Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Istana Dikepung Mafia?

26 November 2022   17:25 Diperbarui: 26 November 2022   17:29 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Budaya Ariel Heryanto di Kompas, Sabtu, 26 November 2022 seharusnya mampu menyetak kesadaran kita tentang keberadaan istana presiden.  Siapa pun yang melangkah memasuki istana sebagai seorang presiden baru tak akan bisa berbuat apa-apa kecuali dia seorang kuat di dalam partai yang kuat. 

Cerita tentang Presiden Gus Dur bisa menjadi contoh jelas bagaimana perlawanan Gus Dur harus diakhiri dengan keluarnya Gus Dur dari istana kepresidenan waktu itu. Akan menjadi omong kosong jika kita hanya bicara tentang elektabilitas seorang calon presiden tanpa partai. 

Siapa pun yang melangkahkan kaki memasuki istana hanya akan menjadi boneka jika tak mampu melawan penguasa tanpa wujud. Mengapa tanpa wujud? Karena mereka tak ada di sana tapi kita toh dapat merasakan genggaman mereka di sana. 

Tak usahlah bicara tentang bukti karena bukti itu justru terlalu banyak untuk dibicarakan. Terlalu naif untuk bertanya tentang bukti. Mungkin hanya penunjuk kebodohan orang yang bertanya belaka. 

Tapi bagaimana mengakhirinya? 

Harus dijabat oleh orang kuat dari partai yang kuat. Gurita kekuasaan mereka terlalu kuat kalau hanya dihadapi oleh individu kuat tanpa kekuasaan dalam partai yang kuat. Partai yang kuat diperlukan karena tak ada partai yang bisa melenggang sendirian. 

Jika partai berkoalisi sedangkan partai presiden bukan partai kuat maka akan menjadi double boneka. Boneka partai dan boneka koalisi. Bahkan menjadi triple jika kita hitung mereka yang di belakang partai koalisi. 

Orang kuat juga kadang belum bisa diandalkan. Orang kuat yang sekaligus gila. Tanpa kegilaan, hitung hitungan kekuatan akan selalu kalah sebelum pertandingan. 

Kita terjebak? 

Sudah pasti. Maka kita harus membangun kesadaran bahwa kondisi ini tak boleh dibiarkan. Harus ada gerakan yang terstruktur untuk melawan. Walaupun mungkin keberhasilannya entah kapan. Bukan pesimis. Tapi memang harus ada kesadaran akan fakta di lapangan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun