Mohon tunggu...
MochIchsan AlUbaidahMaulana
MochIchsan AlUbaidahMaulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Saya berlatar blakang mahasisiwa universitas Jambi mempunyai minta dan kuat menyuarakan suara yang saya rasa menjadi suara kebanaran

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Relevansi Kitab Al-kharaj Karya Abu Yusuf pada Sistem Ekonomi di Indonesia

29 November 2022   12:15 Diperbarui: 28 Maret 2023   09:25 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Abu Yusuf (113-182 H/731-798 M) adalah seorang ahli fiqih yang lahir pada masa Bani Umayyah, tetapi mulai berkarya dan kualitas karyanya diakui pada masa Abbasiyah. Abu Yusuf memiliki nama panjang yaitu Imam Abu Yusuf Ya'qub bin Ibrahim bin Habib Al-Anshari al-jalbi al-kufi al-Baghdadi. Disebut Al-Anshari karena merupakan keturunan dari sahabat Rasulullah Al-Anshari. Ia lahir di kota Kufah. Di masa kecilnya, ia sangat tertarik dengan ilmu pengetahuan, khususnya Hadits. Abu Yusuf juga aktif berkarya lewat buku-buku yang ditulisnya. Buku-bukunya seperti Kitab al-Atsar, Kitab Ikhtilaf Ibni Abi Hanifa wa Laila, Kitab ar-Radd ala al-Siyar Auza'i dan Kitab al-Kharaj. Di antara kitab-kitabnya yang disebutkan di atas, Kitab Al-Kharaj merupakan kitab yang paling populer melebihi kepopuleran kitab-kitab lainnya. (Maruta,2013)

Buku Al-Kharaj ditulis sebagai tanggapan atas permintaan Khalifah Harun al-Rasyid tentang peraturan agama Islam tentang perpajakan, pengelolaan pendapatan, dan pengeluaran publik. Cakupan buku ini sangat lengkap dan mencakup panduan pengelolaan keuangan pemerintah.

Buku karya Al-Kharaj ini menjelaskan gagasan tentang pentingnya menerapkan sistem perpajakan dari model wadzifah ke model muqasamah. Wadzifah memiliki model pembayaran nilai tetap. Sedangkan muqasamah adalah gaya pembayaran berdasarkan nilai yang selalu berubah atau tidak tetap. Keseimbangan tersebut didasarkan pada perubahan persentase pendapatan atau tingkat kemampuan seseorang untuk membayar pajak. (Zunaidi, 2021)

Dasar Al-Kharaj yang diberikan oleh pemilik tanah untuk diberikan kepada negara. Atau dalam pengertian lain kharaj diartikan sebagai pungutan yang harus dibayar atas tanah pertanian dan hasil pertanian. Al-Kharaj juga menyebutkan masalah Jizyah. Secara umum, Jizyah adalah pajak yang dikenakan pada non-Muslim untuk pemeliharaan mereka yang tinggal dan menetap di negara Muslim. Selain pembahasan tersebut, Al-Kharaj juga membahas tentang gaji yang ditetapkan pemerintah untuk pegawai negeri, kebijakan pajak pemerintah yang harus diterapkan pemerintah, pendapatan pemerintah, dan juga berbicara tentang kesejahteraan non-Muslim yang tinggal di negara-negara Muslim. (Zunaidi, 2021)

Seperti dijelaskan di atas, Al-Kharaj pada dasarnya berurusan dengan pajak yang dikumpulkan dari tanah pendudukan negara-negara Muslim. Dalam prakteknya, kharaj tidak hanya berlaku untuk tanah, tetapi juga dianggap sebagai salah satu sumber pendapatan dalam perekonomian masyarakat (ghanimah, fai, jizyah, 'usyr al-tijarah dan shadaqoh) dan termasuk dalam pembiayaan khusus.

Konsep Al-Kharaj dan Relavansinya Dalam Sistem Pajak di Indonesia

Konsep pajak Abu Yusuf memiliki relevansi dengan konsep pajak dalam ekonomi saat ini, khususnya konsep pajak yang ada di indonesia.

1. Konsep Kharaj atau Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak bumi dan bangunan yang dipungut atas bumi dan bangunan untuk kepentingan orang atau badan yang berhak atasnya atau memperoleh manfaat darinya, atau untuk memperbaiki keadaan perekonomian. Konsep PBB yang digunakan di Indonesia digunakan sebagai pendapatan dan didaftarkan sebagai pendapatan di sektor pajak pemerintah. Demikian pula istilah al-kharaj digunakan pada masa Abu Yusuf. Negara menggunakan keduanya untuk membiayai pengeluaran negara.

2. Praktek Usyur atau Bea Cukai

Bea cukai adalah riba menurut ketentuan Abu Yusuf. Ushur pertama kali dilatih pada masa Umar Bin Khattab. Dari tarif 1/10 yang dikenakan pada pedagang Muslim ketika berdagang di daerah kafir Harb, sebaliknya, 5% dibebankan kepada pedagang dari negara lain ketika mereka memasuki wilayah negara Muslim. Dzimih mengambil ongkosnya. Pedagang Muslim membayar 2,5 persen. Di Indonesia, bea cukai juga memproses barang dari luar negeri dengan syarat khusus yang diatur undang-undang. Tujuannya untuk melindungi masyarakat Indonesia dari kemakmuran produk luar negeri. Selain itu, melindungi industri UMKM dalam negeri dari produk luar negeri yang harganya lebih rendah dari produk dalam negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun