Mohon tunggu...
Mohammad Ricky Pratama
Mohammad Ricky Pratama Mohon Tunggu... Lainnya - YES.

Merupakan seorang mahasiswa Sejarah yang mempelajari sejarah dengan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pertahanan Asia Tenggara pada Masa Akhir Abad Kedua Puluh (1980-1999)

11 Januari 2021   08:40 Diperbarui: 11 Januari 2021   09:25 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Semenjak Perang Vietnam yang berakhir pada tahun 1975 dan jatuhnya rezim Pol Pot di Kamboja, persaingan militer di Asia Tenggara justru makin tinggi pada awal dekade 1980an.  Menjelang akhir dekade 1970an, membuat  persaingan antar senjata di kawasan tersebut justru makin meningkat. Terutama di negara-negara yang baru saja menyelesaikan konflik seperti Vietnam atau yang merebut daerah lain seperti Indonesia.

Pada masa tersebut, perselisihan antara Uni Soviet serta Amerika Serikat dalam perlombaan senjata meningkat lagi akibat perang Afghanistan-Soviet serta penempatan senjata di Eropa Timur yang mengancam Eropa Barat pada masa tersebut. Selain itu, terdapat juga Vietnam yang memasuki wilayah Kamboja untuk mengalahkan rezim Pol Pot.

Pada masa inilah, persaingan senjata baik bagi negara dunia satu, dua dan ketiga mengalami puncak-puncaknya. Selain itu, ada negara-negara lain yang memiliki persenjataan yang cukup kuat pada masa tersebut, yaitu Iran dan Irak. Selain itu, di Angola serta Timor Portugis yang menjadi Timor-Timur, terjadi konflik di bekas koloni Portugis itu. Akibat lepasnya lepasnya koloni Portugal dan demokrasi di sana, mereka memutuskan bahwa pada saat itu, mereka akan memerdekakan negara koloni mereka baik di Afrika maupun Asia.

Di Timor-Timur yang terjadi konflik perang saudara antar faksi. Di antaranya baik nasionalis, komunis, serta pro-Indonesia. Serta Invasi yang dilakukan Indonesia pada bulan Desember membuat pertahanan negara yang baru merdeka tersebut langsung hancur. Akibat operasi Seroja tersebut, pihak yang tetap menginginkan kemerdekaan terutama bagi FRETLIN. Mereka membuat pihak Indonesia membeli berbagai upgrade militer mereka terutama dalam bidang COIN (Counter Insurgency).

Sejalan dengan berbagai pergeseran tersebut di atas, telah terjadi transformasi yang signifikan pada komposisi perdagangan senjata, dari segi jenis senjata dan sistem tempur yang dicari oleh penerima utama. Sebelumnya, pada 1970-an dan 1980-an, aliran senjata sebagian besar terdiri dari sistem senjata utama - terutama tank, kendaraan tempur infanteri lapis baja (AICVS), pesawat tempur, kapal perang, dan kapal tempur. 

Jenis peralatan lain juga dikirimkan selama tahun-tahun ini, tetapi preferensi untuk sistem senjata utama adalah ciri khas dari penghitungan periode ini, dalam ukuran besar, untuk nilai dolar yang tinggi dari pengiriman senjata global. Meskipun beberapa negara masih mencari dan mampu membeli sejumlah besar sistem tempur utama, perdagangan barang-barang tersebut telah menurun secara signifikan sejak akhir Perang Dingin.

Menurut CRS, negara-negara Dunia Ketiga hanya memperoleh 3.577 tank dan senjata self-propelled pada tahun 1991-94, dibandingkan dengan 5.602 pada periode 1987-90. Demikian pula, pengiriman AICV dan mobil lapis baja turun dari 9.328 menjadi 4.659, pesawat tempur supersonik dari 1 273 menjadi 660, dan kapal tempur (kapal permukaan dan kapal selam) dari 368 menjadi 176,48 Pemindahan sistem utama lainnya, termasuk artileri berat dan rudal permukaan-ke-udara (SAM), juga telah menurun sejak 1990. Hal ini, pada gilirannya, telah berkontribusi pada penurunan tajam nilai dolar dari transfer senjata internasional.

Pada saat inilah yang mengakibatkan adanya perjualan yang terjadi pada masa tersebut, meningkat secara pesat. Baik dalam  ekspor negara barat menuju ke negara dunia ketiga maupun bekas negara soviet atau blok timur yang beberapa peralatan militer mereka jual menuju negara dunia ketiga untuk mengambil untung dari peralatan mereka.

Seperti yang terjadi pada Vietnam yang mendapatkan peralatan mereka berasal dari bekas pecahan Uni Soviet yaitu Rusia, Ukrania, serta negara CIS(Commonwealth of Independent States) lainnya. Mereka mendapatkannya seperti persenjataan kecil AK-74 untuk pembayaran dari utang Vietnam menuju Rusia. Hal ini juga dilakukan Rusia dalam pengurangan hutangnya dengan menjual barang persenjataannya menuju negara yang memiliki hutang-piutang yang banyak terhadap Rusia salah satunya ialah Korea Selatan. Korea Selatan yang ingin utang negaranya dibayar Rusia yang tidak memiliki kas cukup untuk membayar,  membuat deal untuk menjual persenjataan terbaru mereka sebagai pengganti hutang serta memberi keuntungan terhadap Rusia.

Selain itu, untuk negara barat sendiri, mereka tidaklah separah itu untuk menjual dagangan senjata mereka. Salah satunya ialah dengan memberi persyaratan terhadap negara dunia ketiga untuk memberi mereka keuntungan terlebih dahulu. Seperti penolakan penjualan senjata kepada negara yang diktator, lalu juga membatasi penjualan jika terjadi pelanggaran HAM atas Konvensi Jenewa, serta mendorong negara dunia ketiga untuk menjadi negara demokratis. Hal-hal ini terjadi terutama dalam kepemimpinan Bill Clinton yang dimulai pada tahun 1993 hingga awal 2001. Hal ini termasuk dalam beberapa pencabutan atau bahkan embargo seperti yang terjadi terhadap negara Myanmar, Tiongkok, Indonesia, Irak, Vietnam, Kamboja, dan lainnya.

Maka dari itu,  beberapa negara di kawasan tersebut yang pada dekade 1990an, mulai melihat berang pertahanan dari luar blok yang mampu membuat persenjataan dengan minim aturan yang susah seperti AS dan sekutunya. Seperti Vietnam yang membeli persenjataan dari Israel yang pada masa tersebut serta pembelian alutista yang berasal dari Tiongkok oleh Myanmar. Negara-negara tersebut membeli dari negara penjual senjata yang mampu mendapatkan keuntungan tanpa adanya pertanyaan lain akan syarat yang dimiliki negara barat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun