Mohon tunggu...
Moh Tamimi
Moh Tamimi Mohon Tunggu... Jurnalis - Satu cerita untuk semua

Mencari jejak, memahami makna.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Menghargai Air untuk Kehidupan

5 Mei 2021   15:57 Diperbarui: 6 Mei 2021   08:14 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di tingkat hilir mungkin telah banyak masyarakat menggunakan air seperlunya, sebijak-bijaknya, namun jika di tingkat hulu dieksploitasi habis-habisan tanpa mempertimbangkan keberlangsungannya, kapitalisasi air, sehingga membuat sumber mata air rusak dan habis.

Sumber mata air harus dijaga kelestariannya.
Keberlangsungan air dari hulu sampai hilir harus terjaga, saling bersinergi satu sama lain.

Di tingkat desa selalu ada kearifan lokal yang konotasinya adalah menjaga sumber daya alam, menjaga sumber mata air, misal berkembang mitos bahwa tidak boleh menebang pohon besar sembarangan di daerah sumber mata air karena pohon itu dipercaya punya penunggu dan akan marah serta akan mengganggu masyarakat setempat, terutama yang menebang, jika pohon yang menjadi rumahnya itu sampai dirusak.

Terlepas dari mitos yang berkembang, pohon besar berperan penting dalam menjaga keberlangsungan sumber mata air, akar-akarnya menyerap dan menyimpan air dalam tanah.

Selain itu, watak masyarakat pedesaan yang selalu gotong royong, di wilayah tertetu yang terdapat sumber daya air, mereka akan menjaga dan merawat sumber daya air yang ada di daerah mereka. Di daerah penulis, Kabupaten Sumenep, hal ini masih berlangsung. Masyarakat kerja bakti membersihkan sumber mata air, selain untuk dikonsumsi dan kebutuhan sehari-hari, mereka membaginya, membuat irigasi dengan adil berdasarkan kebudayaan yang berlaku.

Masyarakat merasa saling terikat dengan alam, terlebih air. Mereka sadar bahwa mereka adalah bagian dari alam, bagian dari micro cosmos.

Masalahnya, bila industri datang ke desa, mereka mengeksploitasi air sebanyak-banyaknya demi kebutuhan kapital. Mereka berdalih ingin membantu masyarakat, meningkatkan taraf hidup masyarakat supaya lebih sejahtera, padahal tujuan utama mereka sebenarnya adalah laba.

Akhirnya, masyarakat yang awalnya sejahtera hidup di lingkungannya yang asri, air berlimpah, menjadi kekurangan air, debit air di wilayah mereka mengecil, bahkan bisa kering. Dana kompensasi dari perusahaan tidak dapat mengembalikan sumber mata air mereka.

Seperti yang penulis katakan di atas, sebotol air yang diminum telah melewati perjalanan panjang. Sebotol air jernih yang seseorang teguk juga mempunyai dampak bagi orang lain di tempat yang jauh yang mungkin tidak akan pernah ia kenal sepanjang hidupnya.

Menghargai air sama dengan menghargai kehidupan. Tidak perlu menunggu bernasib seperti masyarakat Bungin Nyarat dan Montorna untuk menghargai air.

Catatan: Saubi adalah nama desa, sedangkan Saobi adalah nama pulau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun