Mohon tunggu...
Qomarul Huda
Qomarul Huda Mohon Tunggu... Guru - Bapak satu anak

Masih belajar dunia tulis menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kartini, Sosok Kritis di Usia Muda

22 Februari 2021   23:29 Diperbarui: 22 Februari 2021   23:53 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada suatu masa, saat Indonesia masih terbelenggu oleh kolonialisme Belanda, pada tanggal 21 April 1879 lahirlah seorang bayi perempuan yang kemudian menjadi salah satu pelopor bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia, pelopor pendidikan, dan menegakkan emansipasi wanita Indonesia. Dialah Raden Ajeng Kartini, yang tanggal lahirnya kita peringati setiap tahun. Orang yang gigih memperjuangkan kedudukan derajat wanita tetapi wafat dalam usia yang masih sangat muda.

Salah satu hal yang cukup saya kagumi dari pribadi seorang Kartini adalah pola pemikirannya tajam di usia muda, bahkan dianggap melampaui zamannya. Terlebih bagi seorang wanita apalagi dengan cengkeraman feodalisme yang masih sangat. Tapi beruntunglah bagi Kartini yang lahir di tengah-tengah bangsawan keraton yang masih memungkinkannya untuk berhubungan dengan dunia luar, khususnya orang-orang Belanda. Secara tidak langsung membentuk pola pikir Kartini yang memang terkenal cerdas sejak kecil.

Berbagai pemikiran dan gagasan cemerlang Kartini setidaknya tertuang dalam berbagai surat yang dia kirim untuk sahabat-sahabatnya orang Belanda terutama kepada Nyonya Abendanon dan Stella. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan diterbitkan di Semarang, Surabaya dan Den Haag tahun 1911 atas usaha J. H. Abendanon dengan Judul "Door Duisternis Tot Licht: Gedachten Over en Voor Het Javaansche Volk van Raden Adjeng Kartini", Dari Kegelapan Menjadi Terang: Pemikiran Tentang dan Untuk Bangsa Jawa oleh Raden Adjeng Kartini (Haryati, 1990: vii). Buku tersebut memuat 105 pucuk surat Kartini kepada para sahabatnya. Sebuah angka yang cukup banyak mengingat berbagai keterbatasan pada masa itu, apalagi semua surat ditulis dalam bahasa Belanda yang tentunya bukan sembarang orang pribumi mampu melakukannya.

Kartini muda yang ketika berumur 12,5 tahun ternyata telah mengenal sistem feodal yang ada di kalangan keraton. Hal ini setidaknya tercermin dalam sebuah suratnya dalam Door Duisternis Tot Licht (DDTL) halaman 51 yaitu: "... tetapi menurut adat feodal ia tidak boleh tidak...". Kartini sudah dapat berpikir tentang ke-tidakadil-an yang harus diterima wanita (Jawa) waktu itu, sehingga ia pun harus masuk pingitan. Tentu kita masih ingat kata-kata Kartini ketika ditawari ikut gurunya dan temannya, Letsi ke Belanda: " jangan tanyakan kepadaku, apakah aku mau atau tidak, tapi tanyalah apakah boleh atau tidak" (Idjah Chodidjah, 1984: 66).

Pada waktu berumur 20 tahun, Kartini mulai surat menyurat dengan sahabat barunya, Estella Zeehandelaar di Amsterdam. Dari Estella-lah Kartini banyak tahu tentang pergerakan wanita di Eropa, sedangkan di negerinya sendiri kaum wanita masih dikekang oleh feodalisme yang kolot (Siti Soemandari, 2001: 131). Hatinya terusik dan tak kuat menahan keinginannya untuk mengetahui lebih jauh tentang gagasan wanita Eropa. Sebagai perintis nasionalisme, ia diakui oleh beberapa ilmuwan asing seperti: George Mc Turnan Kahin, W.F. Wertheim, J.S. Furnivall dan J. Th. Petrus Blumberger (Siti Soemandari, 2001: 389).

Kartini adalah wanita yang sangat memperhatikan dunia pendidikan. Ia prihatin melihat kaum pribumi yang hanya menjadi perasan penjajah tanpa memperoleh pendidikan. Bersama adiknya; Rukmini, Kartini membuka sebuah sekolah di kabupaten. Kartini sudah mengidam-idamkan sebuah sekolah yang diperuntukkan gadis-gadis bangsawan seperti dia. Kartini adalah orang Jawa pertama yang memikirkan tentang pendidikan gadis remaja bangsa Jawa (Siti Soemandari, 2001: 293). Ia menyatakan keyakinannya bahwa pendidikan itu telah sangat mendesak. Ia mempunyai cita-cita besar yaitu meneruskan pendidikannya ke negeri Belanda sekaligus menyusul kakaknya; Kartono, walaupun sampai akhir hayatnya, harapan besarnya itu belum terpenuhi.

Selain hal-hal di atas, ternyata ada pula pihak-pihak yang menyoroti sisi lain Kartini, terutama tentang agama dan kepercayaan Kartini mengingat adat Jawa masih cukup kuat saat itu. Kepercayaan Kartini sebenarnya sederhana saja. Ia percaya kepada Satu Tuhan Yang Maha Kuasa. Jadi juga satu Tuhan untuk seluruh umat manusia dan semua macam agama. Ada yang mengatakan Kartini resah sebab tidak mampu mencintai Al Quran (walaupun dia akhirnya terpukau akan keindahannya) dan dianggap lebih condong kepada agama lain di luar Islam. Kartini juga dianggap mengkritik keras ajaran dalam Islam tentang poligami, sehingga mengesankan ia anti Islam (Asvi Warman Adam, 2007: 20). Walaupun pada kenyataannya, kartini kemudian menikah dengan bupati Rembang, Raden Adipati Djojoadiningrat yang sudah beristri tiga dan mempunyai tujuh anak.

Kartini pada awalnya merasa hampa karena mempelajari al Quran hanya sebatas membaca saja. Pada lingkungannya saat itu, mempelajari kandungan Al Quran dapat dikatakan hal yang tabu apalagi Belanda juga melarang menerjemahkan al Quran. Pada akhirnya Kartini menemukan pencerahan akan hausnya dalam mempelajari Al Quran lewat seorang ulama Kyai Sholeh bin Umar Assamarani yang biasa disebut Kyai Sholeh Darat yang makamnya di Semarang yang dikenal pertama kali saat mengisi pengajian yang diadakan oleh pamannya Ario Hadiningrat yang merupakan Bupati Demak waktu itu. Ia pun disebut-sebut sebagai salah satu santri Kyai Sholeh Darat. Kartini banyak belajar tentang tafsir Al Quran termasuk kandungan surat Annisa ayat 3 tentang dibolehkannya laki-laki beristri lebih dari dua, suatu hal yang dulu pernah dikritiknya. Dan yang cukup mencengangkan, seperti dikutip dari media NUonline bahwa Kartini merupakan salah satu sosok yang meminta Kyai Sholeh Darat untuk membuat tafsir berbahasa Jawa yang cukup fenomenal, Faidhur-Rohman.

Dengan segala sisi-sisi kehidupannya, Kartini akan tetap dikenang sebagai salah satu tokoh perjuangan bangsa Indonesia. Di usia muda, ia telah memperhatikan kondisi sekitarnya dan mempunyai gagasan jauh ke depan. Selami pemikiran Kartini dan temukan berbagai hal menarik yang mungkin akan muncul.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun