Mohon tunggu...
Mario Emanuel
Mario Emanuel Mohon Tunggu... -

A boy who has no regrets.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mendidik di Wilayah Terluar, Terdepan, dan Tertinggal

9 April 2018   20:04 Diperbarui: 9 April 2018   20:20 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: instagram.com/bookforpapua_

Bagi sebagian calon guru, mendidik dikota ialah sasaran utama setelah lulus dan bergelar sarjana pendidikan. Selain upah yang didapat lebih menguntungkan, mendidik dikota juga terasa lebih nyaman. Namun, pernahkah kita sebagai calon guru berpikir bahwa teman-teman kita dan adik-adik kita di pulau terluar membutuhkan kita sebagai guru? ya jawabannya pasti pernah namun tidak memiliki niatan atau mungkin tidak pernah sama sekali.

Mengapa mendidik dipulau terluar?

Mereka butuh kita. Banyak adik-adik kita dilain pulau atau bahkan dipulau Jawa pun masih ada wilayah terpencil yang sangat minim pendidikan. Papua dan Nusa Tenggara Timur adalah contoh wilayah yang masih minim akan pendidikan. Hal ini mungkin terjadi karena akses yang sulit dan yang terpenting adalah mereka kekurangan guru yang berkompeten terutama guru muda yang penuh kreativitas dalam hal mengajar. 

Salah satu contohnya ialah dalam hal media pengajarannya yang interaktif. Oleh karena itu, kita sebagai calon guru muda yang penuh kreativitas tentunya, perlu melakukan sedikit perubahan dengan cara membangkitkan kemauan dan niat untuk mengajar diwilayah-wilayah yang sangat minim pendidikan. Namun, ketika kita sudah memutuskan akan mengajar diwilayah-wilayah tersebut, kita juga harus siap menerima konsekuensi-konsekuensinya seperti gaji yang minim, akses atau medan yang sulit, dan bahkan susah sinyal. 

Dengan segala konsekuensi tersebut, kita sudah tidak lagi berorientasi pada seberapa besar gaji yang kita dapat dan segala kemudahan yang akan kita dapat seperti halnya mengajar dikota, namun yang terpenting adalah dedikasi kita untuk teman-teman dan adik-adik kita diwilayah yang minim pendidikan. Dengan itu, kita dapat berharap agar mereka mendapatkan pendidikan yang layak dan lebih termotivasi untuk belajar karena media pengajaran dan gaya mengajar kita yang membangkitkan motivasi belajar.

Dengan semua alasan tersebut, saya sebagai mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Sanata Dharma Yogyakarta termotivasi untuk mengajar diwilayah-wilayah yang minim pendidikan karena menurut saya kalau bukan kita sebagai generasi penerus ya siapa lagi. Menurut saya, kita juga wajib berpartisipasi dalam mengatasi masalah pendidikan kita yang satu ini. 

Pada dasarnya, anak-anak diwilayah-wilayah yang minim pendidikan itu kekurangan buku-buku untuk dibaca padahal mereka sangat senang membaca. Hal ini diperkuat dengan salah satu akun instagram yang pernah saya lihat di timeline akun Instagram saya. Akun tersebut ialah @bookforpapua_ yang banyak membagikan konten tentang kisah pendidikan anak-anak Papua dan salah satunya ialah tentang bagaimana anak-anak disana yang senang membaca namun sangat minim buku bacaan. Akun @bookforpapua_sendiri ialah sebuah komunitas sosial kecil untuk pendidikan dipedalaman Papua, begitulah yang tertulis di bio mereka. Dari situlah mengapa hatiku tersentuh dan sangat ingin berpartisipasi dengan cara mengajar apapun yang saya bisa dan satu lagi, saya sekaligus ingin membawakan mereka buku dan berbagai macam alat tulis yang saya punya.

Jadi, bagaimana dengan kalian para calon guru muda? Siap menjadi pengajar adik-adik kita diwilayah terluar, terdepan, dan tertinggal? :)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun