan. Karena orangtua mereka kebanyakan pedagang atau pengusaha, maka mereka pun banyak yang langsung diberikan modal untuk usaha/kerja dan tidak dituntut kuliah. Orang tua mereka sudah menyadari bahwa bakat anaknya bukan di bidang pendidikan atau prestasi kuliah namun lebih pada berdagang atau bisnis.

Saya rasa jaman sekarang kuliah bukan menjadi suatu prioritas utama. Lebih utama adalah kenali keinginan atau passion utama dari kita atau anak-anak kita. Apakah pendidikan menjadi tidak penting? Kalau pendidikan penting mengapa jaman sekarang banyak lulusan S1 bahkan S2 yang menganggur? 

Pendidikan selamanya menjadi suatu hal yang penting dan wajib kita usahakan sepanjang hidup. Namun harap diingat, pendidikan tidak hanya dilakukan dalam ruang-ruang formal seperti sekolah, universitas dan lembaga pendidikan lainnya. Pendidikan, pelajaran juga bisa diperoleh dalam pergaulan, kehidupan bermasyarakat, dalam pekerjaan dan secara mandiri melalui baca buku, majalah, koran maupun internet.

Mau jadi tukang sate boleh, mau jadi dosen oke, mau menjadi pedang atau pengusaha bagus, mau jadi apapun selama menghasilkan pendapatan yang halal dan bisa menghidupi minimal dirinya sendiri maka semuanya dibolehkan. Hal yang paling utama untuk dicamkan adalah tanggung jawab yang harus dimiliki oleh setiap insan. Ketika setiap insan sudah punya tanggung jawab, maka profesi dan pilihan hidup apapun maka dia akan ikhlas dan serius dalam menjalaninya.

Ah bicara tanggung jawab rasanya mudah diucapkan namun penuh tantangan dalam menjalankannya. Namun pendidikan akan tanggung jawab harus diperkenalkan sejak kecil, atau sejak anak-anak. Suatu tantangan untuk memperkenalkan pada keluarga saya khususnya. Hari ini saya belajar dari Hamid anaknya pak Aris, bahwa hidup itu bukan hanya dari sekedar gelar, pendidikan dan status sosial, namun hidup itu adalah passion yang harus dijalani dengan tanggung jawab.

MRR, JKT-21/04/2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun