Wacana ini, memang lebih didasari oleh kerangka pikir ekonomi. Â Artinya, sudut pandang yang akan digunakan adalah sudut pandang politik ekonomi atau politik pembangunan. Dengan kata lain, jika kita dihadapkan pada pertanyaan, mengapa ada sebagian warga kita, menuntut memisahkan diri dari kehidupan kebangsaan kita ? atau mengapa dia bereaksi negatif terhadap kita ? salah satu sudut pandang yang bisa dikemukakannya, adala sudut pandangan keadilan dan pemerataan pembangunan.
Dengan pemahaman seperti ini, kita melihat, bahwa reaksi negatif dari sekelompok orang, adalah bentuk lain, dari perjuanagn ketidakadilan dan penolakan terhadap strategi pembangunan yang dikembangan atau terkembangkan saat ini.
Sebagai orang yang jauh dari kelompok saudara kita di ujung Timur, atau sebagai orang Pusat, mungkin kita merasakan bahwa strategi pembangunan yang kita lakukan, sudah mengarah dan diarahkan untuk pemerataan. Â Bahkan, pembangunan ekonomi kita, sudah diajukan untuk mengimbangi perkembangan global yang ada di sekitar kita.
Namun demikian, menurut apresiasi subjektif atau penilaian kelompok tertentuk, hasil pembangunan yang terkembangkannya ternyata malah meimbulkan kecemburuan dan prasangka ketidakadilan. Strategi yang dikembangkan niatnya adalah menciptakan lapangan kerja, tetapi yang terebangkan adalah memfasilitas pemilik modal mencaplok usaha kecil dan menengah.
Strateg pembangunan yang dikembangkan adalah mengimbangi harga minyak dunia, namun harga BBM yang terkembangkannya adalah mencekik daya beli masyarakat. Â Strategi pembangunan yang dikembangkan adalah melayani keanekaragaman, nilai yang terkembangkannya adalah friksi dan intrik antar kelompok.
Dalam konteks itu, kita melihatnya, Â bahwa strategi pembangunan yang gagal dan tidak tepat sasaran, potensial menyebabkan lahirnya kekecewaan di tengah masyarakat. termasuk dalam hal ini, yaitu dalam konteks pembangunan di Papua. Bisa jadi, strategi pembangunan yan dikembangkan selama ini, tidak menguntungkan masyarakat pribumi, dan struktur ekonomi yang terkembangkannya adalah rasa kecemburuan, sehingga mereka berteriak untuk melakukan koreksu kepada Pemerintah.