Mohon tunggu...
monica pranata
monica pranata Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pajak Atas Usaha Kecil Menengah

13 Desember 2017   15:59 Diperbarui: 14 Desember 2017   12:54 1554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pajak Atas Usaha Kecil Menengah

Berbagai kalangan seperti akademisi, praktisi, politisi, negarawan serta pengamat ekonomi, telah mengemukakan bahwa untuk menjadi bangsa yang maju sedikitnya dibutuhkan entrepreneur sebanyak 2% dari populasi penduduknya. Karena kehadiran pengusaha atau entrepreneur bisa menjadi motor penggerak pembangunan, menjaga stabilitas perekonomian dan faktor penentu untuk meningkatkan kesejahteraan. Saat ini jumlah pengusaha di Indonesia sekitar 1,65% dari jumlah penduduk. Jumlah ini kalah jauh bila dibandingkan dengan negara tetangga, misalnya Singapura sebesar 7 persen, Malaysia 5 persen dan Thailand sebesar 4 persen dari jumlah penduduk masing-masing negara tersebut. Sementara negara-negara maju seperti Amerika Serikat jumlah pengusahanya 11 persen dan China sebesar 12 persen.

Untuk mendorong tumbuhnya jumlah pengusaha, pemerintah sendiri sudah mencanangkan Gerakan Kewirausahaan Nasional (GKN) sebagai upaya untuk mendukung terciptanya pengusaha tangguh, mampu meningkatkan perekonomian nasional, dan mampu menciptakan lapangan kerja. Saat ini dari jumlah pengusaha yang ada di Indonesia, sebanyak 98 persen diantaranya masih dalam skala mikro atau dinamakan dengan istilah UKM/UMKM.

Dengan kondisi tersebut dilihat dari sisi perpajakan, bagaimanakah aspek perpajakan untuk usaha kecil menengah ini? Apakah mereka juga harus membayar pajak? Apabila ditinjau dari sisi kebutuhan peningkatan jumlah pengusaha, tentulah perlu ada kebijakan yang bisa menjadi pendorong, namun di sisi lain negara juga membutuhkan penerimaan pajak. 

Sesuai UU KUP bahwa semua Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai wajib pajak dan mendapatkan NPWP. Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak. 

Dengan demikian apabila UKM/UMKM telah memenuhi syarat objektif maka diwajibkan mendaftar ke Direktorat Jenderal Pajak untuk mendapatkan NPWP dan melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan tersebut diatas. Dengan demikian UKM/UMKM tersebut juga harus membayar pajak.

Namun demikian untuk memberikan kemudahan dan penyederhanaan aturan perpajakan, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Pemerintah memberikan kebijakan yaitu untuk penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dengan peredaran bruto yang tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 tahun pajak, besarnya pajak yang terutang dan harus dibayar adalah 1% dari jumlah peredaran bruto (omzet) yang diperoleh setiap bulannya. Ketentuan tersebut berlaku untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan, tidak termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Kewajiban pajak dengan tarif 1% ini merupakan PPh Pasal 4 ayat (2) bersifat Final, disetor tiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya. Wajib Pajak yang telah menyetor PPh Final ini dianggap telah menyampaikan SPT Masa PPh Final sesuai tanggal validasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) pada bukti pembayarannya. Setelah tahun pajak berakhir pembayaran PPh Final ini dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh pada bagian penghasilan lain yang dikenakan pajak final dan/atau bersifat final, dengan cara mengisikan jumlah pada kolom Dasar Pengenaan Pajak/Penghasilan Bruto dan jumlah pada kolom PPh Terutang.

Pajak Penghasilan sesuai PP Nomor 46 Tahun 2013 tidak dikenakan terhadap:

  • Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang menggunakan sarana yang dapat dibongkar pasang dan menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum, misalnya: pedagang keliling, pedagang asongan, warung tenda di area kaki lima, dan sejenisnya;
  • Badan yang belum beroperasi secara komersial atau yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4,8 miliar.

Peredaran bruto (omzet) merupakan total dari seluruh gerai/outlet baik pusat atau cabang yang dimiliki oleh Wajib Pajak selama satu tahun. Apabila jumlah omzet tahun sebelumnya tidak melebihi Rp4,8 miliar maka untuk tahun pajak berikutnya dikenakan PPh Final 1%. Untuk Wajib Pajak baru dan mendaftar di bagian tahun pajak maka penghitungan omzetnya disetahunkan. Apabila omzet suatu tahun pajak telah mencapai Rp4,8 miliar atau lebih maka untuk tahun pajak berikutnya dikenakan PPh Umum menggunakan tarif Pasal 17 UU Pajak Penghasilan.

Wajib Pajak yang dikenai PPh Final 1% dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan/pemungutan PPh yang tidak bersifat Final. Misalnya UKM/UMKM menjadi rekanan pemerintah untuk pengadaan barang/jasa, agar pembayaran dari pekerjaan pengadaan barang/jasa tersebut tidak dikenakan pemotongan/pemungutan PPh Pasal 22 atau PPh Pasal 23, Wajib Pajak dapat mengajukan Permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB). Sesuai  Peraturan Dirjen Pajak Nomor Per-32/PJ/2013, permohonan SKB dimaksud diajukan kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.

(Disampaikan oleh: Tim Penyuluhan Kanwil DJP Jakarta Selatan I)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun