Mohon tunggu...
M Rafi
M Rafi Mohon Tunggu... Mahasiswa

Seorang mahassiwa Hubungan Internasional Universitas Andalas

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dukungan Masyarakat Sipil Global di Eropa terhadap Palestina serta Kecaman terhadap Aksi Israel

28 Juni 2025   17:07 Diperbarui: 28 Juni 2025   17:10 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Selama bertahun-tahun, Uni Eropa dan negara-negara anggotanya bersikap hati-hati dalam merespons konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina. Namun, sejak meningkatnya kekerasan yang menewaskan puluhan ribu warga sipil di Jalur Gaza pada tahun 2023 hingga 2024, lanskap politik Eropa mulai berubah. Perubahan ini tidak hanya dipicu oleh dinamika politik elite, tetapi juga oleh gelombang besar dukungan dan tekanan dari masyarakat sipil global yang menuntut keadilan bagi Palestina.

Gelombang Kecaman dari Pemerintah Eropa: Respons atas Tekanan Masyarakat Sipil

Negara-negara seperti Irlandia, Spanyol, dan Norwegia menjadi yang terdepan dalam perubahan ini. Pada Mei 2024, ketiga negara tersebut secara resmi mengakui negara Palestina. Langkah ini bukan sekadar keputusan politik, melainkan hasil dari desakan kuat masyarakat sipil---baik di dalam negeri maupun internasional---yang selama berbulan-bulan menggelar aksi solidaritas, petisi, serta kampanye digital yang viral di seluruh dunia.

Perdana Menteri Irlandia, Simon Harris, menegaskan bahwa pengakuan Palestina adalah "langkah moral dan strategis yang diperlukan untuk mendukung perdamaian sejati." Pernyataan ini merefleksikan suara publik yang terus bergema di jalan-jalan Eropa dan dunia, menuntut agar pemerintah tidak lagi menutup mata terhadap penderitaan rakyat Palestina.

Tekanan Akar Rumput: Masyarakat Sipil Global di Garda Terdepan

Di balik perubahan sikap pemerintah, masyarakat sipil global memainkan peran sentral. Ribuan demonstrasi pro-Palestina terjadi di kota-kota besar seperti London, Paris, Berlin, New York, hingga Jakarta. Poster bertuliskan "Ceasefire Now", "Stop Arming Israel", dan "Free Palestine" mewarnai jalanan, sementara petisi daring menembus jutaan tanda tangan. Gerakan mahasiswa, serikat pekerja, selebritas, hingga tokoh agama bersatu dalam solidaritas lintas negara.

Bukan hanya aksi massa, jaringan LSM internasional seperti Human Rights Watch, Amnesty International, dan berbagai koalisi masyarakat sipil turut menggalang opini publik global melalui laporan investigatif, kampanye media sosial, dan advokasi di forum-forum internasional. Laporan-laporan mereka menjadi alat penting untuk menekan para pemimpin dunia agar mengambil tindakan nyata, bukan sekadar retorika.

Masyarakat Sipil sebagai Agen Perubahan Kebijakan

Desakan masyarakat sipil tidak hanya terbatas pada demonstrasi, tetapi juga mendorong parlemen dan pemerintah untuk mengambil langkah konkret. Di Belanda dan Belgia, misalnya, tekanan publik memicu parlemen untuk mengusulkan penyelidikan internasional atas dugaan kejahatan perang Israel. Di Jerman dan Prancis, suara masyarakat sipil semakin keras menuntut penghentian bantuan militer ke Israel.

Di tingkat Uni Eropa, meski masih ada perpecahan, semakin banyak negara anggota yang mendesak pengambilan posisi bersama, didorong oleh suara akar rumput yang menuntut keadilan dan penghormatan terhadap hukum internasional.

Implikasi Jangka Panjang: Masyarakat Sipil Global sebagai Penjaga Keadilan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun