Mohon tunggu...
mohammad agung ridlo
mohammad agung ridlo Mohon Tunggu... Ketua Program Studi S2 Magister Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Islam Sultan Agung

Sekretaris I Bidang Penataan Kota, Pemberdayaan Masyarakat Urban, Pengembangan Potensi Daerah, dan Pemanfaatan SDA, ICMI Orwil Jawa Tengah. juga sebagai Sekretaris Umum SatupenaJawa Tengah. selain itu juga sebagai Ketua Bidang Teknologi Tradisional, Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Provinsi Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Konflik dan Inkonsistensi Pengelolaan Ruang: Krisis Spasial Provinsi vs Kabupaten-Kota di Indonesia

10 Agustus 2025   19:45 Diperbarui: 10 Agustus 2025   19:45 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia sebagai negara kepulauan dengan karakteristik geografis yang unik, meliputi daratan, perairan, dan udara, membutuhkan pengelolaan ruang yang bijaksana dan berkelanjutan. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) disusun sebagai instrumen utama dalam mengatur pemanfaatan ruang agar keseimbangan, kelestarian, dan keterpaduan antarwilayah dapat terwujud demi kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.

Namun, dalam praktiknya, penyimpangan pemanfaatan ruang dari ketentuan RTRW masih sering terjadi, baik disebabkan oleh ketidaktahuan, lemahnya pengendalian, maupun kesengajaan. Permasalahan ini menjadi kompleks dan menimbulkan dampak negatif pada pembangunan serta lingkungan hidup.

Penyebab Penyimpangan Pemanfaatan Ruang

Penyimpangan pemanfaatan ruang terjadi karena beberapa faktor utama. Pertama, masyarakat maupun swasta terkadang tidak memahami atau tidak mengetahui aturan serta ketentuan yang termuat dalam RTRW. Ketidaktahuan ini menyebabkan mereka memanfaatkan ruang secara tidak sesuai alokasi yang telah ditetapkan, sehingga berpotensi menimbulkan konflik dan kerusakan lingkungan.

Kedua, pemerintah daerah dalam memberikan izin pemanfaatan ruang terkadang tidak mengacu secara ketat pada RTRW yang berlaku. Hal ini bisa disebabkan oleh lemahnya koordinasi dan pengawasan, serta adanya kepentingan tertentu yang mengabaikan aturan tata ruang. Ketidaksesuaian ini menyebabkan ketidakteraturan pembangunan dan kegagalan fungsi ruang.

Ketiga, adanya kesengajaan dari berbagai pihak untuk tidak mematuhi RTRW, baik dalam bentuk praktik korupsi, nepotisme, atau kepentingan ekonomi jangka pendek, sehingga membiarkan penyimpangan terus berlangsung tanpa penegakan hukum yang tegas.

Inkonsistensi dan Instrumen Pengelolaan Tata Ruang Belum Optimal

Otonomi daerah yang diterapkan di Indonesia memberikan kewenangan kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk mengelola wilayahnya masing-masing, termasuk pemanfaatan ruang. Meskipun bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan daerah, hal ini justru sering menimbulkan konflik spasial antarwilayah, terutama antara provinsi dengan kabupaten/kota. Konflik umum yang muncul antara lain terkait batas wilayah, pengelolaan sumber daya alam, dan pemanfaatan ruang yang belum sepenuhnya dilandasi RTRW yang baku dan terpadu.

Inkonsistensi itu terjadi karena RTRW di setiap tingkat administrasi belum sepenuhnya sinkron dan belum menjadi acuan yang wajib dan baku bagi semua pihak. Akibatnya, terjadi tumpang tindih izin pemanfaatan ruang, ketidaksesuaian zonasi wilayah, dan kebijakan yang saling bertentangan. Selain itu, aspek pengendalian pemanfaatan ruang yang lemah memperparah situasi ini. Banyak daerah belum memiliki peraturan zonasi yang jelas dan kuat, penegakan hukum terhadap pelanggaran tata ruang juga masih minim, serta penerapan instrumen insentif dan disinsentif belum optimal.

Selain aturan zonasi dan perizinan, instrumen berupa pemberian insentif dan disinsentif penting dalam mendorong pemanfaatan ruang yang sesuai RTRW. Misalnya, insentif berupa subsidi dari pemerintah pusat dapat dialokasikan kepada daerah hulu sebagai kompensasi akibat pengawetan wilayahnya demi kepentingan daerah hilir. Sebaliknya, daerah hilir bisa memberikan insentif kepada daerah hulu berdasarkan nilai manfaat yang diperoleh dari pengelolaan tersebut. Namun, penerapan mekanisme tersebut masih jauh dari optimal dan belum dilakukan secara sistematis di banyak daerah.

Pentingnya Prinsip Good Governance dalam Penataan Ruang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun