Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Tidak Butuh Kurikulum

30 Desember 2021   08:00 Diperbarui: 30 Desember 2021   08:09 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Waktu sekolah SMP, saya tidak pernah tahu menggunakan Kurikulum apa. Saat SMA menggunakan Kurikulum 84. Tahu setelah kuliah di IKIP. 

Tahun 1995 mulai mengajar. Kurikulum yang pertama saya pakai Kurikulum 94. Dan pada setiap pelatihan, pelatih selalu menayangkan dua Kurikulum 84 dan 94. Kemudian dibandingkan. Kita dipaksa untuk mengimaninya bahwa Kurikulum baru itu adalah Kurikulum terbaik. Dan Kurikulum 84 tidak ada baik baiknya sama sekali. 

Kemudian tahun 2004 pun muncul Kurikulum baru. Katanya, sudah 10 tahun Kurikulum 94 berlaku. Mendadak Kurikulum 94 bernasib sama dengan Kurikulum 84, alias semua yang pada tahun 1995 bagus semua menjadi jelek semua. Semua kebaikan Kurikulum 94 hilang karena kehadiran Kurikulum 2004.

Eh, baru dua tahun, pada tahun 2006 muncul Kurikulum baru lagi. Padahal usia Kurikulum baru 2 tahun. Selama ini Kurikulum berganti setelah 10 tahun dan seperti sudah menjadi sebuah hukum bahwa setiap sepuluh tahun akan ada pergantian Kurikulum di negeri ini. 

Dan sejarah berulang. Walaupun baru dipuji selama dua tahun karena kelahiran Kurikulum 2006 maka Kurikulum 2004 pun menjadi begitu amat sangat buruk rupa. 

Dan 2013 lagi lagi muncul Kurikulum baru walaupun usia Kurikulum sebelumnya belum genap sepuluh tahun. Lahir di akhir pemerintahan SBY. Maka semuanya dikejar agar kelar sebelum SBY menggulung tikar. 

Karena menjadi Kurikulum paling mendadak, maka semuanya berantakan. Wajar jika setahun kemudian langsung dianulir oleh Anies Baswedan. Hingga pada tahun 2016 terjadi revisi besar besaran. Sebetulnya sudah bisa dianggap sebagai Kurikulum baru karena revisi yang sangat besar di tahun 2016. Tapi, mungkin rasa malu yang menghantui benak mereka. 

Tahun 2022 lebih diam diam. Tak ada yang merasa bahwa telah lahir Kurikulum baru di negeri ini.  Operasi senyap ini berhasil juga. Sehingga baru banyak yang sadar setelah Kurikulum itu sudah diberlakukan selama 6 bulan. 

Sebagai seorang guru, sebetulnya kami tak butuh Kurikulum itu. Kurikulum lebih banyak dipaksakan sebagai produk politik tinimbang produk pendidikan. Karena produk politik maka kepentingan terbesar di dalamnya adalah kepentingan politik semata. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun