Penyematan kata "Siber" pada nama baru organisasi yang lahir dari Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) melalui Perpres Nomor 53 Tahun 2017 tentang Pembentukan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) membawa perubahan drastis pada dunia persandian Republik Indonesia. Persandian menjadi seolah mengecil karena bertambah luasnya bidang kerja Lemsaneg pasca menjadi BSSN. Perubahan ini tentunya diikuti oleh tuntutan lain yang harus dipenuhi, salah satunya adalah kapasitas SDM untuk mengemban tugas BSSN.
Lemsaneg sebagai pembina tunggal persandian di Indonesia mengandalkan pejabat fungsional sandiman dalam melaksanakan tugas di bidang persandian secara nasional. Baik sandiman ahli maupun sandiman terampil. Untuk melihat secara umum tanggung jawab seorang sandiman dapat bercermin pada posisi sandiman di Lemsaneg.
Berdasarkan Peraturan Kepala Lembaga Sandi Negara Nomor OT.001/PERKA.122/2007, sandiman bertugas pada 2 (dua) deputi, yaitu Deputi Bidang Pengamanan Persandian yang mengurusi operasional teknis kegiatan pengamanan persandian seperti operasi kontra penginderaan, kamar sandi bergerak, KCN, kriptanalisis, manajemen sistem sandi, dan peralatan sandi. Sementara Deputi Bidang Pengkajian Persandian mengurusi pengkajian dan pengembangan persandian dalam bentuk manajemen kunci sandi, pengembangan algoritma kriptografi, software, hardware, jaringan komunikasi, peralatan komunikasi, dan pengembangan teknologi informasi persandian.
Sementara Perpres Nomor 53 Tahun 2017 menyebutkan BSSN menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi kebijakan teknis di bidang identifikasi, deteksi, proteksi, penanggulangan, pemulihan, pemantauan, evaluasi, pengendalian proteksi ecommerce, persandian, penapisan, diplomasi siber, pusat manajemen krisis siber, pusat kontak siber, sentra informasi, dukungan mitigasi, pemulihan penanggulangan kerentanan, insiden dan/atau serangan siber.
Dapat dilihat bahwa persandian merupakan satu dari sekian banyak bidang yang ditangani oleh BSSN. Artinya seorang sandiman dituntut untuk berevolusi mengikuti perubahan organisasi yang menaunginya, baik dari aspek kompetensi teknis maupun regulasi yang mengaturnya. Situasi ini membawa sandiman pada kondisi:
•Terdapat area yang belum dicakup oleh peraturan yang mengatur tentang sandiman saat ini disebabkan oleh domain siber yang lebih luas dari pada domain persandian.
•Untuk mengimplementasikan persandian dalam rangka keamanan informasi, sandiman dituntut menguasi aspek teknis teknologi informasi seperti infrastruktur TI, networking, software, hardware, programming, forensic, diplomasi siber,dll.
Kondisi ini membuka pada dua pilihan. Pertama, merevisi peraturan sandiman yang ada saat ini agar mencakup semua aspek pekerjaan di BSSN. Dengan begitu sandiman tidak akan kehilangan poin karena pekerjaannya tidak dicakup oleh peraturan yang menaunginya, sebaliknya sandiman justeru semakin mudah untuk mendapatkan poin dari setiap pekerjaannya.
Kedua, membentuk jabatan fungsional baru yang mengatur aspek-aspek lain selain persandian sesuai dengan bidang tugas BSSN, sehingga BSSN memiliki SDM utama yang dapat diandalkan untuk menjalankan tugas dan fungsinya. Selain itu, apabila melihat kedekatan poin-poin pekerjaannya, di Lemsaneg juga terdapat jabatan pranata komputer. Hanya saja, pranata komputer menangani TI secara umum, bukan pada area cyber security.