Mohon tunggu...
Motulz Anto
Motulz Anto Mohon Tunggu... Creative advisor

Kreativitas - Teknologi - Kebudayaan | Pemerhati kebijakan sosial | Pengamat dan Penikmat Kreativitas, Pelaku Kreatif | Ekonomi Kreatif | Artificial Intelligence (AI)

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Sora 2: Kekaguman Yang Mencemaskan Dunia Video AI

6 Oktober 2025   09:32 Diperbarui: 6 Oktober 2025   09:53 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: Koleksi pribadi buatan AI)

Ada satu momen yang sulit dilupakan ketika pertama kali melihat hasil video buatan Sora terbaru --- sistem generatif video dari OpenAI. Semuanya tampak begitu berubah, begitu nyata: video parodi sosok Michael Jackson yang merebut satu kotak KFC. Tidak hanya gerak kamera yang halus tapi sosok rekayasa Jacko-nya ini yang begitu "hidup" yang rasanya susah ditandingi oleh CGI masa kini.


Ya! Kita hidup di zaman di mana video bisa diciptakan, bukan direkam. Dan itu luar biasa. Tapi juga... sedikit menakutkan. Bagaimana? Cemas nggak

Sora pada dasarnya adalah mesin penerjemah dan pengejawantah ide dan imajinasi. Kita tinggal menuliskan ide atau imajinasi kita dalam kalimat perintah, lalu klik, dan dalam hitungan detik, Sora akan menciptakan (generate) sebuah gambar, video, bahkan animasi. Dulu hal seperti ini hanya ada di film fiksi ilmiah. Sekarang, bisa dilakukan siapa pun dari ponsel dan laptop rumahnya.

Menakjubkan, bukan? Tapi di balik semua kekaguman itu, muncul rasa was-was yang tak bisa diabaikan. Karena ketika video buatan AI sudah sulit dibedakan dari kenyataan, maka garis antara fakta dan fiksi pun mulai kabur. Apalagi video-video ini dapat dibuat oleh "siapa saja" dengan level pendidikan apa saja. Kita bisa saja menonton video yang tampak seperti kejadian nyata --- padahal hanya hasil rekayasa algoritma semata. Dan ketika itu terjadi, pertanyaan penting pun muncul: Masih bisakah kita percaya pada apa yang kita lihat? Bagaimana dengan jargon "seeing is believing" ?

Tentu, Sora 2 sendiri bukan "tokoh jahat" dalam kisah ini. Ia hanyalah alat. Sama seperti pisau yang bisa digunakan untuk memasak, tapi juga bisa melukai. Ia memberi peluang luar biasa bagi dunia perfilman, pendidikan, dan seni visual. Tapi di tangan yang salah, Sora juga bisa jadi alat penyamaran, alat propaganda, atau alat kebohongan (hoax) yang sangat memusingkan.

Jadi, mungkin bukan teknologinya yang perlu kita takuti, melainkan niat manusia yang menggunakannya. Di titik ini, kita semua punya peran. Baik sebagai pembuat maupun penonton, kita perlu belajar bersikap lebih waspada. Kita bisa tetap kagum, tapi juga perlu berhati-hati. Karena tanggung jawab di era AI bukan lagi soal "boleh atau tidak," tapi "pantas atau tidak pantas". Tentang bagaimana cara kita menjaga akal sehat dan etika di tengah derasnya gelombang inovasi.

Dan mungkin, di akhir semua ini, hanya satu kalimat yang perlu diingat:

"Teknologi bisa meniru dunia, tapi hanya manusia yang bisa merasakan pengalaman dunia dan menjadikannya sebuah makna." - K.H. Motulz

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun