Mohon tunggu...
moja ratu
moja ratu Mohon Tunggu... pelajar sekolah

.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Analisis Dampak Kecerdasan Artifisial dalam Kehidupan Sehari-hari Terhadap Privasi dan Keamanan Data Pengguna

7 Oktober 2025   06:05 Diperbarui: 7 Oktober 2025   06:05 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

Kecerdasan Artifisial (AI) telah merasuk ke dalam hampir setiap aspek kehidupan modern kita, mengubah cara kita bekerja, berkomunikasi, bersantai, dan mengelola urusan sehari-hari. Dari asisten virtual seperti Siri dan Alexa yang memudahkan pencarian informasi, algoritma rekomendasi di Netflix dan TikTok yang menghibur kita, hingga sistem pembayaran digital dan navigasi yang memandu perjalanan, kehadiran AI terasa nyata dan semakin tak terelakkan. Di balik kemudahan dan efisiensi yang ditawarkan oleh teknologi mutakhir ini, terdapat sebuah paradoks yang kompleks dan mengkhawatirkan: di satu sisi, AI menjanjikan personalisasi dan kemudahan hidup yang belum pernah ada sebelumnya, namun di sisi lain, ia membawa serta ancaman serius terhadap privasi dan keamanan data pengguna yang menjadi fondasinya. Analisis mendalam terhadap dampak ini menjadi sangat krusial untuk memahami
masa depan hubungan antara manusia dan teknologi.

AI modern khususnya model machine learning dan deep learning sangat bergantung pada data dalam jumlah yang sangat masif yang sering disebut sebagai "minyak baru". Setiap klik, pencarian, suka, berbagi lokasi, riwayat belanja, hingga percakapan suara dengan asisten digital dicatat, dianalisis, dan digunakan untuk melatih algoritma. Proses inilah yang memungkinkan personalisasi ekstrem. Misalnya pada platform media sosial tidak hanya menampilkan konten yang kita sukai, tetapi juga dapat memengaruhi opini dan perilaku kita melalui filter bubble yang diciptakan algoritma. Kemudahan ini datang dengan harga, yaitu pengorbanan privasi. Pengguna sering kali tidak menyadari betapa dalam dan luasnya data pribadi mereka dikumpulkan. Persetujuan yang diberikan sering kali melalui syarat dan ketentuan yang panjang dan rumit, menjadikan informed consent sebagai sebuah ilusi. Data yang terlihat sepele seperti preferensi musik atau waktu tidur, ketika digabungkan dan dianalisis oleh AI dapat mengungkap profil psikologis, kondisi kesehatan, keyakinan politik, dan hubungan personal seseorang dengan akurasi yang mengejutkan.

Ancaman terhadap privasi ini semakin mengkhawatirkan dengan adanya praktik data profiling dan predictive analytics. AI tidak hanya merekam masa lalu, tetapi juga memprediksi masa depan kita. Sistem AI dapat memprediksi kemungkinan seseorang menderita penyakit tertentu, risiko kreditnya, atau bahkan potensi untuk melakukan tindakan kriminal. Meskipun memiliki manfaat potensial, seperti dalam diagnosis medis yang lebih cepat, penggunaan data ini tanpa regulasi yang ketat dapat mengarah pada diskriminasi algoritmik. Perusahaan asuransi dapat menaikkan premi berdasarkan prediksi gaya hidup, perekrut kerja dapat menyaring kandidat berdasarkan analisis psikometrik dari data media sosialnya, dan lembaga penegak hukum dapat menyasar kelompok tertentu berdasarkan prediksi algoritma yang bias. Dalam skenario seperti ini, privasi bukan lagi sekadar hak untuk menyembunyikan informasi, tetapi meluas menjadi hak untuk tidak dinilai dan tidak didiskriminasi berdasarkan data yang dikumpulkan secara diam-diam dan dianalisis di balik layar.

Selain ancaman terhadap privasi, integrasi AI juga membuka celah keamanan data yang lebih luas dan kompleks. Kumpulan data yang masif ini menjadi sasaran empuk bagi peretas. Sebuah pelanggaran data (data breach) pada sistem yang didukung AI tidak hanya membocorkan nama dan email, tetapi juga data biometrik (seperti sidik jari dan pengenalan wajah), pola perilaku, dan data sensitif lainnya yang hampir tidak mungkin diubah. AI itu sendiri dapat menjadi alat untuk melakukan serangan siber yang lebih canggih. Peretas dapat menggunakan AI untuk menciptakan serangan phishing yang sangat personal dan sulit dibedakan dari komunikasi asli, meretas sistem keamanan dengan menemukan kerentanan baru secara otomatis, atau bahkan menciptakan deepfakekonten audio atau video yang dibuat oleh AI yang terlihat sangat nyata untuk tujuan penipuan, pemerasan, atau merusak reputasi.

Teknik seperti model inversion dapat memungkinkan penyerang untuk merekonstruksi data pelatihan dari model AI yang sudah jadi, sementara serangan adversarial dapat menipu sistem AI dengan memasukkan input yang dirancang khusus. Sebagai contoh, tempelan stiker tertentu pada rambu lalu lintas dapat membuat sistem mobil otonom salah membaca tanda berhenti sebagai pembatas kecepatan, dengan konsekuensi yang berpotensi fatal. Kerentanan ini menunjukkan bahwa keamanan AI bukan hanya tentang melindungi gudang data, tetapi juga tentang memastikan integritas dan ketahanan model AI itu sendiri terhadap manipulasi. Dari sisi regulasi, kerangka hukum seperti Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) di Indonesia dan General Data Protection Regulation (GDPR) di Eropa adalah langkah penting. Regulasi ini menekankan prinsip privacy by design dan security by design, di mana perlindungan privasi dan keamanan harus diintegrasikan sejak awal dalam proses pengembangan sistem AI, bukan sebagai tambahan. Perusahaan harus transparan tentang data apa yang dikumpulkan, untuk tujuan apa, dan memberikan kendali penuh kepada pengguna atas data mereka sendiri, termasuk hak untuk dilupakan (right to be forgotte).

Namun, upaya untuk menciptakan keseimbangan antara inovasi AI dan perlindungan privasi menghadapi tantangan yang semakin kompleks seiring dengan perkembangan teknologi itu sendiri. Kemunculan model AI generatif seperti ChatGPT dan tools pembuat gambar digital telah membuka dimensi baru dalam perdebatan privasi. Model-model ini dilatih dengan data dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya, sering kali tanpa persetujuan eksplisit dari pemilik konten asli. Kemampuan AI generatif untuk membuat konten yang sangat personal berdasarkan data pengguna menimbulkan pertanyaan etis mendalam tentang hak kekayaan intelektual dan batasan penggunaan data. Dalam beberapa kasus, input sensitif yang dimasukkan pengguna ke dalam platform AI dapat diolah dan digunakan untuk melatih model lebih lanjut, menciptakan risiko kebocoran informasi rahasia yang mungkin tidak disadari oleh pengguna itu sendiri.


Di sisi lain, perkembangan teknologi seperti Federated Learning justru menawarkan harapan baru dalam mempertahankan privasi. Pendekatan ini memungkinkan model AI dilatih secara terdistribusi di perangkat pengguna tanpa perlu mengirimkan data mentah ke server pusat. Data tetap tersimpan secara lokal di ponsel atau komputer pengguna, sementara hanya pembaruan model yang dikirim ke server. Meskipun belum sempurna, pendekatan semacam ini menunjukkan bahwa inovasi teknologi dapat menjadi bagian dari solusi perlindungan privasi. Demikian pula, teknik diferensial privasi (differential privacy) yang menambahkan "noise" statistik pada kumpulan data memastikan bahwa informasi individu tidak dapat diidentifikasi dalam dataset yang besar, sementara tetap mempertahankan utilitas data untuk pelatihan AI.


Tantangan keamanan juga terus berevolusi seiring dengan semakin terintegrasinya AI dalam infrastruktur kritikal seperti sistem perbankan, layanan kesehatan, dan jaringan listrik. Kerentanan pada sistem AI di sektor-sektor ini tidak lagi hanya berurusan dengan kebocoran data, tetapi dapat mengancam stabilitas ekonomi dan keselamatan publik. Serangan terhadap model AI yang mengendalikan infrastruktur penting dapat menyebabkan dampak berantai yang sulit dikendalikan. Oleh karena itu, pendekatan keamanan siber konvensional perlu ditingkatkan dengan mekanisme pertahanan yang juga berbasis AI yang mampu mendeteksi dan merespons ancaman secara real-tim.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun