Mohon tunggu...
Moh Tamimi
Moh Tamimi Mohon Tunggu... Jurnalis - Satu cerita untuk semua

Mencari jejak, memahami makna.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Menghargai Air untuk Kehidupan

5 Mei 2021   15:57 Diperbarui: 6 Mei 2021   08:14 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Akan tetapi, bagaimana di pelosok Indonesia, negeri yang terkenal dengan sebutan gemah ripah loh jinawi ini! Apakah semua masyarakatnya sudah mendapatkan air bersih, layak, dan aman untuk dikonsumsi?

Berdasarkan data dari Kementerian Badan Perencanaan Nasional Republik Indonesia (Bappenas RI) kepemilikan akses berdasarkan sumber air minum utama di Indonesia adalah sebagai berikut: air minum dalam kemasan (AMDK) dan air isi ulang sebanyak 39 persen, sumber air minum tidak layak 7 persen, air hujan 2 persen, mata air terlindungi 8 persen, sumur terlindungi 15 persen, sumur bor/pompa 19 persen, dan pipa (ledeng) 10 persen.

Satu dari sekian banyak masyarakat yang tidak mudah mendapatkan air bersih adalah masyarakat Pulau Bungin Nyarat, Desa Saubi, Kecamatan Kangayan, Kabupaten Sumenep.

Penulis pernah ke pulau itu untuk liputan.

Di pulau mereka tidak terdapat sumber air. Demi mendapatkan air mereka harus menyeberangi lautan menuju pulau terdekat, Pulau Saobi. Mereka mengangkut air dengan perahu setiap harinya. Ada penjual jasa yang rela melakukan itu.

Masalah uang bagi masyarakat Bungin tidak perlu dikhawatirkan, sekilas dilihat dari bangunan rumah yang ada di sana, tingkat ekonomi mereka menengah ke atas, rumah menggunakan tembok yang kokoh. Mata pencaharian mereka adalah pelaut, nelayan dan penyelam Tripang/Timun Laut. Namun, ini bukan masalah uang.

Di tengah banyak orang kaya yang suka menghambur-hamburkan uang, melakukan apa saja demi mengikuti hawa nafsunya, tetapi tidak bagi masyarakat Pulau Bungin Nyarat. Mereka harus tetap mengirit air, perlu setetes peluh untuk mendapakan setetes air tawar. Tidak bijak menggunakan air, seketika itu juga mereka akan merasakan akibatnya, kekurangan stok air.

Masyarakat di Desa Montorna, Kecamatan Pasongsongan, Kabupaten Sumenep, bisa dikatakan lebih beruntung daripada masyarakat Bungin Nyarat karena mereka tidak harus menyeberangi lautan untuk mendapatkan air, namun mereka harus berjalan sejauh 5 km untuk bisa mendapatkan air atau ada subsidi air, bahkan bisa berpuluh-puluh kilometer. Kala kemarau, sumur mereka kering, ladang-ladang pertanian kembali gersang, ancaman gagal panen tidak henti-henti menjadi sebuah kekhawatiran.

Saya menyaksikan langsung senyum mereka yang mengembang tatkala mendapatkan bantuan air, mereka berkumpul membawa ember, timba, bahkan selang agar bisa langsung mengalirkan air dari tangki air ke bak mandi. Ada pula yang saling rebut demi mendapat bagian.

Baik masyarakat Bungin maupun Montorna, mereka benar-benar merasakan akan pentingnya air dan bagaimana mereka harus menghargai air. Air adalah hidup mereka yang harus mereka syukuri dan hargai.

Menghargai air tidak cukup hanya dengan bijak menggunakan air, menutup kran air di kamar mandi, tidak menyia-nyiakan air, tetapi lebih dari itu. Dalam menghargai air, sebagai bagian penting dari kehidupan, harus dilakukan dari hulu sampai hilir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun