Mohon tunggu...
MASE
MASE Mohon Tunggu... Lainnya - Mochammad Hamid Aszhar

Pembelajar kehidupan. Pemimpin bisnis. Mendedikasikan diri membangun kesejahteraan masyarakat melalui pendidikan dan kewirausahaan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengapa Tragedi Kemanusiaan Israel - Palestina Tak Kunjung Usai?

15 Mei 2021   21:00 Diperbarui: 17 Oktober 2023   10:31 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://chicago.suntimes.com/

Konflik  yang terjadi di Israel - Palestina adalah tragedi kemanusiaan yang berakar pada masalah mindset dan karakter.  Selama ada karakter yang arogan dan ekslusif sebagai ras terbaik, maka kebencian dan konflik itu akan selalu ada, tidak hanya berlaku bagi orang-orang Yahudi namun juga bagi orang-orang non Yahudi, tidak hanya di Israel - Palestina, namun juga di seluruh belahan dunia. Perilaku seperti pengusiran, perebutan tanah, pembersihan etnis tertentu berawal dari karakter ini. Karakter tersebut tidak hanya merusak perdamaian sebagai pilar utama peradaban, namun juga menghancurkan peradaban dunia. Agama seringkali hanya dijadikan kedok, pembenaran dan bumbu atas perilaku tidak berperikemanusiaan seakan-akan misi suci, padahal sebenarnya hanya memperturutkan ego, keinginan dan hawa nafsu. Fenomena kebencian ini tidak hanya terjadi pada orang-orang Yahudi, namun banyak juga terjadi pada suku/etnis/agama lain. Seperti terjadi pada orang-orang China dengan jargon anti-China. Seperti terjadi juga pada orang-orang muslim dengan jargon islamophobia atau teroris. Belakangan malah berkembang Asian Hate di Amerika Serikat. Data Stop AAPI Hate, organisasi yang melacak insiden kebencian dan diskriminasi terhadap orang Asia-Amerika dan Kepulauan Pasifik, mencatat setidaknya ada lebih 500 insiden selama tahun 2021 M dimana 68% merupakan pelecehan verbal dan 11% serangan fisik. 

Musuh sesungguhnya bukanlah orang, etnis, bangsa, atau kelompok tertentu, musuh sesungguhnya adalah karakter arogansi dan ekslusifitas sebagai kelompok terbaik. Musuh sesungguhnya adalah ego, keinginan dan hawa nafsu dikonsolidasikan dalam agenda nasional bahkan agenda global. Agenda-agenda ini sering membuat seseorang sombong dan gila. Berpikir bahwa telah melakukan hal yang paling fantastis yang diklaim mulia berasal dari negara atau Tuhan. Dan selalu saja orang-orang yang memiliki agenda-agenda seperti ini melakukan hal-hal kejam dan mengerikan di bumi ini, seperti tega membunuh makhluk lain. Mengapa hal ini terjadi? Karena begitu memiliki agenda hidup yang diklaim mulia berasal dari negara atau Tuhan, kehidupan di sini dan sekarang ini menjadi kurang penting dibanding agenda tersebut. Dan sedihnya semua tragedi kemanusiaan dilakukan dengan pembenaran agama dan di klaim atas nama Tuhan. Inilah akar tragedi kemanusiaan yang sangat sulit dikompromikan karena bersifat ideologis. Padahal ini adalah logical fallacy dan psychological trap yang perlu kita introspeksi, evaluasi dan perbaiki. 

Semua orang menginginkan solusi segera atas terjadinya konflik yang terjadi di Israel - Palestina. Namun permasalahan  mindset dan karakter arogansi dan ekslusifitas sebagai ras terbaik mengakar begitu lamanya di orang-orang Yahudi Zionis dan ini membutuhkan proses rekonstruksi pola pikir dan perbaikan terus-menerus yang tidak bisa segera. Pararel dengan itu juga dibutuhkan pemerataan akses kepada sumberdaya ekonomi, sosial dan politik yang selama ini banyak dikuasai elite global yang mana banyak bertengger di sana orang-orang Yahudi. Ada 2 hal yang sangat vital berperan yaitu proses rekonstruksi pola pikir eksklusif dan perbaikan karakter arogansi sebagai kelompok terbaik secara terus-menerus serta perubahan sistem ekonomi dari sistem kapitalisme dan eksploitasi ke sistem sharing economy dan abundance ecology.

Hal yang paling penting dalam memperbaiki  keadaan di Israel dan Palestina, dan dimanapun terjadinya konflik dan peperangan di seluruh belahan dunia ini adalah memperbaiki manusianya. Seyogyanya kita semua baik orang-orang Yahudi maupun orang-orang non Yahudi bersama-sama mengikuti pedoman bahwa kita tercipta berbangsa-bangsa/berkelompok-kelompok/bersuku-suku untuk saling memahami dan tidak ada rasisme. Orang yang paling mulia di antara kita, di sisi Tuhan, bukan suku/kelompok/bangsa tertentu melainkan orang yang paling taqwa. (QS 49 : 13). Taqwa menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar diambil dari rumpun kata wiqayah yang berarti "memelihara", artinya memelihara hubungan baik dengan Tuhan dan memelihara hubungan baik dengan sesama. Artinya belum dikatakan baik hubungan kita dengan Tuhan, bila masih ada kebencian dalam diri kita kepada sesama, apalagi diaktualisasikan dengan social avoidance, diskriminasi, violence bahkan genosida. Selanjutnya dalam hadits shahih yang diriwayatkan Bukhari, Muslim, Ahmad, at-Tirmidzi, an-Nasai, Ibn Majah, ad-Darimi dan ‘Abdul bin Humaid bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda "la yu’minu ahadukum hatta akuna ahabba ilaihi min nafsihi" tidak sempurna hubungan baik kita dengan Tuhan/keimanan kita hingga kita mencintai sesama sebagaimana kita mencintai diri kita sendiri. Nelson Mandela menyampaikan "No one is born hating another person becouse of the colour of his skin or his background or his religion. People must learn to hate, and if they can learn to hate, they can be thaught to love, for love comes more naturally to human heart than its opposite." Kita tidak pernah terlahir dengan kebencian. Kita masih bisa memiliki kesempatan memilih, membenci atau mencintai. Apalagi bila kita menyadari bahwa secara kasat mata antar manusia seakan terpisah, namun di quantum level antar manusia terhubung. Bahkan antar manusia dan alam semesta ini terhubung. Jika kita berbuat baik (berarti) kita berbuat baik bagi diri kita sendiri dan jika kita berbuat jahat maka kejahatan itu bagi diri kita sendiri [QS 17 : 7] Overcome hatred by love, lie with truth and violence with patience demikian disampaikan Mahatma Gandhi. 

Referensi :

Ibn Katsir, Ismail  (774 H) "Tafsir Alquran al-Adziim", Dar Alamiah QS 2 : 111,113,120,135,145; QS 5 :18; QS 2 : 75,90,91,93, 94, 95, 96, 120, 170; QS 4 :160; QS 5 :41;  QS 2 :75,76, 87, 100, 101,140,145, 146, 211, 246, 249; QS 3 : 64, 71,72, 78, 119, 183,184; QS 4 :46

Amrullah, Haji Abdul Malik Karim, Tafsir Al Azhar, Gema Insani, 2015 QS 49 : 13;

Nawawi al-Jawi al-Bantani, Syaikh Muhammad, Al-Minhaj Syarh An-Nawawi, Dar Ibn Hazm, Beirut, 1813-1897 M

Sternberg, Robert J., The Psychology Of Hate, Amer Psychological Assn; 1st edition (December 30, 2004) 

Al Jauziyah, Ibnu al Qoyim, Hidayat al-khiyari fi ajwibah al-Yahudi wa al-Nashara, Dar al-Kutub al-Ihriyah 1429 M

Eakin, Frank E. Jr. The Religion and Culture of Israel (Boston: Allyn and Bacon, 1971), 70 dan 263.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun